Wikipedia:Artikel pilihan/Usulan/Aksara Jawa: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 12: Baris 12:
@{{u|Meursault2004}}
@{{u|Meursault2004}}
saya paham kekhawatiran anda, namun bentuk-bentuk tersebut ada rujukannya. Semoga penjelasan saya memadai
saya paham kekhawatiran anda, namun bentuk-bentuk tersebut ada rujukannya. Semoga penjelasan saya memadai
* ḍa sekarang seringkali diajarkan bentuknya meruncing, namun dalam pernaskahan ini bukan satu-satunya cara dan anda bisa lihat sendiri di ''serat mardi kawi'' yang saya beri di referensi bahwa dalam menulis sansekerta, ḍa punuk kanannya tumpul sementara dha punuk kanannya runcing ([https://drive.google.com/file/d/0B4eJ6BhvZbrNZkU2elBWQlRfWHM/view Mardi Kawi] halaman ꧑꧐). Hal ini valid dan nyatanya digunakan dalam buku-buku cetak aksara Jawa yang isinya sastra Kawi, seperti Bharatayuddha yang ada di wikimedia commons. Let say bentuk semacam itu dipertahankan di tabel yang deret kuno, kemudian di tabel deret modern yang ḍa nya meruncing?
* ḍa sekarang seringkali diajarkan bentuknya meruncing, namun dalam pernaskahan ini bukan satu-satunya cara dan anda bisa lihat sendiri di ''serat mardi kawi'' yang saya beri di referensi bahwa dalam menulis sansekerta, ḍa punuk kanannya tumpul sementara dha punuk kanannya runcing ([https://drive.google.com/file/d/0B4eJ6BhvZbrNZkU2elBWQlRfWHM/view Mardi Kawi] halaman ꧑꧐). Hal ini valid dan nyatanya digunakan dalam buku-buku cetak aksara Jawa yang isinya sastra Kawi, seperti Bharatayuddha yang ada di wikimedia commons. Let say bentuk semacam itu dipertahankan di tabel yang deret kuno, kemudian di tabel deret modern yang ḍa nya meruncing? Karena ya saya juga akui bahwa memang yang dijarkan sekarang kebanyakan yang meruncing dan di naskah berbahasa Jawa baru juga banyak meruncing (meski saya kira tidak universal juga)
* ḍha dan ṭha (juga cha) memang bentuknya adalah rekaan modern yang [http://std.dkuug.dk/jtc1/sc2/wg2/docs/n3319.pdf diusulkan] dan disetujui dalam standar unicode. Jika perlu, bisa diberi catatan kaki pula bahwa bentuk tepat dari aksara-aksara ini agak ambigu, namun ada dan dijelaskan fungsinya seperti dalam panduan unicode RS Wihananto untuk menulis kata-kata Sansekerta dan nyatanya font-font unicode modern juga seringkali menyertakan kedua huruf ini (meski again, bentuknya bisa jadi agak ambigu)
* ḍha dan ṭha (juga cha) memang bentuknya adalah rekaan modern yang [http://std.dkuug.dk/jtc1/sc2/wg2/docs/n3319.pdf diusulkan] dan disetujui dalam standar unicode. Jika perlu, bisa diberi catatan kaki pula bahwa bentuk tepat dari aksara-aksara ini agak ambigu, namun ada dan dijelaskan fungsinya seperti dalam panduan unicode RS Wihananto untuk menulis kata-kata Sansekerta dan nyatanya font-font unicode modern juga seringkali menyertakan kedua huruf ini (meski again, bentuknya bisa jadi agak ambigu)
* pancawalimukha itu istilah sansekerta untuk grup bunyi itu, di komunitas pemakai seperti Segajabung di Yogyakarta dipakai. Namun jika memang tidak sreg, istilah itu bisa didelete karena ka ga nga seterusnya masih ada.
* pancawalimukha itu istilah sansekerta untuk grup bunyi itu, di komunitas pemakai seperti Segajabung di Yogyakarta dipakai. Namun jika memang tidak sreg, istilah itu bisa didelete karena ka ga nga seterusnya masih ada.

Revisi per 16 Juli 2020 00.33

Aksara Jawa

Pengusul: Alteaven (b • k • l)
Status:    Dalam diskusi

Sudah berstatus AB, mohon tanggapannya agar bisa ditingkatkan menjadi AP Alteaven (bicara) 13 Juli 2020 08.22 (UTC)[balas]

@Alteaven salah satu kriteria AP adalah konsistensi rujukan. Mengingat saudara sudah memakai sistem sfn, mungkin rujukan-rujukan buku yang masih dikutip secara utuh di catatan kaki bisa disfnkan juga? Terima kasih. Danu Widjajanto (bicara) 13 Juli 2020 12.24 (UTC)[balas]
Tag yang kemungkinan tertarik meninjau : Masjawad99, Meursault2004. HaEr48 (bicara) 13 Juli 2020 22.28 (UTC)[balas]

Komentar dari Meursault2004

Terima kasih Mas Danu Widjajanto. Secara kesan pertama, artikel ini panjang dan lengkap. Namun saya sebenarnya kurang sreg dengan artikel ini. Banyak bentuk huruf yang merupakan karangan dan tidak ditemukan di buku pedoman baku atau naskah. Misalnya seperti bentuk untuk 'ḍa' itu secara baku tidak demikian. Lalu bentuk untuk 'ḍha' juga didapat dari mana? Begitu pula untuk 'ṭha'. Lantas ada beberapa istilah yang tidak diberi rujukan seperti pancawalimukha. Istilah ini didapat dari mana? Kemudian untuk pranala luar itu tidak perlu menyenaraikan naskah-naskah digital. Mungkin baiknya di artikel lain, sebab tidak semua tidak berhubungan langsung dengan aksara Jawa. Jangan sampai artikel ini terkesan original research. Suwun. Meursault2004ngobrol 15 Juli 2020 22.31 (UTC)[balas]

@Meursault2004 saya paham kekhawatiran anda, namun bentuk-bentuk tersebut ada rujukannya. Semoga penjelasan saya memadai

  • ḍa sekarang seringkali diajarkan bentuknya meruncing, namun dalam pernaskahan ini bukan satu-satunya cara dan anda bisa lihat sendiri di serat mardi kawi yang saya beri di referensi bahwa dalam menulis sansekerta, ḍa punuk kanannya tumpul sementara dha punuk kanannya runcing (Mardi Kawi halaman ꧑꧐). Hal ini valid dan nyatanya digunakan dalam buku-buku cetak aksara Jawa yang isinya sastra Kawi, seperti Bharatayuddha yang ada di wikimedia commons. Let say bentuk semacam itu dipertahankan di tabel yang deret kuno, kemudian di tabel deret modern yang ḍa nya meruncing? Karena ya saya juga akui bahwa memang yang dijarkan sekarang kebanyakan yang meruncing dan di naskah berbahasa Jawa baru juga banyak meruncing (meski saya kira tidak universal juga)
  • ḍha dan ṭha (juga cha) memang bentuknya adalah rekaan modern yang diusulkan dan disetujui dalam standar unicode. Jika perlu, bisa diberi catatan kaki pula bahwa bentuk tepat dari aksara-aksara ini agak ambigu, namun ada dan dijelaskan fungsinya seperti dalam panduan unicode RS Wihananto untuk menulis kata-kata Sansekerta dan nyatanya font-font unicode modern juga seringkali menyertakan kedua huruf ini (meski again, bentuknya bisa jadi agak ambigu)
  • pancawalimukha itu istilah sansekerta untuk grup bunyi itu, di komunitas pemakai seperti Segajabung di Yogyakarta dipakai. Namun jika memang tidak sreg, istilah itu bisa didelete karena ka ga nga seterusnya masih ada.
  • Saya pikir tidak masalah jika beberapa naskah asli aksara Jawa ditunjukkan sebagai contoh aksara Jawa dalam native text enviromentnya, apalagi naskah2 jawa terdigitalisasi agak tercecer di internet dan akan bermanfaat bagi pembaca yang tertarik untuk menelusuri lanjut di paling bawah. Jika permasalahannya yang sekarang terlalu banyak dan ada beberapa menuju repositori naskah general yg juga mengandung selain aksara Jawa, bisa dikurangin menjadi beberapa pilihan naskah saja

Alteaven (bicara) 16 Juli 2020 00.29 (UTC)[balas]