Takengon (kota): Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Zahra gayo (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: menghilangkan bagian [ * ] Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Zahra gayo (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: menghilangkan bagian [ * ] Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 85: Baris 85:


Penyebab migrasi tidak diketahui. Akan tetapi menurut riwayat dikisahkan bahwa Rëjë Lingë lebih menyayangi bungsunya Mërah Mëgë. Sehingga membuat anak-anaknya yang lain lebih memilih untuk mengembara.
Penyebab migrasi tidak diketahui. Akan tetapi menurut riwayat dikisahkan bahwa Rëjë Lingë lebih menyayangi bungsunya Mërah Mëgë. Sehingga membuat anak-anaknya yang lain lebih memilih untuk mengembara.

== Makanan Khas ==

# masam jaeng
# Gutel gayo
# lepat gayo
# Pulut Bekuah
# Cecah Terong Angur


== Seni dan Budaya ==
== Seni dan Budaya ==

Revisi per 25 April 2020 01.07

Takèngën
Takèngën
Pemandangan Takèngën ke arah Danau Laut Tawar
NegaraIndonesia
ProvinsiAceh
KabupatenAceh Tengah
Ketinggian
1.200 m (3,900 ft)
Zona waktuUTC+7 (WIB)
Kode Pos
24500
Kode area telepon0643
Kode ISO 3166ID-AC[1]
Situs webhttp://www.acehtengahkab.go.id

Takèngën merupakan ibu kota Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh, Indonesia. Takèngën meliputi Kecamatan Këbayakën, Bëbësën, Lut Tawar, Bintang dan Kecamatan Pegasing


Takèngën merupakan dataran tinggi yang berhawa sejuk dengan ketinggian sekitar 1200 m di atas permukaan laut. Di sekitar Takèngën banyak terdapat tempat wisata, di antaranya adalah Danau Lut Tawar di kecamatan Lut Tawar, kecamatan Bëbësën dan kecamatan Këbayakën, Loyang Pëtëri Pukës di kecamatan Këbayakën dan Pantan Tërong di kecamatan Bëbësën.

Penduduk Takèngën terdiri dari beragam suku yang hidup berdampingan. Mayoritas penduduk Takèngën merupakan Suku Gayo yang merupakan penduduk asli Takèngën yang hidup turun-temurun sejak abad ke-11. Selain itu banyak pula suku-suku yang lainnya seperti Suku Aceh, Suku Jawa, Suku Minangkabau dan Suku Tionghoa.

Sejarah

Pada abad ke-11, Kerajaan Lingë didirikan oleh orang-orang Gayo pada era pemerintahan Sultan Makhdum Johan Berdaulat Mahmud Syah dari Kesultanan Përlak. Informasi ini diketahui dari keterangan Rëjë Uyëm dan anaknya Rëjë Ranta yaitu Rëjë Cik Bëbësën dan dari Zainuddin yaitu dari raja-raja Kejurun Bukit yang kedua-duanya pernah berkuasa sebagai raja di era kolonial Belanda.

Rëjë Lingë I, disebutkan mempunyai 4 orang anak. Yang tertua seorang wanita bernama Ëmpu Bëru atau Datu Bëru, yang lain Sëbayak Lingga (Ali Syah), Mërah Johan (Johan Syah) dan Mërah Lingga (Malamsyah).

Sëbayak Lingga kemudian merantau ke tanah Karo dan membuka negeri di sana, dia dikenal dengan Raja Lingga Sibayak. Mërah Johan mengembara ke Aceh Besar dan mendirikan kerajaannya yang bernama Lam Krak atau Lam Oeii atau yang dikenal dengan Lamuri atau Kesultanan Lamuri. Ini berarti Kesultanan Lamuri di atas didirikan oleh Mërah Johan sedangkan Mërah Lingga tinggal di Lingë, Gayo, yang selanjutnya menjadi Rëjë Lingë turun-temurun. Mërah Silu bermigrasi ke daerah Pasai dan menjadi pegawai Kesultanan Daya di Pasai. Mërah Mëgë sendiri dikuburkan di Wih ni Rayang di Lereng Këramil Paluh di daerah Lingë, Aceh Tengah. Sampai sekarang masih terpelihara dan dihormati oleh penduduk.

Penyebab migrasi tidak diketahui. Akan tetapi menurut riwayat dikisahkan bahwa Rëjë Lingë lebih menyayangi bungsunya Mërah Mëgë. Sehingga membuat anak-anaknya yang lain lebih memilih untuk mengembara.

Seni dan Budaya

Sebuah masjid dekat Takengon tahun 1910-1930

Salah satu acara yang sangat menarik perhatian masyarakat lokal atau pendatang adalah acara pacuan kuda di Pegasing, Aceh Tengah yang biasanya diadakan pada pertengahan bulan Agustus untuk menyambut dan merayakan hari Kemerdekaaan Indonesia yang butuh waktu setengah jam perjalanan dan pacuan kuda saat menyambut tahun baru di desa jadirejo, Bukit, Bener Meriah. acara nya juga tidak jauh dari Takengon, Aceh Tengah, hanya butuh waktu sekitar setengah jam perjalanan.

Prestasi

Takengon berhasil meraih piala adipura selama dua tahun berturut-turut, yakni pada 2016-2017. Pada 2016, piala adipura diserahkan oleh Menteri Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya kepada Bupati Aceh Tengah, Nasaruddin di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Adapun pada 2017, piala adipura diserahkan di Jakarta bersama 40 kota lainnya di Indonesia.[2]

Referensi

  1. ^ [1], StandardFinden:ISO-Code.
  2. ^ AcehProv. "Pemerintah Aceh | Kota Takengon Kembali Raih Sertifikat Adipura". www.acehprov.go.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-09-25.