Layang-layang: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Typo
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 33: Baris 33:
|accessyear =
|accessyear =
|quote =
|quote =
}}</ref> Penemuan sebuah lukisan gua di [[Pulau Muna]], [[Sulawesi Tenggara]], pada awal abad ke-21 yang memberikan kesan orang bermain layang-layang menimbulkan spekulasi mengenai tradisi yang berumur lebih dari itu di kawasan [[Nusantara]]. Diduga terjadi perkembangan yang saling bebas antara tradisi di Cina dan di Nusantara karena di Nusantara banyak ditemukan bentuk-bentuk primitif layang-layang yang terbuat dari daun-daunan. Di kawasan Nusantara sendiri catatan pertama mengenai layang-layang adalah dari ''Sejarah Melayu ([[Sulalatus Salatin]])'' (abad ke-17) yang menceritakan suatu festival layang-layang yang diikuti oleh seorang pembesar kerajaan.
}}</ref> Sedangkan penggambaran layang-layang tertua adalah dari lukisan gua periode [[Mesolitikum|mesolitik]] di [[pulau Muna]], [[Sulawesi Tenggara]], yang telah ada sejak 9500-9000 tahun SM.<ref>{{Cite web|url=http://en.gocelebes.com/kaghati-worlds-first-kite/|title=Kaghati, World’s First Kite|last=|first=|date=|website=Go Celebes!|archive-url=|archive-date=|dead-url=|access-date=24 July 2019}}</ref> Lukisan tersebut menggambarkan layang-layang yang disebut ''kaghati'', yang masih digunakan oleh orang-orang Muna modern.<ref>{{Cite web|url=http://wolfgangbieck.gmxhome.de/Der-erste-Drachenflieger.html|title="The First Kiteman" -Proof by a prehistoric cave-painting in Indonesia|last=Bieck|first=Wolfgang|date=July 2002|website=|archive-url=|archive-date=|dead-url=|access-date=24 July 2019}}</ref> Layang-layang terbuat dari daun ''kolope'' (umbi hutan) untuk layar induk, kulit bambu sebagai bingkai, dan serat nanas hutan yang dililitkan sebagai tali, meskipun layang-layang modern menggunakan senar sebagai tali.<ref>{{Cite news|url=https://seasia.co/2018/06/02/the-top-10-must-know-facts-about-the-world-s-first-oldest-kite|title=The Top 10 Must-Know Facts About The World's First & Oldest Kite|last=Salikha|first=Adelaida|date=2 June 2018|work=Seasia|access-date=24 July 2019}}</ref> Diduga terjadi perkembangan yang saling bebas antara tradisi di Cina dan di Nusantara karena di Nusantara banyak ditemukan bentuk-bentuk primitif layang-layang yang terbuat dari daun-daunan. Di kawasan Nusantara sendiri catatan pertama mengenai layang-layang adalah dari ''Sejarah Melayu ([[Sulalatus Salatin]])'' (abad ke-17) yang menceritakan suatu festival layang-layang yang diikuti oleh seorang pembesar kerajaan.


Dari Cina, permainan layang-layang menyebar ke Barat hingga kemudian populer di [[Eropa]].
Dari Cina, permainan layang-layang menyebar ke Barat hingga kemudian populer di [[Eropa]].

Revisi per 24 Juli 2019 01.27

Museum Layang-Layang di Johor, Malaysia.

Layang-layang, layangan, atau wau (di sebagian wilayah Semenanjung Malaya) merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke udara dan terhubungkan dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali. Layang-layang memanfaatkan kekuatan hembusan angin sebagai alat pengangkatnya. Dikenal luas di seluruh dunia sebagai alat permainan. Layang-layang diketahui juga memiliki fungsi ritual, alat bantu memancing atau menjerat, menjadi alat bantu penelitian ilmiah, serta media energi alternatif.

Fungsi

Terdapat berbagai tipe layang-layang permainan (di Sunda dikenal istilah maen langlayangan). Yang paling umum adalah layang-layang hias (dalam bahasa Betawi disebut koang) dan layang-layang aduan (laga). Terdapat pula layang-layang yang diberi sendaringan yang dapat mengeluarkan suara karena hembusan angin. Layang-layang laga biasa dimainkan oleh anak-anak pada masa pancaroba karena kuatnya angin berhembus pada saat itu.

Di beberapa daerah Nusantara, layang-layang dimainkan sebagai bagian dari ritual tertentu, biasanya terkait dengan proses budidaya pertanian. Layang-layang paling sederhana terbuat dari helai daun yang diberi kerangka dari bambu, kemudian diikat dengan serat rotan. Layang-layang semacam ini masih dapat dijumpai di Sulawesi. Diduga beberapa bentuk layang-layang tradisional asal Bali berkembang dari layang-layang daun karena bentuk ovalnya yang menyerupai daun.

Di Jawa Barat, Lampung, dan beberapa tempatlain di Indonesia, layang-layang digunakan sebagai alat bantu memancing. Layang-layang ini terbuat dari anyaman daun sejenis anggrek tertentu dan dihubungkan dengan mata kail. Di Pangandaran dan beberapa tempat lain misalnya, layang-layang dipasangi jerat untuk menangkap kalong atau kelelawar.

Penggunaan layang-layang sebagai alat bantu penelitian cuaca telah dikenal sejak abad ke-18. Contoh yang paling terkenal adalah ketika Benjamin Franklin menggunakan layang-layang yang terhubung dengan kunci untuk menunjukkan bahwa petir membawa muatan listrik.

Layang-layang raksasa dari bahan sintetis sekarang telah dicoba menjadi alat untuk menghemat penggunaan bahan bakar kapal pengangkut. Pada saat angin berhembus kencang, kapal akan membentangkan layar raksasa seperti layang-layang yang akan "menarik" kapal sehingga menghemat penggunaan bahan bakar.

Sejarah

Catatan pertama yang menyebutkan permainan layang-layang adalah dokumen dari Cina sekitar 2500 Sebelum Masehi.[1] Sedangkan penggambaran layang-layang tertua adalah dari lukisan gua periode mesolitik di pulau Muna, Sulawesi Tenggara, yang telah ada sejak 9500-9000 tahun SM.[2] Lukisan tersebut menggambarkan layang-layang yang disebut kaghati, yang masih digunakan oleh orang-orang Muna modern.[3] Layang-layang terbuat dari daun kolope (umbi hutan) untuk layar induk, kulit bambu sebagai bingkai, dan serat nanas hutan yang dililitkan sebagai tali, meskipun layang-layang modern menggunakan senar sebagai tali.[4] Diduga terjadi perkembangan yang saling bebas antara tradisi di Cina dan di Nusantara karena di Nusantara banyak ditemukan bentuk-bentuk primitif layang-layang yang terbuat dari daun-daunan. Di kawasan Nusantara sendiri catatan pertama mengenai layang-layang adalah dari Sejarah Melayu (Sulalatus Salatin) (abad ke-17) yang menceritakan suatu festival layang-layang yang diikuti oleh seorang pembesar kerajaan.

Dari Cina, permainan layang-layang menyebar ke Barat hingga kemudian populer di Eropa.

Layang-layang terkenal ketika dipakai oleh Benjamin Franklin ketika ia tengah mempelajari petir.

Rujukan

Catatan kaki

  1. ^ Dada (2012). "Chinese Inventions - Layang Layang , Abad 4-5 SM". Budaya Tionghoa. 
  2. ^ "Kaghati, World's First Kite". Go Celebes!. Diakses tanggal 24 July 2019. 
  3. ^ Bieck, Wolfgang (July 2002). ""The First Kiteman" -Proof by a prehistoric cave-painting in Indonesia". Diakses tanggal 24 July 2019. 
  4. ^ Salikha, Adelaida (2 June 2018). "The Top 10 Must-Know Facts About The World's First & Oldest Kite". Seasia. Diakses tanggal 24 July 2019. 

Pranala luar