Muhammad dari Banjar: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
Alamnirvana (bicara | kontrib)
Baris 119: Baris 119:


Menurut wasiat Sultan Tahmidillah I yang harus mengantikan ia menjadi Sultan yaitu Pangeran Abdullah anak yang nomor 2 dan sementara putera itu masih dibawah umur, maka kerajaan Banjar diperintahkan oleh Pangeran Nata bergelar Sultan Tahmidillah II.<ref name="suluh">{{cite book
Menurut wasiat Sultan Tahmidillah I yang harus mengantikan ia menjadi Sultan yaitu Pangeran Abdullah anak yang nomor 2 dan sementara putera itu masih dibawah umur, maka kerajaan Banjar diperintahkan oleh Pangeran Nata bergelar Sultan Tahmidillah II.<ref name="suluh">{{cite book
| first= [[Amir Hasan Kiai Bondan|Amir Hasan]]
| authorlink= Amir Hasan Kiai Bondan
| first= Amir Hasan
| last= Kiai Bondan
| last= Kiai Bondan
| title= Suluh Sedjarah Kalimantan
| title= Suluh Sedjarah Kalimantan

Revisi per 12 Oktober 2020 03.28

Tuan Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Muhammadillah/Muhammad Aliuddin Aminullah bin Sultan Il-Hamidullah/Sultan Kuning[1][2]
Sultan Banjar
Berkuasa3 Agustus 1759-16 Januari 1761
Penobatan3 Agustus 1759
PendahuluSultan Tamjidullah I
PenerusSunan Nata Alam
SultanLihat daftar
KelahiranPangeran Muhammad
WangsaDinasti Banjarmasin
AyahSultan Ilhamidullah bin Sultan Tahmidillah I
Anak♀ 1. Ratu Rabiah

♂ 2. Pangeran Abdoe'llah (Putra Mahkota)
♂ 3. Pangeran Rachmat
♂ 4. Pangeran Amir

♂ 5. Goesti Koesin
AgamaIslam Sunni


Pangeran Muhammad bergelar Tuan Almusyarafat Pangeran Ratu Anum gelar abhiseka Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah [4] atau Sultan Muhammadillah [5] atau Sultan Martapura (bin Sultan Hamidullah / il-Hamidullah /Sultan Kuning adalah Sultan Banjar antara tahun 1759-1761.[6]

Ia merupakan saudara ipar dari Panembahan Batu.[7], walaupun ada juga yang menyebut antara Pangeran Tachmit dengan Pangeran Natta (Tahmidillah II) sebagai saudara tirinya.[8][9]

Menurut Arsip Nasional Republik Indonesia, korespondensi antara Raja Banjar Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah kepada VOC-Belanda terjadi sejak tanggal 10 September 1759 sampai 17 Juni 1760.[10]

Pangeran Muhammad [5] atau Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah adalah putera dari Sultan Hamidullah/Sultan Kuning. Muhammad yang berhasil naik tahta setelah mengkudeta pamannya yang sebenarnya adalah Wali Sultan. Sultan Muhammad wafat pada 16 Januari 1761, dengan meninggalakan puteranya yaitu Abdullah yang masih berumur tujuh tahun.[11] Di samping dibantu oleh Mangkubumi Pangeran Wira Nata (sepupu Sultan Muhammad), Sultan Muhammad juga dibantu oleh dua orang keponakannya Pangeran Jiwakusuma dan Pangeran Jiwanegara sebagai menteri koordinator yang masing disebut Mantri Panganan (Bentara kanan) dan Mantri Pangiwa (Bentara kiri), dan saudara tiri Sultan Muhammad bernama Gusti Wiramanggala dilantik sebagai salah seorang mantri sikap[12]

Keturunannya:[13]

  1. Ratu Rabiah
  2. Pangeran Abdullah, menikah dengan Ratu Siti Aer Mas binti Panembahan Batu)[14]
  3. Pangeran Rahmat (Ia dibunuh di daerah pegunungan di Pelaihari atas perintah Panembahan Batu)[15]
  4. Pangeran Amir, kakek dari Pangeran Antasari
  5. Gusti Kusin

Kemangkatan Sultan Hamidullah/Sultan Kuning tahun 1734, menimbulkan pertentangan kepentingan perebutan kekuasaan sebab putra mahkotanya belum dewasa pada saat Sultan mangkat. Sesuai dengan tradisi, maka wali dipegang oleh pamannya atau adik Sultan Kuning yaitu pangeran Tamjidillah I, sehingga kelak jika putra mahkota telah dewasa, barulah tahta kerajaan akan diserahkan. Pangeran Tamjidillah I sebagai wali sultan mempunyai siasat yang lebih jauh, yaitu berkeinginan menjadikan hak kekuasaan politik berada dalam tangannya dan keturunannya. Untuk itu, Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah yang telah dewasa menjadi menantunya. Dengan perkawinan tersebut, putra mahkota tentunya tidak sampai hati meminta bahkan merebut kekuasaan dari mertuanya, yang berarti sama dengan ayahnya sendiri. Kenyataan memang demikian, sehingga putra mahkota tidak begitu bernafsu, untuk meminta kembali hak atas tahta kesultanan Banjarmasin. Oleh sebab itu, Pangeran Tamjidillah I berhasil berkuasa selama 25 tahun dan mengangkat dirinya menjadi Sultan dengan gelar Sultan Sepuh (1734-1759).[16]

Tetapi bagaimanapun juga Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah ingin mengambil kembali hak atas tahta kerajaan sebagai ahli waris yang sah dari Sultan Kuning. Usahanya meminta bantuan VOC merebut tahta dari pamannya, sekaligus juga mertuanya, tidak kunjung tiba, karena itu dengan inisiatif sendiri, Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah berhasil lepas dari kungkungan pamannya dan melarikan diri ke Tabanio, sebuah pelabuhan perdagangan lada yang terpenting dari kesultanan Banjarmasin. Putera mahkota menjadi bajak laut untuk mengumpulkan kekuatan, dan menanti saat yang baik merebut kembali tahta pamannya. Sementara itu Sultan Sepuh/Tamjidillah I pada tahun 1747 membuat kontrak dagang dengan VOC, yang merupakan dasar bagi VOC, untuk mengadakan hubungan dagang dan politik dengan kesultanan Banjarmasin sampai tahun 1787.[16]

Tahmidillah I

Menurut Anggraini Antemas (1971:54), Pangeran Muhammad bergelar Sultan Tahmidillah I, sedangkan Pangeran Nata bergelar Sultan Tahmidillah II.[17]

Menurut wasiat Sultan Tahmidillah I yang harus mengantikan ia menjadi Sultan yaitu Pangeran Abdullah anak yang nomor 2 dan sementara putera itu masih dibawah umur, maka kerajaan Banjar diperintahkan oleh Pangeran Nata bergelar Sultan Tahmidillah II.[18]

Dihapuskan namanya dalam daftar Sultan Banjar

Sultan Muhammad (dinasti Tutus Tuha) telah dihapuskan namanya dalam daftar Sultan Banjar oleh usurpator dinasti Tutus Anum.

Tertulis dalam Notulen van de Algemeene en Directie-vergaderingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappenn (1864:315) menyebutkan:

„De 8ste sulthan van Bandjermasin, Tahhmid Illah I‚ liet bij zijn overlijden twee zonen na, de oudste genaamd sulthan Hhamid Illah of sulthan Koening, en de jongste genaamd pangeran Sepah. Hhamid Illah werd bij het overlijden zijns vaders sulthan, doch regeerde slechts zeer korten tijd en liet eenen minderjarigen zoon na, genaamd sulthan Mohamad Amin Ollah.'

„Gedurende de minderjarigheid van dezen laatste werd pangeran Sepah waarnemend sulthan, onder den naam van sulthan Tamdjid Illah I.

„Sulthan Mohamad Amin Ollah, meerderjarig geworden ‘ zijnde, nam zelf de teugels van het bewind in handen en Tamdjid Illah trad als waarnemend sulthan af; het volk bleef hem echter steeds sulthan Sepah of den ouden sulthan noemen.

„Nadat sulthan Mohamad Amin Ollah 7 jaren over Bandjerrnasin geregeerd had, stierf ook hij, drie zonen achterlatende (pangeran Rahhmat, pangeran Abdoellah en pangeran Amir), waarvan de oudste nog te jeugdig was om zelf te regeren.

„Tamdjid- Illah I trad toen wederom als waarnemend sulthan op, en nadat de beide pangerans Rahhmat en Abdoellah op zijnen last vergiftigd en geworgd waren, verhief hij zich tot werkelijk sulthan, zijnde inmiddels pangeran Amir gevlugt, en later door kracht van wapenen, en met behulp der O. I. compagnie gevangen genomen en naar Ceylon verbannen.

„Üfschoon Hhamid Illah en Mohamad Amin Ollah(hiervoren genoemd), de wettige troonsopvolgers, eenigen tijd over Bandjerxnasin hebben geregeerd, werden zij echter nimmer in de rij der vorsten opgenomen, en Tamdjid Illah I dus als de 9‘1e sulthan van Bandjermasin beschouwd.

„Na zijnen dood in 1175 volgde zijn zoon Tahhmid lllah II hem als 10‘“S sulthan op.

"Sulthan Bandjermasin ke-8, Tahhmid Illah I, meninggalkan dua putra setelah kematiannya, sulthan tertua bernama Hhamid Illah atau sulthan Koening, dan yang termuda bernama pangeran Sepah. Hhamid Illah menjadi sulthan setelah kematian ayahnya, tetapi ia memerintah hanya untuk waktu yang sangat singkat, dan meninggalkan seorang putra di bawah umur bernama sulthan Mohamad Amin Ollah. "

"Selama di bawah umur yang terakhir, pangeran Sepah menjadi bertindak sulthan, dengan nama sulthan Tamdjid Illah I.

"Sulthan Mohamad Amin Ollah, yang telah mencapai usia mayoritas, mengambil kendali pemerintah sendiri dan Tamdjid Illah mengundurkan diri sebagai penjabat sulthan; Namun, orang-orang terus memanggilnya Sulthan Sepah atau Sulthan tua. .

“Setelah Sulthan Mohamad Amin Ollah memerintah Bandjerrnasin selama 7 tahun, ia juga meninggal, meninggalkan tiga putra (Pangeran Rahhmat, Pangeran Abdullah dan Pangeran Amir), yang tertua di antaranya masih terlalu muda untuk memerintah.

"Tamdjid-Illah aku sekali lagi bertindak sebagai sulthan, dan setelah dua pangeran Rahhmat dan Abdullah telah diracuni dan memastikan atas tanggung jawabnya, ia naik ke sulthan nyata, sekarang dikepalai oleh pangeran Amir, dan kemudian dengan baju besi, dan ditangkap dengan bantuan perusahaan OI dan dibuang ke Ceylon.

“Meskipun Hhamid Illah dan Mohamad Amin Ollah (yang disebutkan di atas), penerus takhta, telah memerintah Bandjermasin selama beberapa waktu, mereka tidak pernah dimasukkan dalam garis pangeran, dan dengan demikian Tamdjid Illah I dianggap sebagai sulthan ke-9 dari Bandjermasin.

"Setelah kematiannya pada tahun 1175 Hijriyah, putranya Tahhmid lllah II menggantikannya sebagai sulthan ke 10.[19]

Perjanjian Benteng Tatas 27 Oktober 1756

Jacob Mossel, Gubernur Jenderal VOC tahun 1750-1761

Ada beberapa kontrak perjanjian yang dibuat antara Kesultanan Banjar dengan pihak VOC-Belanda yang ditandatangani oleh Paduka Seri Sultan Tamjidullah 1 dan Tuan Pangeran Ratu Anom (gelar dari Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah sebelum menjadi Sultan Banjar).[20][21][22]

Sebuah perjanjian ditandatangani oleh Paduka Seri Sultan Tamjidullah (ke-1) di Kayu Tangi dalam halaman kediaman Seri Sultan pada tahun seribu tujuh ratus lima puluh enam hari Arba dua puluh hari bulan Oktober. Pada 20 Oktober 1756 telah dibuat Perjanjian antara Paduka Seri Sultan Tamjidullah (ke-1)/Sultan Sepuh dengan VOC, tetapi seminggu kemudian terjadi lagi perjanjian yang dibuat oleh Tuan Almusyarafat Pangeran Ratu Anom adalah gelar dari Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah, menantu Paduka Seri Sultan Tamjidullah (ke-1) dan juga keponakan Seri Sultan dengan Kompeni Belanda. Perjanjian itu ditandatangani di benteng Tatas (Banjarmasin) pada 27 Oktober 1756. Perjanjian ini dibuat atas inisiatif sendiri dari Tuan Pangeran Ratu Anom dalam usahanya memperoleh tahta dari mertuanya, sesuai dengan perjanjian bahwa Paduka Seri Sultan Tamjidullah (ke-1) sebetulnya hanya berfungsi sebagai wali (Pemangku Raja), sementara Tuan Pangeran Ratu Anom belum dewasa. Pasal yang kedua dari perjanjian yang dibuatnya, menjelaskan usahanya merebut kekuasaan dan juga kekuasaan yang sekarang dipegang oleh Paduka Seri Sultan Tamjidullah (ke-1) adalah perbuatan seorang jahil yang hendak melenyapkan asal keturunan Sultan Banjar yang sah. Pasal yang kedua dari perjanjian itu berbunyi:
[20][16]

Tuan Yang Maha Mulia yang tersebut sesungguhnya perikutan yang benar dan betul dari tahta kerajaan Banjar dengan sangat kesukaran dipandang yang kerajaan ini dengan tiada patut adalah memegang mana tahta tahta kerajaan nenek moyangnya sampai bapanya yang telah wafat Paduka Seri Sultan Chamidullah selama beberapa dalam suatu juga asal keturunan yang benar dan diperintahkan maka pada sekarang ini telah diambil tahta kerajaan Tuan Yang Maha Mulia oleh seorang jahil dengan tiada patut serta memecahkan janjinya di atas bilik ketiduran bapa Tuan Yang Maha Mulia tatkala pulang kerahmatullah, mana kala Tuan Yang Maha Mulia digenapi umur delapan belas tahun akan menyerahkan tahta kerajaan Banjar...[20]

Kelanjutan dari perjanjian yang dibuat bahwa nanti kalau berhasil Pangeran Ratu Anom menjadi Sultan Banjar dia berjanji akan menyerahkan Kesultanan Banjar kepada Kompeni Belanda dan jabatannya sebagai Sultan merupakan kerajaan pinjaman dari kompeni. Sebagai Kerajaan pinjaman Pangeran Ratu Anom berjanji akan menyerahkan tiap tahun pada kompeni berupa: 1000 pikul lada hitam, 10 pikul lada putih, 11 karat batu intan, dan 100 real halus.[16]

Usahanya ini kemudian ternyata tidak berhasil karena itulah Pangeran Ratu Anom mencari jalan lain dengan cara keluar dari ibu kota Kerajaan, mengumpulkan kekuatan dan pengikut untuk pada suatu waktu yang tepat akan menyerang Kerajaan dan merebut tahta dari Paduka Seri Sultan Tamjidullah (ke-1). Ratu Anom memilih Tabanio yang pada saat itu merupakan pusat kegiatan perdagangan. Perdagangan Muhammad Aliuddin Aminullah yang juga bergelar Pangeran Ratu Anom tetap bermarkas di Tabanio, yang menurut Onderkoopman Ring Holm merupakan pusat perdagangan gelap yang paling ramai di pulau Kalimantan.[16]

Setelah berhasil mengumpulkan kekuatan dan pengikut yang besar, Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah melaksanakan maksudnya semula yaitu merebut kembali tahta kesultanan, dari tugas pamannya yang sekaligus mertuanya, mengambil hak atas tahta sesuai dengan tradisi yang sah dari kesultanan Banjarmasin. Menggunakan sejumlah perahu dengan pengikut yang besar, Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah bertolak dari Tabanio menyusuri Tanjung Silat yang berombak besar dan kadang-kadang angin bertiup kencang, kemudian memasuki sungai Barito, terus berbelok ke sungai Martapura, akhirnya sampai ke Martapura. Berita kedatangan Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah yang akan menyerang Martapura sempat menggemparkan keluarga istana, tetapi Paduka Seri Sultan Tamjidullah (ke-1) tetap tenang atas situasi yang gawat tersebut.[16]


Isi Perjanjian Benteng Tatas tanggal 27 Oktober 1756 pada bagian yang tertulis dengan huruf Arab-Melayu dan berbahasa Melayu sebagai berikut:[20]


Fasal jang pertama.

Fasal jang kedua.

Fasal jang ketiga.

Fasal jang keempat.

Fasal jang kelima.

Fasal jang keenam.

Fasal jang ketudjuh.

Fasal jang kedelapan.

Fasal jang kesembilan.

Fasal jang kesepuluh.

Penyerahan Tahta

Dengan dasar pertimbangan supaya jangan terjadi pertumpahan darah antar keluarga sendiri, apalagi Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah adalah kemenakan dan menantunya sendiri, Pangeran Tamjidillah I menyerahkan tahta kesultanan Banjarmasin, sehingga Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah berkuasa atas kesultanan Banjarmasin. Secara lahiriah Pengeran Tamjidillah I ikhlas, menyerahkan tahta kepada keponakannya Pangeran Mohammad Aliuddin, tetapi secara sembunyi Pangeran Tamjidillah I tidak senang hati atas berpindahnya tahta dari tangannya, apalagi sebetulnya sebagian besar kaum bangsawan mendukungnya sebagai Sultan. Hal inilah yang menyebabkan Pangeran Tamjidillah I membuat siasat licik, untuk mengembalikan tahta ke tangannya. Ketika Pangeran Tamjidillah I menyerahkan tahta kepada Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah keponakannya, di hadapan para bangsawan dia mengatakan: Biarlah tahta direbut oleh Ratu Anom (gelar Pangeran Muhammad Aliuddin) sebentar lagi juga akan mati

Ucapan ini lahir dari niat liciknya untuk melenyapkan Pangeran Muhammad Aliuddin sebagai Sultan. Bagaimana caranya? Kenyataannya Ratu Anom atau Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah menderita sakit yang terus menerus dan menyebabkan kesehatannya makin lama makin mundur dan pada tahun 1761 dia mangkat dengan meninggalkan putera mahkota yang masih kecil. Diduga kematian Sultan ini akibat diracun.[16]

Bersikap Keras Terhadap VOC

Meskipun pemerintahan Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah hanya berlangsung 3 tahun, dia mempunyai sikap politik yang keras terhadap VOC, sehingga lebih banyak berusaha menguntungkan perdagangan Kerajaan, daripada harus tunduk pada kemauan Belanda. Pemimpin-pemimpin VOC yang pernah berhubungan dengan Sultan Aminullah, harus sangat berhati-hati, sehingga Sultan tidak merasa tersinggung, karena watak Orang Banjar sangat keras kalau dia tersinggung. Hal ini dilaporkan oleh VOC kepada Residen de Lilc yang berbunyi sebagai berikut:
Residen jangan mengira bahwa di Banjar ini sama halnya dengan di Banten atau Jawa. Orang Banten atau Orang Jawa walaupun dia dipukul kompeni dengan cambuk di kepalanya, sekali-kali tak berani mengatakan bahwa pukulan itu sakit, tapi orang Banjar mendengar kata-kata yang keras saja sudah marah dan bila sampai terjadi begitu maka seluruh Banjar akan merupakan buah-buahan yang banyak pada satu tangkai.[16]

Dinasti Tamjidullah I

Siasat Tamjidillah I berhasil, karena Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah mangkat 1761[23], sementara Putera Mahkota masih kecil, karena itulah jabatan mangkubumi kembali berada di tangannya sebagai wali Sultan yang belum dewasa, dan Tamjidullah I menunjuk puteranya sendiri yaitu Pangeran Natadilaga sebagai wali sultan yang kemudian terkenal sebagai Sunan Nata Alam, raja dari kesultanan Banjarmasin yang terbesar dalam abad ke-18. Cerita lama yang pernah dialami oleh Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah setelah ayahnya Sultan Chamidullah/Sultan Kuning mangkat, kembali terulang setelah Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah mangkat. Wali Sultan Nata Alam berusaha agar tahta tetap dipegangnya dan ahli waris berada pada garis keturunannya. Nata Alam/Sulaiman Saidullah I mulai mengatur siasat untuk melaksanakan ambisinya. Pertama-tama dia berusaha memperoleh dukungan kaum bangsawan, dan ternyata dukungan dengan mudah diperolehnya. Selanjutnya dia mengangkat puteranya sebagai penggantinya kelak dengan gelar Sultan Sulaiman Saidullah II yang saat itu baru berusia 6 tahun (1767). Limabelas tahun kemudian yaitu pada tahun 1782 kembali diangkatnya cucu yang baru lahir dengan gelar Sultan Adam al-Watsiq Billah. Tindakan ini merupakan realisasi dari siasatnya untuk mengekalkan tahta atas garis keturunannya dan mendapat dukungan dari kaum bangsawan yang memang dengan mudah diperolehnya. Siasat selanjutnya ialah Nata Alam mengangkat dirinya sebagai Sultan Kerajaan Banjar (17871801).[16]


Kematian tahun 1761

Dalam beberapa literatur tertulis Sultan Muhammad mangkat pada tahun 1785.[24][25]

Namun fakta sebenarnya Sultan Muhammad telah mangkat pada 16 Januari 1761, Sedangkan yang meninggal pada tahun 1875 adalah Putra Mahkota Sri Pangeran Abdulah, yaitu anak Sultan Muhammad.

Rujukan

  • Arsip Nasional, Surat-Surat Perjanjian antara Kesultanan Bandjarmasin, dengan Pemerintahan VOC, Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia Belanda 1835-1860, Jakarta, 1965.

Referensi

  1. ^ (Belanda) J. M. C. E. Le Rutte, Episode uit den Banjermasingschen oorlog, A.W. Sythoff, 1863
  2. ^ (Indonesia) Kartodirdjo, Sartono (1993). Pengantar sejarah Indonesia baru, 1500-1900: Dari emporium sampai imperium. 1. Gramedia. hlm. 256. ISBN 9794031291. ISBN 978-979-403-129-2
  3. ^ http://www.kabarbanjarmasin.com/posting/raja-banjar-sejak-sultan-suriansyah.html
  4. ^ "Rulers in Asia (1683 – 1811): attachment to the Database of Diplomatic letters" (PDF). Arsip Nasional Republik Indonesia. hlm. 48. Diakses tanggal 2018-09-23. 
  5. ^ a b (Indonesia) Mohamad Idwar Saleh; Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1986
  6. ^ Gordon, Bruce R. (2018-01-11). "Southeast Asia: the Islands". CoreComm Internet - Start. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-01-11. Diakses tanggal 2018-09-23. 
  7. ^ Abdul Rahman Hj. Abdullah (2016). "Sejarah, Tamadun, Islam, Masihi, Nusantara". Biografi Agung Syeikh Arsyad Al-Banjari (dalam bahasa Melayu). Malaysia: Karya Bestari. hlm. 100. ISBN 9678605945.  ISBN 9789678605946
  8. ^ Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia). (1864). Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde (dalam bahasa Belanda). 14. Lange. hlm. 384. 
  9. ^ Luis de Estrada (1863). La India Neerlandesa, sus posesiones y establecimientos en el archipielago de Asia (dalam bahasa Spanyol) (edisi ke-2). Rivadeneyra. hlm. 290. 
  10. ^ "Mencari Surat-Surat :: Sejarah Nusantara". Arsip Nasional Republik Indonesia. Diakses tanggal 2018-09-23. 
  11. ^ (Belanda) Cornelis Noorlander, Johannes (1935). Bandjarmasin en de Compagnie in de tweede helft der 18de eeuw. M. Dubbeldeman. hlm. 43. 
  12. ^ http://eprints.lib.ui.ac.id/12976/1/82338-T6811-Politik%20dan-TOC.pdf
  13. ^ Abdurrahman Hakim, Sejarah Kotabaru, Rekayasa Sains Bandung, ISBN 978-979-3784-46-5
  14. ^ Pangeran Abdullah diracun mertuanya sendiri (Sunan Nata Alam) pada 17 Maret 1776
  15. ^ (Belanda) J. J. Meijer (Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia).) (1864). Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde. 14. Lange. hlm. 383. 
  16. ^ a b c d e f g h i Gazali Usman, Ahmad (1994). Kerajaan Banjar:Sejarah Perkembangan Politik, Ekonomi, Perdagangan dan Agama Islam. Banjarmasin: Lambung Mangkurat Press. 
  17. ^ Antemas, Anggraini (54). Orang-Orang Terkemuka dalam Sejarah Kalimantan (edisi ke-5). Kalimantan Selatan: Ananda Nusantara. 
  18. ^ Kiai Bondan, Amir Hasan (1953). Suluh Sedjarah Kalimantan. Bandjarmasin: Fadjar. 
  19. ^ Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (1864). "Notulen van de Algemeene en Directie-vergaderingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappenn" (dalam bahasa Belanda). 1. Lange & Company: 315. 
  20. ^ a b c d Hindia-Belanda (1965). Bandjermasin (Sultanate), Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia-Belanda 1635-1860 (PDF). Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen Perhubungan dengan Rakjat. hlm. 70. 
  21. ^ Arsip Nasional Republik Indonesia (1986). Inventaris arsip Borneo Westerafdeeling, 1609-1890 dan Borneo Zuid en Oosterafdeeling, 1664-1890. Arsip Nasional Republik Indonesia. 
  22. ^ Arsip Nasional Republik Indonesia (1986). Daftar persesuaian nomor pewataan arsip Borneo Zuid en Oosterafdeeling. Arsip Nasional Republik Indonesia. 
  23. ^ (Indonesia)A. Kardiyat Wiharyanto; Sejarah Indonesia madya abad XVI-XIX, Universitas Sanata Dharma, 2006
  24. ^ "Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde" (dalam bahasa Belanda). 9. Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. 1860: 98. 
  25. ^ "Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie͏̈" (dalam bahasa Belanda). 51. Lands-Drukkerij. 1861: 220.  Parameter |contribution= akan diabaikan (bantuan)


Didahului oleh:
Il-Hamidullah
Ratu Anum
1734-1759
Diteruskan oleh:
Pangeran Abdullah
Didahului oleh:
Tamjidullah I
Sultan Banjar
1759-1761
Diteruskan oleh:
Sunan Nata Alam