Kesavananda Bharati v. State of Kerala: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 2: Baris 2:
'''''Kesavananda Bharati v. State of Kerala''''' (nama lengkap: '''''His Holiness Kesavananda Bharati Sripadagalvaru and Ors. v. State of Kerala and Anr.''''' (1973) 4 SCC 225) adalah putusan penting [[Mahkamah Agung India]] yang menjabarkan [[doktrin struktur dasar (Konstitusi India)|doktrin struktur dasar]] [[Konstitusi India]]. Dalam putusan ini, Hakim [[Hans Raj Khanna]] menyatakan bahwa konstitusi India memiliki struktur dasar yang tidak dapat diamendemen oleh [[Parlemen India]].{{sfn|Roznai|2017|p=44}}
'''''Kesavananda Bharati v. State of Kerala''''' (nama lengkap: '''''His Holiness Kesavananda Bharati Sripadagalvaru and Ors. v. State of Kerala and Anr.''''' (1973) 4 SCC 225) adalah putusan penting [[Mahkamah Agung India]] yang menjabarkan [[doktrin struktur dasar (Konstitusi India)|doktrin struktur dasar]] [[Konstitusi India]]. Dalam putusan ini, Hakim [[Hans Raj Khanna]] menyatakan bahwa konstitusi India memiliki struktur dasar yang tidak dapat diamendemen oleh [[Parlemen India]].{{sfn|Roznai|2017|p=44}}


Sebelumnya, dalam perkara ''[[I.C. Golaknath and Ors. vs State of Punjab and Anrs.|Golaknath v. State of Punjab]]'', Mahkamah Agung India menyatakan bahwa [[amendemen konstitusi]] tidak boleh digunakan untuk mengurangi [[hak asasi manusia|hak-hak dasar]], karena amendemen dianggap masuk ke dalam cakupan kata "undang-undang" dalam Pasal 13 Undang-undang Dasar India yang melarang [[Parlemen India]] mengeluarkan undang-undang yang mengurangi hak-hak dasar.{{sfn|Roznai|2017|p=43}} Akibatnya, [[Perdana Menteri India]] [[Indira Gandhi]] mengeluarkan Amendemen ke-24 dan ke-25 Undang-undang Dasar India pada tahun 1971. Amendemen ke-24 memperbolehkan parlemen menambah, mengubah, atau mencabut pasal mana pun di dalam undang-undang dasar (termasuk yang terkait dengan hak-hak dasar), sementara amendemen ke-25 mengizinkan reformasi properti. Keabsahan amendemen-amendemen tersebut digugat ke Mahkamah Agung pada tahun 1973.{{sfn|Roznai|2017|p=44}}
Sebelumnya, dalam perkara ''[[I.C. Golaknath and Ors. vs State of Punjab and Anrs.|Golaknath v. State of Punjab]]'', Mahkamah Agung India menyatakan bahwa [[amendemen konstitusi]] tidak boleh digunakan untuk mengurangi [[hak asasi manusia|hak-hak dasar]], karena amendemen dianggap masuk ke dalam cakupan kata "undang-undang" dalam Pasal 13 Undang-undang Dasar India yang melarang parlemen mengeluarkan undang-undang yang mengurangi hak-hak dasar.{{sfn|Roznai|2017|p=43}} Akibatnya, [[Perdana Menteri India]] [[Indira Gandhi]] mengeluarkan Amendemen ke-24 dan ke-25 Undang-undang Dasar India pada tahun 1971. Amendemen ke-24 memperbolehkan parlemen menambah, mengubah, atau mencabut pasal mana pun di dalam undang-undang dasar (termasuk yang terkait dengan hak-hak dasar), sementara amendemen ke-25 mengizinkan reformasi properti. Keabsahan amendemen-amendemen tersebut digugat ke Mahkamah Agung pada tahun 1973.{{sfn|Roznai|2017|p=44}}


Mahkamah Agung pada mulanya menyatakan bahwa istilah "undang-undang" tidak mencakup amendemen konstitusi, sehingga pernyataan ini membatalkan preseden dalam perkara ''Golaknath''. Namun demikian, tujuh dari tiga belas hakim Mahkamah Agung menegaskan bahwa wewenang untuk mengamendemen konstitusi tidak mencakup wewenang untuk mengubah "struktur dasar" Konstitusi India yang mengubah identitas konstitusi tersebut. Hal inilah yang disebut dengan "doktrin struktur dasar". Sementara itu, enam hakim lainnya mengeluarkan [[pendapat berbeda]] yang menyatakan bahwa semua pasal dalam undang-undang dasar memiliki status yang sama dan dapat diamendemen.{{sfn|Roznai|2017|p=44}}
Mahkamah Agung pada mulanya menyatakan bahwa istilah "undang-undang" tidak mencakup amendemen konstitusi, sehingga pernyataan ini membatalkan preseden dalam perkara ''Golaknath''. Namun demikian, tujuh dari tiga belas hakim Mahkamah Agung menegaskan bahwa wewenang untuk mengamendemen konstitusi tidak mencakup wewenang untuk mengubah "struktur dasar" Konstitusi India yang mengubah identitas konstitusi tersebut. Hal inilah yang disebut dengan "doktrin struktur dasar". Sementara itu, enam hakim lainnya mengeluarkan [[pendapat berbeda]] yang menyatakan bahwa semua pasal dalam undang-undang dasar memiliki status yang sama dan dapat diamendemen.{{sfn|Roznai|2017|p=44}}

Revisi per 20 Juni 2020 18.58

Lambang Mahkamah Agung India

Kesavananda Bharati v. State of Kerala (nama lengkap: His Holiness Kesavananda Bharati Sripadagalvaru and Ors. v. State of Kerala and Anr. (1973) 4 SCC 225) adalah putusan penting Mahkamah Agung India yang menjabarkan doktrin struktur dasar Konstitusi India. Dalam putusan ini, Hakim Hans Raj Khanna menyatakan bahwa konstitusi India memiliki struktur dasar yang tidak dapat diamendemen oleh Parlemen India.[1]

Sebelumnya, dalam perkara Golaknath v. State of Punjab, Mahkamah Agung India menyatakan bahwa amendemen konstitusi tidak boleh digunakan untuk mengurangi hak-hak dasar, karena amendemen dianggap masuk ke dalam cakupan kata "undang-undang" dalam Pasal 13 Undang-undang Dasar India yang melarang parlemen mengeluarkan undang-undang yang mengurangi hak-hak dasar.[2] Akibatnya, Perdana Menteri India Indira Gandhi mengeluarkan Amendemen ke-24 dan ke-25 Undang-undang Dasar India pada tahun 1971. Amendemen ke-24 memperbolehkan parlemen menambah, mengubah, atau mencabut pasal mana pun di dalam undang-undang dasar (termasuk yang terkait dengan hak-hak dasar), sementara amendemen ke-25 mengizinkan reformasi properti. Keabsahan amendemen-amendemen tersebut digugat ke Mahkamah Agung pada tahun 1973.[1]

Mahkamah Agung pada mulanya menyatakan bahwa istilah "undang-undang" tidak mencakup amendemen konstitusi, sehingga pernyataan ini membatalkan preseden dalam perkara Golaknath. Namun demikian, tujuh dari tiga belas hakim Mahkamah Agung menegaskan bahwa wewenang untuk mengamendemen konstitusi tidak mencakup wewenang untuk mengubah "struktur dasar" Konstitusi India yang mengubah identitas konstitusi tersebut. Hal inilah yang disebut dengan "doktrin struktur dasar". Sementara itu, enam hakim lainnya mengeluarkan pendapat berbeda yang menyatakan bahwa semua pasal dalam undang-undang dasar memiliki status yang sama dan dapat diamendemen.[1]

Catatan kaki

  1. ^ a b c Roznai 2017, hlm. 44.
  2. ^ Roznai 2017, hlm. 43.

Daftar pustaka

Pranala luar