Gunung Penanggungan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kembangraps (bicara | kontrib)
Kembangraps (bicara | kontrib)
Baris 36: Baris 36:
[[Berkas:2017-02-19_Hike_around_gunung_Bekel_19.jpg|300px|jmpl|Candi Kendalisodo.]]
[[Berkas:2017-02-19_Hike_around_gunung_Bekel_19.jpg|300px|jmpl|Candi Kendalisodo.]]


:''Lihat pula: [[Daftar objek kepurbakalaan di Kawasan Cagar Budaya Gunung Penanggungan]].''
:''Lihat pula: [[Daftar objek kepurbakalaan di Kawasan Cagar Budaya Gunung Penanggungan|Cagar Budaya Gunung Penanggungan]].''


Dilihat dari sisi sejarah, gunung ini memiliki nilai yang penting karena di sekujur lerengnya dipenuhi oleh ratusan situs-situs arkeologi dan spiritual Indonesia dari era Hindu-Buddha. Lebih daripada seratus bangunan atau sisa bangunan ditemukan, kebanyakan berada pada sisi barat sampai utara (Kecamatan Trawas, Mojokerto)<ref>Bachtiar JA, Jaelani LM. 2017. Visualisasi Peta Cagar Budaya menggunakan Geoportal Palapa pada Kawasan Situs Trowulan dan Gunung Penanggungan JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2: 2337-3520.</ref>.
Dilihat dari sisi sejarah, gunung ini memiliki nilai yang penting karena di sekujur lerengnya dipenuhi oleh ratusan situs-situs arkeologi dan spiritual Indonesia dari era Hindu-Buddha. Lebih daripada seratus bangunan atau sisa bangunan ditemukan, kebanyakan berada pada sisi barat sampai utara (Kecamatan Trawas, Mojokerto)<ref>Bachtiar JA, Jaelani LM. 2017. Visualisasi Peta Cagar Budaya menggunakan Geoportal Palapa pada Kawasan Situs Trowulan dan Gunung Penanggungan JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2: 2337-3520.</ref>.
Baris 44: Baris 44:
Di sekujur lereng kompleks gunung ini (yang telah ditemukan saat ini berada di Gunung Penanggungan sendiri, Gunung Bekel, dan Gunung Kemuncup) ditemukan berbagai peninggalan purbakala, baik candi, ceruk pertapaan, maupun petirtaan dari periode Hindu-Buddha di Jawa Timur. Inventarisasi dan dokumentasi pertama kali dilakukan oleh tim [[Oudheidkundige Dienst|Dinas Kepurbakalaan Hindia Belanda]] 1935 –1940, di bawah pimpinan [[Willem Frederik Stutterheim|W.F. Stutterheim]] dan A. Gall, setelah sebelumnya banyak laporan dari berbagai sumber sejak 1900, beberapa bahkan menyertakan foto dan menemukan prasasti angka tahun dari abad ke-15 M<ref name="arkenas">Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. 1974. Laporan Hasil Survai Kepurbakalaan di Gunung Penanggungan (Jawa Timur). ''Berita Penelitian Arkeologi'' no. 1. Hal. 1-21.</ref>. Tim mencatat 81 kepurbakalaan ("Kep.") yang diberi angka Romawi I–LXXXI. Hasil penelitian ini baru diterbitkan pada 1951, tetapi datanya tidak lengkap lagi<ref name=Uzone>Chairul Akhmad. [https://travel.uzone.id/wac-2017-jejak-arkeologis-gunung-penanggungan WAC 2017: Jejak Arkeologis Gunung Penanggungan]. U-Zone Travel. Edisi 04 Mei 2017. Diakses 2 Januari 2019.</ref>.
Di sekujur lereng kompleks gunung ini (yang telah ditemukan saat ini berada di Gunung Penanggungan sendiri, Gunung Bekel, dan Gunung Kemuncup) ditemukan berbagai peninggalan purbakala, baik candi, ceruk pertapaan, maupun petirtaan dari periode Hindu-Buddha di Jawa Timur. Inventarisasi dan dokumentasi pertama kali dilakukan oleh tim [[Oudheidkundige Dienst|Dinas Kepurbakalaan Hindia Belanda]] 1935 –1940, di bawah pimpinan [[Willem Frederik Stutterheim|W.F. Stutterheim]] dan A. Gall, setelah sebelumnya banyak laporan dari berbagai sumber sejak 1900, beberapa bahkan menyertakan foto dan menemukan prasasti angka tahun dari abad ke-15 M<ref name="arkenas">Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. 1974. Laporan Hasil Survai Kepurbakalaan di Gunung Penanggungan (Jawa Timur). ''Berita Penelitian Arkeologi'' no. 1. Hal. 1-21.</ref>. Tim mencatat 81 kepurbakalaan ("Kep.") yang diberi angka Romawi I–LXXXI. Hasil penelitian ini baru diterbitkan pada 1951, tetapi datanya tidak lengkap lagi<ref name=Uzone>Chairul Akhmad. [https://travel.uzone.id/wac-2017-jejak-arkeologis-gunung-penanggungan WAC 2017: Jejak Arkeologis Gunung Penanggungan]. U-Zone Travel. Edisi 04 Mei 2017. Diakses 2 Januari 2019.</ref>.


Berdasarkan studi selama dua tahun (2012-2014) ditemukan 116 situs percandian atau objek kepurbakalaan, mulai dari kaki sampai mendekati puncak gunung<ref>Utomo, YW. [http://sains.kompas.com/read/2014/01/16/1126232/Ditemukan.116.Situs.di.Gunung.Penanggungan Ditemukan 116 Situs di Gunung Penanggungan.]. Kompas Daring. Edisi Kamis, 16 Januari 2014. Diakses 16 Oktober 2014.</ref>. Eksplorasi oleh tim dari Universitas Surabaya (Ubaya) hingga 2017 telah menginvetarisasi 198 situs/bangunan kepurbakalaan<ref>Miftakhul F.S. [https://www.jawapos.com/pendidikan/20/05/2017/kenalkan-198-cagar-budaya-di-gunung-penanggungan Kenalkan 198 Cagar Budaya di Gunung Penanggungan]. JawaPos daring Edisi 20 Mei 2017, 15:48:29 WIB. Diakses 2 Jannuari 2019.</ref>. Beberapa struktur yang ditemukan adalah [[Gapura Jedong]] (926 Masehi), [[Petirtaan Jalatunda]] (abad ke-10), [[Petirtaan Belahan]] (l.k. 1009 M), [[Candi Kendalisodo]] (Kep. LXV), [[Candi Merak (Jawa Timur)|Candi Merak]] (Kep. LXVII), [[Candi Yudha]], [[Candi Pandawa]] (Kep. VI), dan [[Candi Selokelir]] (pertama kali dilaporkan tahun 1900 oleh seorang kontrolir bernama Broekveldt<ref name="arkenas" />). Selain bangunan, ditemukan pula [[punden berundak]] dan tempat pertapaan. Candi-candi di Gunung Penanggungan memiliki gaya yang unik, yaitu bangunannya menempel pada dinding gunung/lereng, tidak berdiri sendiri. Banyak di antaranya bergaya [[punden berundak]], yang dianggap sebagai ciri khas asli gaya bangunan pemujaan di Nusantara. Terbukanya "jalur ziarah" kuno setelah kebakaran hebat pada tahun 2015 juga menegaskan bahwa gunung ini adalah tempat suci bagi masyarakat Jawa di paruh pertama milenium kedua era modern<ref name="Uzone"/>.
Berdasarkan studi selama dua tahun (2012-2014) ditemukan 116 situs percandian atau objek kepurbakalaan, mulai dari kaki sampai mendekati puncak gunung<ref>Utomo, YW. [http://sains.kompas.com/read/2014/01/16/1126232/Ditemukan.116.Situs.di.Gunung.Penanggungan Ditemukan 116 Situs di Gunung Penanggungan.]. Kompas Daring. Edisi Kamis, 16 Januari 2014. Diakses 16 Oktober 2014.</ref>. Eksplorasi oleh tim dari SCU Universitas Surabaya (Ubaya) hingga 2017 telah menginvetarisasi 198 situs/bangunan kepurbakalaan<ref>Miftakhul F.S. [https://www.jawapos.com/pendidikan/20/05/2017/kenalkan-198-cagar-budaya-di-gunung-penanggungan Kenalkan 198 Cagar Budaya di Gunung Penanggungan]. JawaPos daring Edisi 20 Mei 2017, 15:48:29 WIB. Diakses 2 Jannuari 2019.</ref>. Beberapa struktur yang ditemukan adalah [[Gapura Jedong]] (926 Masehi), [[Petirtaan Jalatunda]] (abad ke-10), [[Petirtaan Belahan]] (l.k. 1009 M), [[Candi Kendalisodo]] (Kep. LXV), [[Candi Merak (Jawa Timur)|Candi Merak]] (Kep. LXVII), [[Candi Yudha]], [[Candi Pandawa]] (Kep. VI), dan [[Candi Selokelir]] (pertama kali dilaporkan tahun 1900 oleh seorang kontrolir bernama Broekveldt<ref name="arkenas" />). Selain bangunan, ditemukan pula [[punden berundak]] dan tempat pertapaan. Candi-candi di Gunung Penanggungan memiliki gaya yang unik, yaitu bangunannya menempel pada dinding gunung/lereng, tidak berdiri sendiri. Banyak di antaranya bergaya [[punden berundak]], yang dianggap sebagai ciri khas asli gaya bangunan pemujaan di Nusantara. Terbukanya "jalur ziarah" kuno setelah kebakaran hebat pada tahun 2015 juga menegaskan bahwa gunung ini adalah tempat suci bagi masyarakat Jawa di paruh pertama milenium kedua era modern<ref name="Uzone"/>.


Karena kekayaan peninggalan budaya ini, kawasan Gunung Penanggungan telah ditetapkan sebagai "Satuan Ruang Geografis Kawasan Penanggungan sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Provinsi" melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur no. 188/18/Kpts/013/2015 tanggal 14 Januari 2015<ref>Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur. [https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjatim/penetapan-kawasan-cagar-budaya-oleh-gubernur-jawa-timur/ Penetapan Kawasan Cagar Budaya oleh Gubernur Jawa Timur]. Indonesiana Platform Kebudayaan. 16 Desember 2014. Diakses 3 Januari 2019.</ref><ref>Fahrizal Tito. [http://beritajatim.com/pendidikan_kesehatan/267865/pemprov_jatim_terbitkan_sk_dukung_ubaya_ungkap_situs_gunung_penanggungan.html Pemprov Jatim Terbitkan SK Dukung Ubaya ungkap Situs Gunung Penanggungan]. Edisi Senin, 30 Mei 2016 13:41:53 WIB. Diakses 3 Januari 2019.</ref>.
Karena kekayaan peninggalan budaya ini, kawasan Gunung Penanggungan telah ditetapkan sebagai "Satuan Ruang Geografis Kawasan Penanggungan sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Provinsi" melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur no. 188/18/Kpts/013/2015 tanggal 14 Januari 2015<ref>Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur. [https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjatim/penetapan-kawasan-cagar-budaya-oleh-gubernur-jawa-timur/ Penetapan Kawasan Cagar Budaya oleh Gubernur Jawa Timur]. Indonesiana Platform Kebudayaan. 16 Desember 2014. Diakses 3 Januari 2019.</ref><ref>Fahrizal Tito. [http://beritajatim.com/pendidikan_kesehatan/267865/pemprov_jatim_terbitkan_sk_dukung_ubaya_ungkap_situs_gunung_penanggungan.html Pemprov Jatim Terbitkan SK Dukung Ubaya ungkap Situs Gunung Penanggungan]. Edisi Senin, 30 Mei 2016 13:41:53 WIB. Diakses 3 Januari 2019.</ref>.

Revisi per 14 Januari 2021 01.12

Gunung Penanggungan
Berkas:Arjuno Welirang Penanggungan from Sidoarjo.jpg
Kompleks pegunungan Arjuno-Welirang dan Penanggungan dari arah Sidoarjo. Gunung Penanggungan terletak paling kanan.
Titik tertinggi
Ketinggian1 653 m (5 423 kaki)
Koordinat7°36′54″S 112°37′12″E / 7.615°S 112.62°E / -7.615; 112.62
Geografi
LetakKabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia
Geologi
Jenis gunungStratovolcano

Gunung Penanggungan (nama kuno: Gunung Pawitra) (1.653 m dpl) adalah gunung berapi kerucut dalam kondisi istirahat yang berada di Jawa Timur, Indonesia. Posisinya berada di perbatasan dua kabupaten, yaitu Kabupaten Mojokerto (sisi barat) dan Kabupaten Pasuruan (sisi timur) dan berjarak kurang lebih 55 km sebelah selatan kota Surabaya.

Gunung Penanggungan merupakan gunung kecil yang berada pada satu kluster dengan Gunung Arjuno dan Gunung Welirang yang jauh lebih besar. Meskipun kecil, gunung ini memiliki keunikan dari sisi kesejarahan, oleh karena di sekujur permukaannya, mulai dari kaki sampai mendekati puncak, dipenuhi banyak situs kepurbakalaan yang dibangun pada periode Hindu-Buddha dalam sejarah Indonesia.

Gunung Penanggungan dipandang sebagai gunung keramat, suci, dan merupakaan jelmaan Mahameru, gunungnya para dewa. Hal tersebut juga terkait dengan tata letak Gunung Penanggungan yang unik. Dalam kitab Tantu Panggelaran Saka 1557 atau 1635 M, konon dinyatakan bahwa para dewa sepakat untuk menyetujui bahwa manusia dapat berkembang di Pulau Jawa, namun pulau itu tidak stabil, selalu berguncang diterpa ombak lautan. Lalu untuk menstabilkan kondisi Pulau Jawa, para dewa memindahkan Gunung Mahameru dari Jambhudwipa ke Jawadwipa. Dalam perjalanan kepindahan tersebut, sebagian Mahameru ada yang rontok berjatuhan, maka menjelmalah gunung-gemunung yang ada di Pulau Jawa dari barat ke timur. Bagian terbesarnya jatuh menjelma menjadi Gunung Semeru, sedang puncak Mahameru dihempaskan oleh para dewa menjadi Pawitra yang sekarang disebut Gunung Penanggungan. Oleh karena itu, Pawitra menjadi gunung yang keramat dalam pemikiran Jawa masa Hindu-Buddha, karena puncak Mahameru yang dipindahkan ke Jawa.[1]

Geologi dan morfologi

Gunung Penanggungan sering dianggap sebagai miniatur dari Gunung Semeru, karena hamparan puncaknya yang sama-sama terdapat pasir dan batuan yang luas.

Puncak Penanggungan (1653 m) berupa kerucut piroklastik dilengkapi dengan kubah lava, dikelilingi oleh delapan puncak yang lebih rendah, yaitu Gunung Wangi (987 m, sisi tenggara), Gunung Bendo (1015 m, sisi selatan), Gunung Sarahklapa (1235 m, sisi barat daya), Gunung Jambe (745 m, sisi barat), Gunung Bekel (1260 m, sisi barat laut), Gunung Gambir/Genting (588 m, sisi utara), Gunung Gajahmungkur (1089 m, sisi timur laut), dan Gunung Kemuncup (1238 m, sisi timur).

Ditilik dari usia pembentukan, Gunung Penanggungan terbentuk dari aktivitas generasi ketiga di kompleks Arjuno-Welirang-Anjasmoro, satu periode pembentukan dengan Gunung Arjuno muda, Gunung Welirang, dan Gunung Kelud, diperkirakan pada kala Holosen[2][3]. Aliran lava (tua) dari kawah tepi mengalir ke seluruh sisi dan tumpukan sisa awan panas (aliran piroklastik) membentuk punggungan di sekitarnya. Kajian oleh tim van Bemmelen (1937) mendapati gunung api ini telah tidak aktif paling tidak selama 1000 tahun, dan erupsi terakhir diperkirakan terjadi sekitar 200 M[4].

Kawasan sekitaran Gunung Penanggungan merupakan hunian yang tergolong padat, juga merupakan pusat industri manufaktur yang berkembang pesat. Dalam radius 5 km dari puncak, hampir 20 000 jiwa menghuni kawasan sekeliling gunung; tetapi dalam jarak 10 km terdapat lebih daripada 400 ribu jiwa yang menghuni kawasan sekeliling gunung[4].

Arkeologi dan nilai budaya

Candi Kendalisodo.
Lihat pula: Cagar Budaya Gunung Penanggungan.

Dilihat dari sisi sejarah, gunung ini memiliki nilai yang penting karena di sekujur lerengnya dipenuhi oleh ratusan situs-situs arkeologi dan spiritual Indonesia dari era Hindu-Buddha. Lebih daripada seratus bangunan atau sisa bangunan ditemukan, kebanyakan berada pada sisi barat sampai utara (Kecamatan Trawas, Mojokerto)[5].

Menurut mitos Jawa, sebagaimana tertulis dalam Kitab Tantu Panggelaran, Gunung Penanggungan (Pawitra) merupakan bagian puncak Gunung Mahameru yang tercecer ketika dipindahkan ke Jawadwipa (Pulau Jawa). Penanggungan merupakan salah satu dari sembilan gunung yang dianggap suci di Jawa. Kakawin Negarakertagama menyebutkan bahwa Gunung Pawitra merupakan satu dari tujuh gunung tempat para resi bertapa (gunung lainnya adalah Pucangan, Sampud, Rupit, Pilan, Jagadhita, dan Butun[6]). Tampaknya, referensi kesucian tersebut tidak terlepas dari morfologi kompleks gunung ini, berupa satu puncak tertinggi yang dikelilingi oleh delapan puncak yang posisinya sedikit banyak mengingatkan pada gambaran mandala dalam kosmologi Hindu-Budha.

Di sekujur lereng kompleks gunung ini (yang telah ditemukan saat ini berada di Gunung Penanggungan sendiri, Gunung Bekel, dan Gunung Kemuncup) ditemukan berbagai peninggalan purbakala, baik candi, ceruk pertapaan, maupun petirtaan dari periode Hindu-Buddha di Jawa Timur. Inventarisasi dan dokumentasi pertama kali dilakukan oleh tim Dinas Kepurbakalaan Hindia Belanda 1935 –1940, di bawah pimpinan W.F. Stutterheim dan A. Gall, setelah sebelumnya banyak laporan dari berbagai sumber sejak 1900, beberapa bahkan menyertakan foto dan menemukan prasasti angka tahun dari abad ke-15 M[7]. Tim mencatat 81 kepurbakalaan ("Kep.") yang diberi angka Romawi I–LXXXI. Hasil penelitian ini baru diterbitkan pada 1951, tetapi datanya tidak lengkap lagi[8].

Berdasarkan studi selama dua tahun (2012-2014) ditemukan 116 situs percandian atau objek kepurbakalaan, mulai dari kaki sampai mendekati puncak gunung[9]. Eksplorasi oleh tim dari SCU Universitas Surabaya (Ubaya) hingga 2017 telah menginvetarisasi 198 situs/bangunan kepurbakalaan[10]. Beberapa struktur yang ditemukan adalah Gapura Jedong (926 Masehi), Petirtaan Jalatunda (abad ke-10), Petirtaan Belahan (l.k. 1009 M), Candi Kendalisodo (Kep. LXV), Candi Merak (Kep. LXVII), Candi Yudha, Candi Pandawa (Kep. VI), dan Candi Selokelir (pertama kali dilaporkan tahun 1900 oleh seorang kontrolir bernama Broekveldt[7]). Selain bangunan, ditemukan pula punden berundak dan tempat pertapaan. Candi-candi di Gunung Penanggungan memiliki gaya yang unik, yaitu bangunannya menempel pada dinding gunung/lereng, tidak berdiri sendiri. Banyak di antaranya bergaya punden berundak, yang dianggap sebagai ciri khas asli gaya bangunan pemujaan di Nusantara. Terbukanya "jalur ziarah" kuno setelah kebakaran hebat pada tahun 2015 juga menegaskan bahwa gunung ini adalah tempat suci bagi masyarakat Jawa di paruh pertama milenium kedua era modern[8].

Karena kekayaan peninggalan budaya ini, kawasan Gunung Penanggungan telah ditetapkan sebagai "Satuan Ruang Geografis Kawasan Penanggungan sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Provinsi" melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur no. 188/18/Kpts/013/2015 tanggal 14 Januari 2015[11][12].

Vegetasi

Vegetasi yang menutupnya merupakan kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung. Pada bagian kerucut teratas menuju puncak terdapat padang rerumputan (stepa pegunungan) yang didominasi gelagah dan alang-alang serta di sana-sini terdapat pohon kaliandra yang tampaknya sengaja ditanam sebagai tanaman penghijauan.

Rute Pendakian

Selain sebagai kawasan sejarah dan ziarah, gunung berapi ini juga merupakan sasaran pendakian. Karena puncaknya yang relatif lebih rendah daripada gunung lain di sekitarnya, gunung ini cocok untuk dijadikan sarana "pemanasan" atau sekadar berlibur. Ada sejumlah jalur pendakian yang umum digunakan.

Jalur Wonosunyo, Betro, Gempol

Jalur Betro diawali dari Desa Wonosunyo, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan. Ini adalah jalur yang dimulai dari sisi timur laut Gunung Penanggungan. Dari jalur ini pendaki akan melewati Petirtaan Belahan (Candi Sumber Tetek).

Jalur Jalatunda, Trawas

Awal jalur ini adalah Petirtaan Jalatunda di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, yang berlokasi di sisi barat gunung. Jalur ini boleh dibilang "jalur sejarah" atau "jalur ziarah" karena banyak melewati objek-objek purbakala, seperti Candi Bayi, Candi Putri, Candi Pura, Candi Gentong, dan Candi Sinta. Ujung jalur ini adalah kawasan puncak sisi utara. Ada percabangan arah utara menuju Candi Naga I di dekat Candi Pura. Dari Jalatunda juga terdapat percabangan ke kiri menuju puncak Gunung Bekel, yang akan melewati Candi Kama II dan Candi Kendalisodo.

Jalur Kedungudi, Trawas

Awal pendakian dimulai dari Desa Kedungudi, Kecamatan Trawas. Beberapa candi yang dilewati/berdekatan dengan jalur ini adalah Candi Guru dan Candi Siwa. Jalur ini juga berhubungan dengan jalur Jalatunda dan akan melewati Candi Sinta, Candi Lurah, Candi Carik, dan Candi Naga II.

Jalur Tamiajeng, Trawas

Jalur ini adalah jalur paling populer bagi pendaki, dimulai dari Desa Tamiajeng, Trawas, Kabupaten Mojokerto, yang merupakan sisi barat daya gunung. Jalur ini paling singkat, tetapi cukup terjal. Terdapat empat pos perhentian sebelum sampai lapangan puncak. Dari jalur ini akan melewati pelataran yang dikenal sebagai "Bukit Bayangan".

Jalur Ngoro

Jalur ini dimulai dari Kecamatan Ngoro, Mojokerto[13], tepatnya Dusun Genting, Desa Watonmas Jedong. Jalur ini adalah jalur terberat.

Gambar-gambar

Rujukan

  1. ^ Dewan Kesenian Jawa Timur, Penanggungan: Warisan Leluhur yang Tersimpan, Surabaya: DKJT, 2018, 6.
  2. ^ Carstenz. A. GEOMORFOLOGI KOMPLEKS VULKAN ARJUNO-WELIRANG JAWA TIMUR. Artikel pada blog Klinik Geografi Fisik. Diakses 2 Januari 2019.
  3. ^ Bahar. H. 2017. INTERPRETASI KONDISI GEOLOGI WILAYAH VULKANIKMENGGUNAKAN Analisis CITRASATELIT LANDSAT 8(Daerah Studi: Gunung Penanggungan, Jawa Timur. Jurnal IPTEK Vol.21 No.2: 43-50.
  4. ^ a b Global Volcanism Program. Penanggungan.
  5. ^ Bachtiar JA, Jaelani LM. 2017. Visualisasi Peta Cagar Budaya menggunakan Geoportal Palapa pada Kawasan Situs Trowulan dan Gunung Penanggungan JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2: 2337-3520.
  6. ^ Risa Herdahita Putri. Tempat Menyepi dan Belajar Agama. Majalah Historia daring. Edisi 7 Juni 2018, 19:16. Diakses 2 Januari 2019.
  7. ^ a b Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. 1974. Laporan Hasil Survai Kepurbakalaan di Gunung Penanggungan (Jawa Timur). Berita Penelitian Arkeologi no. 1. Hal. 1-21.
  8. ^ a b Chairul Akhmad. WAC 2017: Jejak Arkeologis Gunung Penanggungan. U-Zone Travel. Edisi 04 Mei 2017. Diakses 2 Januari 2019.
  9. ^ Utomo, YW. Ditemukan 116 Situs di Gunung Penanggungan.. Kompas Daring. Edisi Kamis, 16 Januari 2014. Diakses 16 Oktober 2014.
  10. ^ Miftakhul F.S. Kenalkan 198 Cagar Budaya di Gunung Penanggungan. JawaPos daring Edisi 20 Mei 2017, 15:48:29 WIB. Diakses 2 Jannuari 2019.
  11. ^ Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur. Penetapan Kawasan Cagar Budaya oleh Gubernur Jawa Timur. Indonesiana Platform Kebudayaan. 16 Desember 2014. Diakses 3 Januari 2019.
  12. ^ Fahrizal Tito. Pemprov Jatim Terbitkan SK Dukung Ubaya ungkap Situs Gunung Penanggungan. Edisi Senin, 30 Mei 2016 13:41:53 WIB. Diakses 3 Januari 2019.
  13. ^ Ishomuddin. Jalur Pendakian Gunung Penanggungan Ditutup. Tempo Daring. Edisi Selasa, 21 Oktober 2014. Diakses 11 November 2014.

Lihat pula