Hukuman mati dan hak asasi manusia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Elis (WMID) (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 1: Baris 1:
{{Sedang ditulis}}
{{Sedang ditulis}}
[[Berkas:Death Penalty World Map.png|jmpl|491x491px|[[Peta]] Penyebaran [[Negara]] yang Masih Melakukan [[Hukuman mati|Hukuman Mati]]<ref>{{Cite news|title=Negara mana yang masih menerapkan hukuman mati? Bagaimana dengan Indonesia?|url=https://www.bbc.com/indonesia/dunia-45859508|newspaper=BBC News Indonesia|language=id|access-date=2021-06-26}}</ref>. Menurut [[penelitian]] [[Amnesty International|Amnesti Internasional]], masih banyak [[Negara|negara-negara]] yang masih menjalankan [[hukuman mati]] di dalam [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana]]<ref name=":10">{{Cite web|date=2020-04-21|title=Penghapusan hukuman mati makin mendesak • Amnesty Indonesia|url=https://www.amnesty.id/penghapusan-hukuman-mati-makin-mendesak/|website=Amnesty Indonesia|language=id-ID|access-date=2021-06-26}}</ref>. Sebanyak 136 [[negara]] masih menjalankan [[hukuman mati]]<ref name=":10" />. Namun, terhitung setelah 10 tahun [[Negara|negara-negara]] tersebut tidak melakukan [[Hukuman mati|eksekusi]] [[hukuman mati]]<ref name=":10" />. Sebanyak 50 [[negara]] di [[dunia]] sudah menghapuskan [[hukuman mati]] dari [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana|Undang-Undang Pidana]] yang berlaku<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-04-21|title=Di Tengah Wabah Covid-19, Hukuman Mati di Negara Ini Meroket Halaman all|url=https://www.kompas.com/global/read/2021/04/21/182000070/di-tengah-wabah-covid-19-hukuman-mati-di-negara-ini-meroket|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2021-06-26}}</ref>. ]]
[[Berkas:Death Penalty World Map.png|jmpl|491x491px|[[Peta]] Penyebaran [[Negara]] yang Masih Melakukan [[Hukuman mati|Hukuman Mati]]<ref>{{Cite news|title=Negara mana yang masih menerapkan hukuman mati? Bagaimana dengan Indonesia?|url=https://www.bbc.com/indonesia/dunia-45859508|newspaper=BBC News Indonesia|language=id|access-date=2021-06-26}}</ref>. Menurut [[penelitian]] [[Amnesty International|Amnesti Internasional]], masih banyak [[Negara|negara-negara]] yang masih menjalankan [[hukuman mati]] di dalam [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana]]<ref name=":10">{{Cite web|date=2020-04-21|title=Penghapusan hukuman mati makin mendesak • Amnesty Indonesia|url=https://www.amnesty.id/penghapusan-hukuman-mati-makin-mendesak/|website=Amnesty Indonesia|language=id-ID|access-date=2021-06-26}}</ref>. Sebanyak 136 [[negara]] masih menjalankan [[hukuman mati]]<ref name=":10" />. Namun, terhitung setelah 10 tahun [[Negara|negara-negara]] tersebut tidak melakukan [[Hukuman mati|eksekusi]] [[hukuman mati]]<ref name=":10" />. Sebanyak 50 [[negara]] di [[dunia]] sudah menghapuskan [[hukuman mati]] dari [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana|Undang-Undang Pidana]] yang berlaku<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-04-21|title=Di Tengah Wabah Covid-19, Hukuman Mati di Negara Ini Meroket Halaman all|url=https://www.kompas.com/global/read/2021/04/21/182000070/di-tengah-wabah-covid-19-hukuman-mati-di-negara-ini-meroket|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2021-06-26}}</ref>. ]]
'''Hukuman mati dan hak asasi manusia''' merupakan [[sanksi]] terberat dalam [[Pidana|sistem pidana]] di [[Indonesia]].<ref name=":0">{{Cite book|last=Asmarawati|first=Tina|date=2013|title=Hukuman Mati dan Permasalahannya di Indonesia|location=Yogyakarta|publisher=CV. Budi Utama|isbn=978-602-280-166-5|pages=5-14|url-status=live}}</ref> [[Hukuman]] ini termasuk [[hukuman]] paling tua, apabila dilihat dari tinjauan [[Sejarah|sejarahnya]].<ref name=":0" /> Oleh karena itu, ada beberapa pihak yang menganggap bahwa [[hukuman mati]] sudah tidak sesuai  lagi dengan perikemanusiaan. Namun, [[Indonesia]] tetap mempertahankannya<ref name=":0" />. [[Hukuman mati]] sudah ada sebelum para [[penjajah]] datang ke [[Indonesia]].<ref name=":0" /> Penerapannya berlaku untuk [[sanksi]] [[pidana]] [[Hukum adat|hukuman adat]]<ref name=":0" />[[Hukum adat|.]] Secara [[hukum]] di [[Indonesia]] [[hukuman mati]] mulai berlaku sejak [[UU No. 1 tahun 1946]] disahkan.<ref name=":0" /> [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana]] hingga kini masih mencantumkan [[hukuman mati]] dalam kategori [[Pidana|pidana pokok]] (''strafrecht''), di samping [[pidana]] [[penjara]], dan [[pidana]] [[denda]].<ref name=":0" />
'''Hukuman mati dan hak asasi manusia''' merupakan [[sanksi]] terberat dalam [[Pidana|sistem pidana]] di [[Indonesia]]. [[Hukuman]] ini termasuk [[hukuman]] paling tua, apabila dilihat dari tinjauan [[Sejarah|sejarahnya]]<ref name=":0">{{Cite book|last=Asmarawati|first=Tina|date=2013|title=Hukuman Mati dan Permasalahannya di Indonesia|location=Yogyakarta|publisher=CV. Budi Utama|isbn=978-602-280-166-5|pages=5-14|url-status=live}}</ref>Oleh karena itu, ada beberapa pihak yang menganggap bahwa [[hukuman mati]] sudah tidak sesuai  lagi dengan perikemanusiaan. Namun, [[Indonesia]] tetap mempertahankannya. [[Hukuman mati]] sudah ada sebelum para [[penjajah]] datang ke [[Indonesia]]. Penerapannya berlaku untuk [[sanksi]] [[pidana]] [[Hukum adat|hukuman adat]]. Secara [[hukum]] di [[Indonesia]] [[hukuman mati]] mulai berlaku sejak [[UU No. 1 tahun 1946]] disahkan.[[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana]] hingga kini masih mencantumkan [[hukuman mati]] dalam kategori [[Pidana|pidana pokok]] (''strafrecht''), di samping [[pidana]] [[penjara]], dan [[pidana]] [[denda]].<ref name=":0" />


Awal mula kemunculan [[hukuman mati]] menimbulkan banyak pertentangan.<ref name=":0" /> Salah satunya muncul dari golongan [[Abolisioner]] yang menolak adanya [[hukuman mati]].<ref name=":0" /> Alasannya, karena bertentangan dengan [[hak asasi manusia]], terutama dalam bahasan [[hak untuk hidup]].<ref name=":0" /> Meskipun timbul pertentangan, masih banyak [[Negara|negara-negara]] di [[dunia]] yang menggunakan [[hukuman mati]] sebagai [[Sanksi|sanksi pidana]].<ref name=":0" /> Contohnya di [[Amerika Serikat]], di mana 38 dari 50 [[negara bagian]] masih memberlakukan [[hukuman mati]] sebagai [[Sanksi|sanksi pidana]].<ref name=":0" />
Awal mula kemunculan [[hukuman mati]] menimbulkan banyak pertentangan. Salah satunya muncul dari golongan [[Abolisioner]] yang menolak adanya [[hukuman mati]]. Alasannya, karena bertentangan dengan [[hak asasi manusia]], terutama dalam bahasan [[hak untuk hidup]]. Meskipun timbul pertentangan, masih banyak [[Negara|negara-negara]] di [[dunia]] yang menggunakan [[hukuman mati]] sebagai [[Sanksi|sanksi pidana]]. Contohnya di [[Amerika Serikat]], di mana 38 dari 50 [[negara bagian]] masih memberlakukan [[hukuman mati]] sebagai [[Sanksi|sanksi pidana]].<ref name=":0" />


Pada tahun [[1986]] di [[Belanda]], terbit [[Undang-undang|Kitab Undang-Undang Pidana]].<ref name=":0" /> [[Hukuman mati]] masih dipertahankan di dalamnya.<ref name=":0" /> Namun, ada beberapa ketentuan dalam pelaksanaanya. [[Hakim]] boleh memutuskan apakah [[hukuman]] eksekusi mati dijatukan di [[Tiang api|tiang]] gantungan atau dengan [[pedang]], atau dengan cara diberikan [[Pukulan Maut|pukulan]] [[cemeti]] dan menancap [[Tubuh|badan]] dengan [[Besi|besi panas]].<ref name=":0" /> Selain itu, ada juga hukuman [[penjara]] 20 tahun namun sifatnya masih sementara.<ref name=":0" />
Pada tahun [[1986]] di [[Belanda]], terbit [[Undang-undang|Kitab Undang-Undang Pidana]].<ref name=":0" /> [[Hukuman mati]] masih dipertahankan di dalamnya.<ref name=":0" /> Namun, ada beberapa ketentuan dalam pelaksanaanya. [[Hakim]] boleh memutuskan apakah [[hukuman]] eksekusi mati dijatukan di [[Tiang api|tiang]] gantungan atau dengan [[pedang]], atau dengan cara diberikan [[Pukulan Maut|pukulan]] [[cemeti]] dan menancap [[Tubuh|badan]] dengan [[Besi|besi panas]].<ref name=":0" /> Selain itu, ada juga hukuman [[penjara]] 20 tahun namun sifatnya masih sementara.<ref name=":0" />

Revisi per 28 Juni 2021 14.36

Peta Penyebaran Negara yang Masih Melakukan Hukuman Mati[1]. Menurut penelitian Amnesti Internasional, masih banyak negara-negara yang masih menjalankan hukuman mati di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana[2]. Sebanyak 136 negara masih menjalankan hukuman mati[2]. Namun, terhitung setelah 10 tahun negara-negara tersebut tidak melakukan eksekusi hukuman mati[2]. Sebanyak 50 negara di dunia sudah menghapuskan hukuman mati dari Undang-Undang Pidana yang berlaku[3].

Hukuman mati dan hak asasi manusia merupakan sanksi terberat dalam sistem pidana di Indonesia. Hukuman ini termasuk hukuman paling tua, apabila dilihat dari tinjauan sejarahnya[4]Oleh karena itu, ada beberapa pihak yang menganggap bahwa hukuman mati sudah tidak sesuai  lagi dengan perikemanusiaan. Namun, Indonesia tetap mempertahankannya. Hukuman mati sudah ada sebelum para penjajah datang ke Indonesia. Penerapannya berlaku untuk sanksi pidana hukuman adat. Secara hukum di Indonesia hukuman mati mulai berlaku sejak UU No. 1 tahun 1946 disahkan.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana hingga kini masih mencantumkan hukuman mati dalam kategori pidana pokok (strafrecht), di samping pidana penjara, dan pidana denda.[4]

Awal mula kemunculan hukuman mati menimbulkan banyak pertentangan. Salah satunya muncul dari golongan Abolisioner yang menolak adanya hukuman mati. Alasannya, karena bertentangan dengan hak asasi manusia, terutama dalam bahasan hak untuk hidup. Meskipun timbul pertentangan, masih banyak negara-negara di dunia yang menggunakan hukuman mati sebagai sanksi pidana. Contohnya di Amerika Serikat, di mana 38 dari 50 negara bagian masih memberlakukan hukuman mati sebagai sanksi pidana.[4]

Pada tahun 1986 di Belanda, terbit Kitab Undang-Undang Pidana.[4] Hukuman mati masih dipertahankan di dalamnya.[4] Namun, ada beberapa ketentuan dalam pelaksanaanya. Hakim boleh memutuskan apakah hukuman eksekusi mati dijatukan di tiang gantungan atau dengan pedang, atau dengan cara diberikan pukulan cemeti dan menancap badan dengan besi panas.[4] Selain itu, ada juga hukuman penjara 20 tahun namun sifatnya masih sementara.[4]

Di abad ke 17 pelaksanaan hukuman mati masih dengan cara yang sadis.[4] Contohnya dengan cara potong leher, menggantung, memukul hingga mati, mematahkan tulang iga, dibakar, dikubur hidup-hidup, ditenggelamkan, dan lain sebagainya.[4] Kini perkembangannya jauh lebih modern. Di Pakistan dan Malaysia hukuman mati dilakukan dengan cara digantung.[4] Di Amerika Serikat dilaksanakan dengan menggunakan kursi listrik, ruang gas, atau pemberian suntik mati.[4]

Pertentangan mengenai hukuman mati pertama kali muncul dari Eropa Barat yang didukung oleh tokoh bernama Cesare Beccaria yang tertuang dalam sebuah tulisan yang diberi judul  On Crime and Punishment pada tahun 1764.[5] Setelah tulisan itu terbit, di abad ke 20 mulai terjadi reaksi untuk mereformasi beberapa kebijakan tentang pelaksanaan hukuman pidana, termasuk di dalamnya membahas tentang perubahan mengenai hukuman mati.[5]

Di tahun 1863, negara Venezuela menjadi negara pertama yang menghapuskan hukuman mati untuk semua jenis kriminalitas.[5] Di tahun 1865, San Marino (di Eropa) juga ikut menghapuskan hukuman mati untuk semua jenis kejahatan.[5] Di benua Asia, negara-negara yang telah menghapuskan hukuman mati yaitu Kamboja, Timor Timor, Turkmenistan, dan Nepal.[5] Di benua Afrika, negara-negara yang telah menghapuskan hukuman mati di antaranya, Mozambik, Namibia, São Tomé, Príncipe, dan Cave Varde[5].

Latar Belakang Teori

Teori Absolut (Pembalasan)

Orang yang melakukan kejahatan harus ada pembalasan yang berupa pidana (hukuman).[4] Teori ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

Teori Tujuan (Teori Relatif atau Teori Pebaikan)

Hukuman bertujuan untuk menakut-nakuti calon penjahat.[4] Selain itu, penjahat yang mendapat hukuman dapat memperbaiki dan menyingkirkan penjahat.[4] Teori ini dibagi menjadi empat yaitu:

Teori Gabungan

Teori gabungan dianggap paling cocok untuk diterapkan di Indonesa.[4] Alasannya karena sifatnya manusiawi dan mencerminkan rasa keadilan.[4] Penjatuhan hukuman harus mampu memberi rasa kepuasan, baik untuk hakim atau kepada penjahat itu sendiri.[4] Hukuman tersebut harus seimbang, antara pidana yang diberikan dengan perbuatan kejahatan yang dilakukannya.[4] HAM menyatakan bahwa, setiap orang memiliki hak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan yang kejam, dan penghukuman yang tidak manusiawi, serta meredahkan harga dirinya.[4] Pemberian hukuman dibutuhkan, tetapi harus sewajarnya. Pemberiannya harus spesifik untuk setiap kejahatannya.[4] Seberat apapun hukumannya tidak boleh melebihi jumlah yang dituduhkan.[4] Hukuman yang diberikan harus sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, adil bagi terdakwa maupun korban (masyarakat).[4]  

Perkembangan Hukum Internasional

Di dalam hukum internasional, PBB memiliki tugas untuk mengawasi dan memberikan perlindungan kepada pelaku hukuman mati, hal ini berkaitan dengan Hak Asasi Manusia[6]. Bentuk upaya yang dilakukan oleh PBB tertuang dalam Resolusi Dewan Ekonomi Sosial PBB di tahun 1984[6]. Isinya berupa penjaminan bagi pelaku yang akan dihukum mati[6]. Resolusi tersebut terus diperbaharui, hingga yang terakhir tertuang dalam Resolusi Komisi HAM tahun 2005[6].

Hukuman mati pertama kali dibahas dalam forum internasional di Konvensi Jenewa tahun 1929 tentang tawanan perang.[5] Isinya memuat tentang prosedur dan cara mengenai pemberian hukuman mati kepada tawanan perang.[5] Peraturan yang dibuat, berlaku hingga kini. Selain itu, Konvensi Jenewa juga membahas tentang warga sipil, yang tidak diperbolehkan mendapatkan hukuman mati di wilayah yang ditempatinya.[5]

Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia

Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia memiliki sifat otoriter sebagai tolak ukur untuk mejalankan norma-norma hak asasi manusia.[5] Status hukum dalam deklarasi ini mengalami perubahan, mengikuti interpretasi kewenangan atas Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.[5] Seluruh anggota yang tergabung memiliki komitmen untuk meningkatkan penghargaan terhadap hak asasi manusia.[5]

Salah satu pasal yang berkaitan dengan hukuman mati yaitu, Pasal 3 dalam Deklarasi Universal HAM yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak atas penghidupan, kebebasan, dan keselamatan individu.[5] Isi pasal tersebut belum memiliki penekanan yang kuat dalam mengatur atau pelarangan hukuman mati.[5] Pasal ini juga sifatnya masih mendasar, dan tidak berpihak dan menyebutkan bahwa hukuman mati merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak asasi manusia.[5]

Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik

Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik adalah perjanjian internasioanal mengenai hak asasi manusia yang memiliki tujuan untuk mewujudkan standar pencapaian bersama yang sudah ditetapkan dalam Deklarasi Universal Hak-Hal Asasi Manusia.[5] Isi Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang berkaitan dengan hukuman mati tertuang dalam Pasal 6 dan Pasal 7.[5]

Rangkuman isi dari Pasal 6 berisi tentang:

Pasal 6 Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dirumuskan oleh Komite Ketiga Majelis Umum PPB di tahu 1957.[5] Latar belakangnya, karena pada tahun tersebut masih banyak negara-negara yang memberlakukan hukuman mati.[5]

Pasal 7 membahas tentang bahwa tidak boleh memberikan hukuman mati kepada setiap orang dengan alasan untuk merendahkan harga dirinya.[5] Selain itu, tidak boleh melakukaneksperimen medis atau ilmiah tanpa persetujuan pihak yang bersangkutan.[5]

Kebijakan PBB

Di tahun 1959, pembahasan tentang hukuman mati masuk ke dalam forum PPB, di mana Majelis Umum menyetujui sebuah resolusi untuk meminta Dewan Ekonomi dan Sosial agar mempelajari hukuman mati kembali.[5] Kajiannya meliputi hukum dan pelaksanaanya di beberapa negara. Setelah dikaji, lalu diuji apakah hukuman mati tersebut mempengaruhi efektivitas pengurangan kriminalitas di suatu negara.[5] Di tahun 1962 kajian tersebut selesai. Hasilnya, penghapusan hukuman mati di suatu negara tidak meningkatkan kriminalitas untuk negaranya.[5]

Di tahun 1968, Majelis Umum PBB memberikan persetujuan untuk sebuh resolusi tentang perlindungan bagi seseorang yang dijatuhi hukuman mati.[5] Resolusi tersebut berisi tentang bahwa seseorang yang sedang menunggu waktu hukuman matinya tiba, seseorang tersebut masih bisa mendapatkan kesempatan untuk mengajukan banding, hasilnya bisa berupa ampunan atau masih tetap dengan hukuman matinya.[5]

Di tahun 1948. Dewan Ekonomi dan Sosial mebuat sebuah resolusi untuk menjadi perlindungan atas hak-hak orang yang akan menghadapi hukuman mati.[5] Beberapa resolusi itu membahas tentang:

Sejauh ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengesahkan empat perjanjian internasional mengenai penghapusan hukuman mati.[5] Suatu negara bisa menjadi bagian dari anggota perjanjian tersebut dengan cara meratifikasinya.[5] Ratifikasi diartikan melakukan tindakan internasional di mana negara tersebut menyatakan ikrar sebagai Negara pihak (State Party) dalam perjanjian internasional tersebut.[5] Keempat perjanjian yang telah disahkan tersebut terdiri dari satu yang sifatnya global, dan tiga lainnya bersifat kawasan.[5] Berikut adalah deskripsi rangkuman dari empat Perjanjian Intersnasional tersebut:

Perkembangan di Indonesia

Di Indonesia untuk menentukan sanksi terhadap sebuah kejahatan dan pelanggaran diatur dalam hukum pidana[7]. Tujuan dari hukum pidana tersebut yaitu agar seseorang yang berbuat kejahatan mendapat hukuman yang adil, dan berharap agar pelaku kejahatan tersebut tidak mengulangi kejahatannya kembali[7]. Salah satu hukum pidana juga mengatur menganai tentang hukuman mati di dalamnya[8]. Hukuman mati termasuk ke dalam hukuman pokok, apabila dilihat dari jenis hukum positif di Indonesia[8]. Jenis-jenis kejahatan yang bisa dijatuhi hukuman mati di Indonesia di antaranya:


Tahun 1948, penangkapan Amir Sjarifuddin membuah gaduh dunia politik di Indonesia.[16] Amir Sjarifuddin merupakan tokoh politik sekaligus mantan menteri pertahanan dan perdana menteri.[16] Dia ditangkap dengan alasan terlibat dalam Peristiwa Madiun, yang melibatkan Partai Komunis Indonesia (PKI).[16] Di bulan Desember, Amir Syarifuddin dieksekusi mati di Ngalihan, Solo.[16]

Tahun 1946, Tan Malaka ditangkap karena mengikuti pertemuan dengan pimpinan Pesatuan Perjuangan.[16] Ketika Peristiwa Madiun terjadi, Tan Malaka dibebaskan. Bulan Februari, 1949 Tan Malaka menghilang.[16] Lima puluh tahun dari kejadian tersebut, seorang peneliti bernama Harry Poeze mengungkapkan bahwa Tan Malaka dibunuh oleh seorang Letnan Dua bernana Sukutjo atas inisiatif pribadi.[16]

Dua kejadian di atas menyimpulkan pada periode ini ada beberapa eksekusi mati yang dipraktikkan di Indonesia tanpa persidangan.[16] Pemerintah pada saat itu belum solid, ketika pengambilan keputusan.[16] Hasil penyelidikan yang panjang, melahirkan kesimpulan bahwa para eksekutor hukuman mati melakukannya atas inisiatif pribadi, dan didukung oleh kepentingan politik.[16]

Pada tahun 19731981, pemerintahan dipimpin oleh Soeharto.[16] Saat itu Indonesia sedang fokus dalam pengembangan perekonomian.[16] Namun, pada saat itu tingkat kriminalitas semakin tinggi.[16] Salah satu kasus yang menyita perhatian publik yaitu kasus Sengkon dan Karta, di tahun 1974.[16] Kasus ini bermula dari perampokan dan pembunuhan pasangan Sulaiman dan Siti di Desa Bojongsari, Bekasi.[16] Polisi menetapkan Karta dan Sengkon sebagai tersangka. Mereka memang tidak mengakui bahwa mereka yang telah melakukan perampokan dan pembunuhan tersebut.[16] Namun, setelah polisi memberi tekanan terhadap mereka, akhirnya mereka mau untuk menandatangani berita acara penangkapan tersebut.[16] Hal mengejutkan terjadi, ada seseorang yang bernama Genul yang mengaku telah membunuh Sulaiman dan Siti.[16] Akhirnya, Genul dijatuhi hukuman 12 tahun kurungan penjara.[16] Hal yang menjadi aneh adalah, meskipun pelaku sebenarnya sudah ditangkap, Sengkon dan Karta tidak langsung dibebaskan dan tetap menjalankan kurungan penjara.[16]

Pada periode ini, pemerintah belum mampu menghadapi kasus kriminalitas yang terjadi.[16] Oleh karena itu untuk menekan angka kriminalitas pemerintah membuat jalan pintas dengan cara eksekusi mati tanpa pengadilan.[16]

Kasus penembakan misterius (Petrus) dilakukan oleh aparat keamanan ditahun 1982-1985.[16] Eksekusi mati ini dilakukan kepada mereka yang dituduh pelaku kriminal.[16] Usaha ini menimbulkan beberapa ketidakjelasan dalam penentuan indetitas kriminal tersebut.[16] Selain itu, ada beberapa yang menyebabkan kesalahan eksekusi.[16] Pada tahun 2012 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membentuk Tim Ad Hoc untuk melakukan penyelidikan untuk kasus penembakan misterius (Petrus) ini.[16] Hasilnya, kegiatan Petrus ini tergolong dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia tingkat berat.[16]

Pandangan Masyarakat yang Kontra Penerapan Hukuman Mati

Alasan sebagian masyarakat menentang hukuman mati karena beralasan tidak manusiawi dan bertentangan dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab[4]. Isu mengenai hukuman mati pasti akan selalu dihadapkan dengan hak asasi manusia[17]. Selain itu, masyarakat yang tidak setuju dengan hukuman mati karena bersebrangan dengan konstitusi di Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945[17]. Bunyi dari pasal itu yaitu, setiap orang memiliki hak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya[17]. Oleh karena itu, ada beberapa simpulan ketika hukuman mati terus dijalankan, sama dengan mengkhianati konstitusi negara Indonesia, ditambah kedudukan konstitusi berada dijajaran tertinggi dalam hukum negara[17]. Hal yang sangat berbahaya dari hukuman mati yaitu, apabila ada kelalaian dari penegak hukum, yang mengakibatkan kerugian bagi tersangka yang sudah dieksekusi hukuman mati[17].

Pada abad ke 18 gerakan organsisasi untuk menghapuskan hukuman mati menguat.[4] Hal ini diperkuat dengan ajaran Beccaria yang tertuang dalam buku yang berjudul “Dei Delitti Delie Perie”. Isi rangkuman dari buku tersebut di antaranya:

Dalam Konvensi Internasional, tentang hukuman mati hanya memberi pembatasan bukan untuk penghapusan.[4] Berdasarkan putusan MK No. 2-3/PUU-V/2007 hukuman mati harus memperhitungkan empat aspek, yaitu:

Di tahun 1949, Negara Jerman telah menghapuskan hukuman mati.[4] Deklamasi Stockholm ditahun 1977 menghasilkan:

Bersadarkan hal-hal yang sudah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukuman mati tidak dapat menghapuskan kejahatan di masyarakat.[4]

Di bawah ini merupakan negara-negara yang sudah menghapuskan hukuman mati, di antaranya:

No. Tahun Negara
1 1976 Portugal, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

Kanada, menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa[4].

2 1978 Denmark, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

Spanyol, menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa[4].

3 1979 Luksemburg, menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa[4].

Nikaragua, menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa[4].

Norwegia, menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa[4].

Brasil, menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa[4].

Fizi, menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa[4].

Peru, menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa[4].

4 1981 Prancis, menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa[4].

Tanjung Verde, menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa[4].

5 1982 Belanda, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].
6 1983 Siprus, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

Al Savador, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

7 1984 Argentina, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].
8 1985 Australia, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].
9 1987 Haiti, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

Liechtenstein, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

Jerman, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

10 1989 Kamboja, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

Selandia Baru, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

Rumania, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

Slovenia, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

11 1990 Nepal, menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa[4].
12 1992 Angola, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

Swiss, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

Paraguay, menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa[4].

13 1993 Greece, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

Guinea-Bissau , hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

Hongkong, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

14 1994 Italia, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].
15 1995 Mauritius, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

Moldova, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

Spanyol, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

16 1996 Belgia, hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan[4].

Pandangan Masyarakat yang Setuju Penerapan Hukuman Mati

Masyarakat yang setuju dengan hukuman mati dianggap memang cocok dijatuhkan kepada penjahat yang sadis dan melakukan kejahatan yang berat.[4] Ada beberapa alasan, sebagian masyarakat setuju dengan hukuman mati.[4] Alasan itu di antaranya:

Ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa dorongan suatu negara untuk menghapuskan hukuman mati, datang dari negara yang warga negaranya akan dieksekusi di negara yang menerapkannya[18]. Hal ini wajar dilakukan karena setiap negara berhak untuk melindungi warga negaranya yang berada di luar negeri[18]. Hal ini datang dari negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa[18]. Ada beberapa negara yang melakukan konsolidasi untuk mencari dukungan penghapusan hukuman mati, dengan alasan tidak sesuai dengat aturan moral[18]. Padahal, di setiap negara memiliki aturan masing-masing dalam penegakan hukumnya[18]. Hukuman mati merupakan sebuah tanda dari pelaksanaan penegakan hukum di suatu negara, dan perwujudan dari kedaulatan[18].

Sejauh ini negara-negara yang masih menjalankan hukuman mati sebanyak 95 negara[4]. Menurut isi Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, Indonesia telah meratifikasinya dengan Undang-Undang No. 12 tahun 2005[4]. Hal ini tertuang dalam Pasal 6 ayat (1), menyatakan bahwa HAM selalu berkaitan dengan adanya hukum[4]. Akibatnya, selalu timbul persoalan hukum antar warga negara dan negaranya[4]. Di masa Yunani Kuno, penerapan hukum akan selalu melindungi rakyatnya dari negaranya (konsep Rechtstaat)[4].

Hukuman mati merupakan upaya terakhir (Ultimum Remedium) yang digunakan oleh negara sebagai sanksi, karena tidak ada lagi hukum lainnya yang bisa ditempuh[4]. Hukuman mati berada di posisi teratas secara implisit memberikan indikasi bahwa hukuman mati merupakan hukuman terberat di antara yang lainnya[4]. Jenis hukuman ini mengakibatkan hilangnya kehidupan seseorang di muka bumi[4]. Hal ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 10, Pasal 11, dan seterusnya[4].

Beberapa negara di Timur Tengah dan Afrika Utara, salah satu cara untuk mempertahankan hukuman mati tetap dilaksanakan karena berdasarkan firman yang jelas dari ajaran Islam[4]. Sedangkan di Negara Liberal, pelaksanaan dan pemberian hukuman didasarkan kepada wakil-wakil rakyat yang sudah dipilih, keputusan tersebut sering disebut opini publik[4]. Di Negara bagian Amerika Serikat, penjatuhan hukuman mati didasarkan kepada referendum (popular vote)[4]. Selain itu, ada juga yang menggunakan teknik survei, yang dilakukan oleh negara Jerman dan Spayol untuk menentukan penjatuhan hukuman mati untuk teroris[4].

Di tahun 1977 the America Bar Association (ABA) membuat resolusi yang menganjurkan untuk penangguhan (moratorium) untuk hukuman mati[4]. Isi resolusi itu di antaranya:

  • Memberikan jaminan untuk kasus-kasus humuman mati harus diputuskan secara adil dan tidak memihak ke kerangka due process.
  • Memperkuat ketelitian dan memperkecil risiko orang yang tidak bersalah dihukum mati[4].

Salah satu negara yang menghormati hak asasi manusia di antaranya Amerika Serikat[4]. Oleh karena itu, di negara tersebut pelaksanaan hukuman mati disesuaikan dengan kejahatan yang diperbuat oleh pelakunya[4]. Sebagai contoh pada kasus pengeboman WTC tahun 1995[4]. Meskipun ada perlindungan hak asasi manusia untuk para pelaku, tetapi hukuman mati tetap dilakukan menimbang perbuatan pelaku yang telah mematikan sekitar 5.000 manusia yang tidak berdosa[4]. Penerapan perlindungan hukuman mati diabaikan meskipun ada ketentuan-ketentuan internasional seperti hukuman mati[4].

Daftar Referensi

  1. ^ "Negara mana yang masih menerapkan hukuman mati? Bagaimana dengan Indonesia?". BBC News Indonesia. Diakses tanggal 2021-06-26. 
  2. ^ a b c "Penghapusan hukuman mati makin mendesak • Amnesty Indonesia". Amnesty Indonesia. 2020-04-21. Diakses tanggal 2021-06-26. 
  3. ^ Media, Kompas Cyber (2021-04-21). "Di Tengah Wabah Covid-19, Hukuman Mati di Negara Ini Meroket Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2021-06-26. 
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am an ao ap aq ar as at au av aw ax ay az ba bb bc bd be bf bg bh bi bj bk bl bm bn bo bp bq br bs bt bu bv bw bx by bz ca cb cc cd ce cf cg ch ci cj ck cl cm cn co cp cq cr cs ct cu cv cw cx cy cz da db dc dd de df dg dh di dj dk dl dm dn do dp dq dr ds dt du dv dw dx dy Asmarawati, Tina (2013). Hukuman Mati dan Permasalahannya di Indonesia. Yogyakarta: CV. Budi Utama. hlm. 5–14. ISBN 978-602-280-166-5. 
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am an ao ap aq ar as at au av aw ax ay az ba bb bc bd be bf bg bh bi bj bk bl bm bn bo bp bq br bs bt bu bv bw bx by bz ca cb cc cd ce cf cg ch ci cj ck cl cm cn co cp cq cr cs ct cu cv cw cx cy cz da db dc dd de df dg dh di dj dk dl dm dn do dp dq dr ds dt du dv dw dx dy dz ea eb ec ed ee ef eg eh ei ej ek el em en eo ep eq er es et eu ev ew ex ey ez fa fb fc fd fe ff fg fh fi fj fk fl fm fn fo fp fq fr fs ft fu fv fw fx fy fz ga gb gc gd ge gf gg gh gi gj gk gl gm gn go gp gq dkk, Anggara (2017). Politik Kebijakan Hukuman di Indonesia dari Masa ke Masa. Jakarta: Institute for Criminal Justic Reform. hlm. 1–123. ISBN 978-602-6909-76-3. 
  6. ^ a b c d "8 Panduan PBB untuk Negara yang Mengadopsi Hukuman Mati". Hukumonline.com (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2021-06-26. 
  7. ^ a b "Mengenal Tujuan Hukum Pidana Beserta Fungsinya, Perlu Dipahami". merdeka.com (dalam bahasa Inggris). 2020-10-13. Diakses tanggal 2021-06-24. 
  8. ^ a b c d e f g h i "Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)". Portal Hukuman Mati Indonesia (dalam bahasa Inggris). 2015-08-25. Diakses tanggal 2021-06-24. 
  9. ^ Media, Kompas Cyber (2019-05-20). "Sejumlah Tokoh Terjerat Pasal Makar, Begini Pandangan Ahli Hukum... Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2021-06-24. 
  10. ^ a b "Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP". humanrightspapua.org. Diakses tanggal 2021-06-24. 
  11. ^ a b Yan David Bonitua*, Pujiyono (2017-02-09). "SIKAP DAN PANDANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP EKSISTENSI SANKSI PIDANA MATI DI INDONESIA". Diponegoro Law Journal. 6 (1): 1–18. 
  12. ^ a b "BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DALAM PASAL 365 AYAT (4) KUHP. A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan - PDF Free Download". adoc.pub (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-06-25. 
  13. ^ Wardani, Koko Arianto; Wahyuningsih, Sri Endah (2017-12-10). "Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Mati Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia". Jurnal Hukum Khaira Ummah (dalam bahasa Inggris). 12 (4): 951–958. 
  14. ^ Tombi, Mikha (2017-03-15). "TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN HUKUMAN MATI MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA". LEX PRIVATUM (dalam bahasa Inggris). 5 (2). ISSN 2337-4942. 
  15. ^ "Pasal untuk Menjerat Pelaku Pengancaman". Hukumonline.com (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2021-06-25. 
  16. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab Wirawan, Yerry (2015). Menolak Humkuman Mati: Perspektif Hukuman Mati. Yogyakarta: IKAPI. hlm. 89–102. ISBN 978-979-21-4462-8. 
  17. ^ a b c d e Yusuf, Muchammad Fandi; Yusuf, Muchammad Fandi. "Pro Kontra Hukuman Mati - Bahasan.ID". https://bahasan.id/ (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-06-25.  Hapus pranala luar di parameter |website= (bantuan)
  18. ^ a b c d e f "Ini Lima Alasan Hukuman Mati Harus Dilakukan". Republika Online. 2015-01-18. Diakses tanggal 2021-06-25.