Pawai kemenangan (Romawi Kuno): Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 6: Baris 6:
Pada hari penyenggaraan pawai kemenangannya, seorang panglima mengenakan mahkota daun salam dan ''[[Toga#Macam-macam toga|toga picta]]'' (toga ungu bersulam benang emas), untuk menunjukkan bahwa rakyat menghormatinya sebagai orang yang hampir seilahi dewa atau nyaris semulia raja, bahkan ada pula panglima yang memoles wajah dengan zat pewarna merah. Si panglima selanjutnya menaiki [[kereta perang|rata]] berpenarik empat ekor kuda lalu berarak tanpa senjata menyusuri jalan-jalan kota Roma bersama-sama segenap prajurit bawahan, tawanan, dan jarah. Sesampainya di [[Temple of Jupiter Optimus Maximus|kuil dewa Yupiter]], yang berdiri di atas [[Bukit Capitolino|Bukit Kapitolin]], ia mempersembahkan kurban dan barang-barang bukti kemenangannya kepada dewa Yupiter. Kendati berhak atas segala kehormatan istimewa ini, [[Mos maiorum|adab]] Republik mewajibkannya untuk menunjukkan sikap rendah hati yang bermartabat selayaknya seorang insan fana dan [[Kewarganegaraan Romawi|anak bangsa]] yang meraih kejayaan atas nama senat, rakyat, dan dewata. Meskipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa pawai kemenangan merupakan kesempatan luar biasa untuk mendongkrak ketenaran pribadi, di samping dimensi keagamaan dan dimensi militernya.
Pada hari penyenggaraan pawai kemenangannya, seorang panglima mengenakan mahkota daun salam dan ''[[Toga#Macam-macam toga|toga picta]]'' (toga ungu bersulam benang emas), untuk menunjukkan bahwa rakyat menghormatinya sebagai orang yang hampir seilahi dewa atau nyaris semulia raja, bahkan ada pula panglima yang memoles wajah dengan zat pewarna merah. Si panglima selanjutnya menaiki [[kereta perang|rata]] berpenarik empat ekor kuda lalu berarak tanpa senjata menyusuri jalan-jalan kota Roma bersama-sama segenap prajurit bawahan, tawanan, dan jarah. Sesampainya di [[Temple of Jupiter Optimus Maximus|kuil dewa Yupiter]], yang berdiri di atas [[Bukit Capitolino|Bukit Kapitolin]], ia mempersembahkan kurban dan barang-barang bukti kemenangannya kepada dewa Yupiter. Kendati berhak atas segala kehormatan istimewa ini, [[Mos maiorum|adab]] Republik mewajibkannya untuk menunjukkan sikap rendah hati yang bermartabat selayaknya seorang insan fana dan [[Kewarganegaraan Romawi|anak bangsa]] yang meraih kejayaan atas nama senat, rakyat, dan dewata. Meskipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa pawai kemenangan merupakan kesempatan luar biasa untuk mendongkrak ketenaran pribadi, di samping dimensi keagamaan dan dimensi militernya.


Kebanyakan [[Perayaan Romawi|hari raya bangsa Romawi]] sudah tentu tanggalnya, tetapi adat-istiadat dan hukum memungkinkan pawai kemenangan sewaktu-waktu dapat diselenggarakan, sehingga membuka ruang bagi peningkatan status dan nama besar seorang panglima. Pawai-pawai kemenangan pada penghujung [[Republik Romawi|Zaman Republik]] diselenggarakan dengan lebih meriah dan lebih megah daripada yang sudah-sudah, akibat dari kian sengitnya persaingan antarpetualang militer-politik, para pengendali imperium Roma yang belum lama terbentuk. Adakalanya kemeriahan pawai kemenangan diperpanjang sampai berhari-hari dengan menggelar berbagai macam lomba ketangkasan dan pentas hiburan sebagai tontonan cuma-cuma bagi masyarakat. Semenjak [[Principatus|Zaman Principatus]], pawai kemenangan menjadi cermin ketertiban negara dan keutamaan keluarga kaisar.
Kebanyakan [[Perayaan Romawi|hari raya bangsa Romawi]] sudah tentu tanggalnya, tetapi adat-istiadat dan hukum memungkinkan pawai kemenangan dapat diselenggarakan sewaktu-waktu, sehingga membuka ruang bagi peningkatan status dan nama besar seorang panglima. Pawai-pawai kemenangan pada penghujung [[Republik Romawi|Zaman Republik]] diselenggarakan dengan lebih meriah dan lebih megah daripada yang sudah-sudah, akibat dari kian sengitnya persaingan antarpetualang militer-politik, para pengendali imperium Roma yang belum lama terbentuk. Adakalanya kemeriahan pawai kemenangan diperpanjang sampai berhari-hari dengan menggelar berbagai macam lomba ketangkasan dan pentas hiburan sebagai tontonan cuma-cuma bagi masyarakat. Semenjak [[Principatus|Zaman Principatus]], pawai kemenangan menjadi cermin ketertiban negara dan keutamaan keluarga kaisar.


Negara-negara Eropa pada Abad Pertengahan maupun sesudahnya secara sadar meniru pawai kemenangan bangsa Romawi Kuno dengan menciptakan pawai [[lawatan mulia]] maupun acara-acara seremonial lainnya.
Negara-negara Eropa pada Abad Pertengahan maupun sesudahnya secara sadar meniru pawai kemenangan bangsa Romawi Kuno dengan menciptakan pawai [[lawatan mulia]] maupun acara-acara seremonial lainnya.

Revisi per 1 Februari 2020 08.19

Panel berukir yang menggambarkan pawai kemenangan Kaisar Markus Aurelius. Sesosok genius (danyang) bersayap melayang-layang di atas kepalanya
Lukisan Pawai Kemenangan Kaisar karya Andrea Mantegna (1482-1494, kini menjadi bagian dari koleksi pribadi keluarga Kerajaan Inggris Raya)

Pawai kemenangan (Latin: triumphus) adalah upacara adat sekaligus ibadat masyarat Romawi Kuno, yang diselenggarakan untuk merayakan sekaligus mensyukuri keberhasilan seorang panglima dalam memimpin bala tentara Romawi meraih kemenangan demi berbakti kepada negara. Mula-mula bangsa Romawi menyelenggarakan pawai kemenangan untuk mengelu-elukan anak bangsa yang berjaya mengalahkan pihak asing.

Pada hari penyenggaraan pawai kemenangannya, seorang panglima mengenakan mahkota daun salam dan toga picta (toga ungu bersulam benang emas), untuk menunjukkan bahwa rakyat menghormatinya sebagai orang yang hampir seilahi dewa atau nyaris semulia raja, bahkan ada pula panglima yang memoles wajah dengan zat pewarna merah. Si panglima selanjutnya menaiki rata berpenarik empat ekor kuda lalu berarak tanpa senjata menyusuri jalan-jalan kota Roma bersama-sama segenap prajurit bawahan, tawanan, dan jarah. Sesampainya di kuil dewa Yupiter, yang berdiri di atas Bukit Kapitolin, ia mempersembahkan kurban dan barang-barang bukti kemenangannya kepada dewa Yupiter. Kendati berhak atas segala kehormatan istimewa ini, adab Republik mewajibkannya untuk menunjukkan sikap rendah hati yang bermartabat selayaknya seorang insan fana dan anak bangsa yang meraih kejayaan atas nama senat, rakyat, dan dewata. Meskipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa pawai kemenangan merupakan kesempatan luar biasa untuk mendongkrak ketenaran pribadi, di samping dimensi keagamaan dan dimensi militernya.

Kebanyakan hari raya bangsa Romawi sudah tentu tanggalnya, tetapi adat-istiadat dan hukum memungkinkan pawai kemenangan dapat diselenggarakan sewaktu-waktu, sehingga membuka ruang bagi peningkatan status dan nama besar seorang panglima. Pawai-pawai kemenangan pada penghujung Zaman Republik diselenggarakan dengan lebih meriah dan lebih megah daripada yang sudah-sudah, akibat dari kian sengitnya persaingan antarpetualang militer-politik, para pengendali imperium Roma yang belum lama terbentuk. Adakalanya kemeriahan pawai kemenangan diperpanjang sampai berhari-hari dengan menggelar berbagai macam lomba ketangkasan dan pentas hiburan sebagai tontonan cuma-cuma bagi masyarakat. Semenjak Zaman Principatus, pawai kemenangan menjadi cermin ketertiban negara dan keutamaan keluarga kaisar.

Negara-negara Eropa pada Abad Pertengahan maupun sesudahnya secara sadar meniru pawai kemenangan bangsa Romawi Kuno dengan menciptakan pawai lawatan mulia maupun acara-acara seremonial lainnya.

Lihat pula

Catatan kaki

Referensi

  • Beard, Mary: The Roman Triumph,The Belknap Press of Harvard University Press, Cambridge, Mass., and London, England, 2007. (hardcover). ISBN 978-0-674-02613-1
  • Beard, M., Price, S., North, J., Religions of Rome: Volume 1, a History, illustrated, Cambridge University Press, 1998. ISBN 0-521-31682-0
  • Bosworth, A. B., From Arrian to Alexander: Studies in Historical Interpretation, illustrated, reprint, Oxford University Press, 1988. ISBN 0-19-814863-1
  • Bowersock, Glen W., "Dionysus as an Epic Hero," Studies in the Dionysiaca of Nonnos, ed. N. Hopkinson, Cambridge Philosophical Society, suppl. Vol. 17, 1994, 156-66.
  • Brennan, T. Corey: "Triumphus in Monte Albano", 315-337 in R. W. Wallace & E. M. Harris (eds.) Transitions to Empire. Essays in Greco-Roman History, 360-146 B.C., in honor of E. Badian (University of Oklahoma Press, 1996) ISBN 0-8061-2863-1
  • Galinsky, G. Karl, The Herakles theme: the adaptations of the hero in literature from Homer to the twentieth century, Blackwell Publishers, Oxford, 1972. ISBN 0-631-14020-4
  • Goell, H. A., De triumphi Romani origine, permissu, apparatu, via (Schleiz, 1854)
  • Künzl, E., Der römische Triumph (Münich, 1988)
  • Lemosse, M., "Les éléments techniques de l'ancien triomphe romain et le probleme de son origine", in H. Temporini (ed.) ANRW I.2 (de Gruyter, 1972). Includes a comprehensive bibliography.
  • MacCormack, Sabine, Change and Continuity in Late Antiquity: the ceremony of "Adventus", Historia, 21, 4, 1972, pp 721–52.
  • Pais, E., Fasti Triumphales Populi Romani (Rome, 1920)
  • Richardson, J. S., "The Triumph, the Praetors and the Senate in the early Second Century B.C.", JRS 65 (1975), 50-63
  • Southern, Pat, Augustus, illustrated, reprint, Routledge, 1998. ISBN 0-415-16631-4
  • Syme, Ronald, The Augustan Aristocracy (Oxford University Press, 1986; Clarendon reprint with corrections, 1989) ISBN 0-19-814731-7
  • Versnel, H S: Triumphus: An Inquiry into the Origin, Development and Meaning of the Roman Triumph (Leiden, 1970)

Pranala luar

  • William Fitzgerald, December 5, 2007 TLS review of Beard, The Roman Triumph, 2007. Timesonline.co.uk, "Roman defeat in victory"
  • Fasti Triumphales at attalus.org. Partial, annotated English translation. From A. Degrassi's "Fasti Capitolini", 1954. Attalus.org