Koto Gadang, IV Koto, Agam: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k Perubahan kosmetik tanda baca
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 190: Baris 190:
* Prof. Dr. Drg. Boedi Oetomo Ruslan MBioMed, Kedokteran Gigi (FKG Univ.Trisakti)
* Prof. Dr. Drg. Boedi Oetomo Ruslan MBioMed, Kedokteran Gigi (FKG Univ.Trisakti)
* Prof. Mahadi SH, Fakultas Hukum USU
* Prof. Mahadi SH, Fakultas Hukum USU
* Prof.Dr. Ir. Abu Dardak, Ilmu Pertanian (FPert USU)
* Prof.Dr. Ir. Abu Dardak, Ilmu Pertanian (FPert USU)
*Dr. Erjan Albar, FK USU
* Dr. Erjan Albar, FK USU


Nama Rumah Sakit di Indonesia yang mengambil Nama Putra Koto Gadang:
Nama Rumah Sakit di Indonesia yang mengambil Nama Putra Koto Gadang:

Revisi per 24 Juni 2019 02.58

Koto Gadang
Negara Indonesia
ProvinsiSumatera Barat
KabupatenAgam
KecamatanIV Koto
Kodepos
26161
Kode Kemendagri13.06.05.2008
Luas6,4 km²
Jumlah penduduk2.399 (2004)
Tembok Gadang di Koto Gadang

Koto Gadang adalah sebuah nagari (setingkat desa) di Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Nagari ini terkenal sebagai penghasil kerajinan perak dan melahirkan banyak tokoh-tokoh tingkat nasional bahkan internasional, seperti Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Soetan Sjahrir, Haji Agus Salim, Jenderal Rais Abin, Rohana Kudus, dan banyak tokoh lainnya.

Geografi

Nagari Koto Gadang terletak di dataran di antara Gunung Singgalang dan Ngarai Sianok dengan ketinggian 920 – 950 meter dari permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar antara 27 oC dan pada malam hari mencapai 16 oC. Nagari Koto Gadang memiliki luas wilayah 640 Ha dengan batas-batas sebagai berikut:

Pemerintahan

Jorong

jorongyg ada d koto gadang

  • Jorong Kotogadang
  • Jorong Ganting
  • Jorong Subarang Tigo Jorong
  1. Kampung Pondok
  2. Kampung Taruko
  3. Kampung Baru

Penggunaaan lahan (tahun 2004) sebagian besar yaitu 300 ha dimanfaatkan untuk areal persawahan, pemukiman 42,8 ha, daerah perkebunan 59 ha, serta sisa yang masih diliputi kawasan hutan dan semak belukar.

Sawah

Sawah-sawah dibagi atas beberapa tumpak:

  1. Kubu
  2. Munggu
  3. Ladang laweh
  4. Kayu Katiak
  5. Campago
  6. Balai
  7. Aur
  8. Pejajahan
  9. Bancah
  10. Bancah tangah
  11. Batu Balirik
  12. Panta
  13. Koto Tangah
  14. Banda Malintang
  15. Sikajuik
  16. Badapak
  17. Tapi Lambah
  18. Lurah Pulai
  19. Rawang
  20. Tabek / Belakang Masjid
  21. Golek Aguang
  22. Talago
  23. Lungguak Batu
  24. Limau
  25. Pandam
  26. Cimbam
  27. Banda Gadang
  28. Pugaran
  29. BandaKatiak
  30. BandaPanjang
  31. Sibutuang
  32. Puraweh
  33. Pinggang Rangek
  34. Tapi Rangek
  35. Sumpitan Hamo
  36. Padang Sikumpak
  37. Banto

Sejarah

Rumah adat Raja Mengkulu di Koto Gadang (sekitar tahun 1870)
Masjid Koto Gadang dengan corak asli Minangkabau (sekitar tahun 1870)
Berkas:Musajik koto gadang.jpg
Masjid Koto Gadang

Nagari Koto Gadang merupakan salah satu dari 11 nagari yang terletak di Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam. Asal usul Nagari Koto Gadang menurut sejarahnya dimulai pada akhir abad ke-17, dimana ketika itu sekelompok kaum yang berasal dari Pariangan Padangpanjang mendaki dan menuruni bukit dan lembah, menyeberangi anak sungai, untuk mencari tanah yang elok untuk dipeladangi dan dijadikan sawah serta untuk tempat pemukiman.

Setelah lama berjalan, sampailah di sebuah bukit yang bernama Bukit Kepanasan. Disitulah mereka bermufakat akan membuat teratak, menaruko sawah, dan berladang yang kemudian berkembang menjadi dusun. Lama kelamaan, dikarenakan anak kemenakan bertambah banyak, tanah untuk bersawah dan berladang tidak lagi mencukupi untuk dikerjakan maka dibuatlah empat buah koto. Bercerailah kaum-kaum yang ada di bukit tersebut. Dimana 2 penghulu pergi ke Sianok, 12 penghulu dan 4 orang tua pergi ke Guguk, 6 penghulu pergi ke Tabeksarojo, dan 24 penghulu menetap di Bukit Kepanasan. Karena penghulu yang terbanyak tinggal di koto tersebut maka tempat itu dinamakan Koto Gadang. Itulah nagari–nagari awal yang membentuk daerah IV Koto.

Kaum-kaum yang datang bersama ini kemudian membangun pemukiman dan bernagari dengan tidak melepaskan adat kebiasaan mereka. Dengan bergotong royong mereka membangun rumah-rumah gadang, sehingga sebelum tahun 1879 banyaklah rumah gadang yang bagus berikut dengan lumbungnya. Pada tahun 1879 dan 1880 terjadilah kebakaran besar sehingga memusnahkan perumahan-perumahan tersebut.

Penghidupan orang Koto Gadang sebelum Alam Minangkabau berada dibawah pemerintah Hindia Belanda ialah bersawah, berladang, berternak, bertukang kayu, dan bertukang emas. Pekerjaan bertukang emas anak negeri sangat terkenal di seluruh Minangkabau. Karena berkembangnya penduduk, hasil yang diperoleh dari persawahan tidaklah mencukupi lagi. Mulailah orang Kotogadang pergi merantau ke negeri lain seperti Bengkulu, Medan, Jakarta, dan lain-lain.

Setelah pemerintah Hindia Belanda memerintah Alam Minangkabau, Koto Gadang dijadikan ibu nagari dari Kelarasan IV Koto. Dibuatlah susunan pemerintahan yang baru dengan Tuanku Lareh sebagai pemimpin yang memerintah di kelarasan IV Koto dan Penghulu Kepala sebagai pemimpin pemerintahan nagari.

Nagari Terpelajar

Koto Gadang merupakan nagari/desa yang paling banyak melahirkan sarjana di Indonesia. Sejak zaman penjajahan hingga sekarang, keluarga-keluarga di Koto Gadang tetap mengutamakan pendidikan kepada anggota keluarganya. Kalau masyarakat daerah lain di Minangkabau merantau umumnya untuk berdagang, maka masyarakat Koto Gadang merantau untuk menuntut ilmu pengetahuan.[1]

Tahun 1856, dari 28 Sekolah Desa dengan masa belajar tiga tahun yang berdiri di berbagai nagari di Sumatra Barat, satu terdapat di nagari Koto Gadang. Menurut laporan Steinmetz, sejak didirikan, ada 416 murid Sekolah Desa. Namun hanya 75 orang yang selesai. Selebihnya putus di tengah jalan, karena menikah atau lantaran berbagai sebab lain. Steinmetz menilai, kemajuan paling pesat tampak pada anak-anak Agam terutama dari Koto Gadang yang rajin dan cerdas.

Kesadaran menuntut ilmu di Koto Gadang dimulai di awal abad-20 ketika pembaharuan dimasukkan oleh laras Koto Gadang, Jahja Datoek Kajo (bertugas dari tahun 1894-1914) yang meramalkan bahwa hanya melalui pendidikan, corak kehidupan dapat didatangkan ke Koto Gadang. Dengan perencanaan yang sistematis dan dengan sistem kepemimpinan yang kharismatik, Jahja Datoek Kajo mendorong setiap anak lelaki dan perempuan pergi ke sekolah. Sekolah untuk anak laki-laki didirikan pada tahun 1900, dan pada tahun 1912 didirikan pula sekolah yang terpisah untuk anak-anak gadis Koto Gadang. Sebuah badan tersendiri yang dinamai studiefonds (dana pelajar) didirikan untuk mengumpulkan dana dari orang kampung guna mengirim anak-anaknya melanjutkan studi di Jawa, dan bahkan di negeri Belanda.

Besarnya semangat belajar anak-anak Koto Gadang, maka pada awal dekade 1900-an, negeri ini dikenal sebagai tempat kelahiran para pekerja birokrasi Belanda, seperti jaksa, hakim, guru, pegawai pajak, yang meliputi daerah tugas Sumatra, Kalimantan, dan Batavia. Menurut suatu laporan, pada 1915, diperkirakan 165 lelaki dari Koto Gadang bekerja sebagai pegawai pemerintahan Belanda. Hampir separuh (79 orang) bekerja di luar wilayah Minangkabau. Sebanyak 72 orang di antaranya lancar berbahasa Belanda, sebagai suatu bukti mereka berpendidikan baik.[2]

Menurut laporan "Soeara Kemadjuan Kota Gedang" (1916), demi kepentingan pendidikan, para orang tua yang waktu itu berpenghasilan rata-rata 15 gulden per bulan, sanggup membayar uang sekolah anaknya yang mencapai 5 gulden per bulan. Sebelum ada Hollands Inlandsche School (HIS), Sekolah Dasar tujuh tahun dengan bahasa pengantar Belanda, dan Meer Uitgebreid Lager Onderwojs (MULO) berdiri awal tahun 1900, sudah banyak anak Minang bersekolah ke STOVIA, sekolah tinggi kedokteran di Jakarta, atau NIAS di Surabaya, terutama anak-anak Koto Gadang. Menurut data pada tahun 1926, dokter lulusan STOVIA asal Minang berjumlah 32 orang. Dan 16 tahun kemudian lompatan segera terjadi. Dimana pada tahun 1942, sejumlah 40 siswa asal Koto Gadang lulus dari STOVIA. Angka ini hanya mencakup satu kanagarian saja di ranah Minang, dan belum termasuk nagari-nagari lainnya.

Semangat menuntut ilmu ini diteruskan sampai sekarang di Koto Gadang, yang akibatnya praktis setiap orang kampung di Koto Gadang melek huruf, pintar membaca dan menulis, serta pintar-pintar bahasa Belanda. Makanya jangan heran, tahun 1917, dari 2.415 penduduk, sebanyak 1.391 orang di antaranya sudah bekerja, antara lain 297 orang jadi ambtenar dan 31 orang menjadi dokter.

Penelitian yang dilakukan Mochtar Naim menunjukkan, di antara 2.666 orang yang berasal dari Koto Gadang pada tahun 1967, 467 atau 17,5% merupakan lulusan universitas. Di antaranya 168 (orang menjadi dokter, 100 orang jadi insinyur, 160 orang jadi sarjana hukum, dan kira-kira 10 orang doktorandus ekonomi dan bidang-bidang ilmu kemasyarakatan lainnya. Kemudian pada tahun 1970, 58 orang lagi lulus universitas. Jadi, dengan 525 orang lulusan universitas (tidak termasuk mereka yang bergelar sarjana muda), Koto Gadang yang punya penduduk kurang dari 3.000 tak terkalahkan barangkali oleh desa mana saja, bahkan tidak oleh masyarakat-masyarakat yang telah maju lainnya di dunia.

Tokoh

Berkas:Agus salim3.jpg
Agus Salim
Soetan Sjahrir
Jahja Datoek Kajo
Rohana Kudus
Berkas:Prof. Dr. Emil Salim..JPG
Emil Salim
M. Syaaf

Karena majunya pendidikan di nagari Koto Gadang, banyak tokoh-tokoh tingkat nasional dan internasional yang lahir atau berasal dari Koto Gadang. Sudah puluhan bahkan ratusan tokoh yang masih menjabat atau mantan pejabat berasal dari Koto Gadang, dengan jabatan sebagai guru besar, rektor, atase, dokter, direktur BUMN, wali kota, menteri, dan sebagainya.

Perwira Tinggi TNI dari Koto Gadang:

  • Rais Abin, Panglima Pasukan Keamanan PBB
  • Oemar Basri Sjaaf, Presiden Seskoal pertama
  • Jasril Jakub, Komandan Paspampres, Sekretaris Militer Presiden RI
  • Daan Anwar, pejuang kemerdekaan Indonesia, militer, pengusaha
  • Syaiful Sulun, Kassospol ABRI, Wakil Ketua MPR-RI
  • Nusmir, Jenderal TNI
  • Z. Bazar, Jenderal Polisi
  • K.M. Rahman Dt Maharajo, Jenderal TNI
  • Niel Almatzir, Jenderal TNI

Guru Besar (Profesor) dari Koto Gadang:

  • Prof. Dr. Emil Salim, Ilmu Ekonomi (FE UI) & Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Perhubungan pada Kabinet Pembangunan (Presiden Soeharto)
  • Prof. Dr. M.Syaaf, Ilmu Penyakit Mata (Oftalmologi), Presiden (Rektor) Pertama Universitas Andalas Padang
  • Prof. Dr. Busyra Zahir, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI), Rektor Universitas Andalas yang ke 4
  • Prof. Dr. Isak Salim, Ilmu Kesehatan Mata (FK UI)
  • Prof. Dr. Akmal Taher, Ilmu Bedah (FK UI), dirut RSCM, dirjen BUK Kemenkes
  • Prof. Dr. Laksmana Aulia, Ilmu Anatomi (FK USU)
  • Prof. Dr. Yasmini Yazir, Ilmu Faal (Fisiologi) (FK USU)
  • Prof. Dr. Hasyim Effendi (Suami Prof.Yasmeini), Ilmu Faal (Fisiologi) (FK USU)
  • Prof. Dr. Syahbanar Zahir, Ilmu Biokimia (FK UI)
  • Prof. Dr. Fadil Oenzil PhD. SpGK., Ilmu Biokimia / Gizi Klinik (FK Unand)
  • Prof. Dr. Aulia, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
  • Prof. Dr. Zainal, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
  • Prof. Dr. Wirda Soemarto, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
  • Prof. Dr. Soemarto (suami Prof.Wirda), Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
  • Prof. Dr. Kadri, Ilmu Penyakit Dalam (FK USU)
  • Prof. Dr. M.W. Haznam, Ilmu Penyakit Dalam (FK Unpad)
  • Prof. Dr. Hanif, Ilmu Penyakit Dalam (FK Unand)
  • Prof. Dr. M. Syaifullah Nur, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
  • Prof. Dr. dr. Nurul Akbar, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
  • Prof. Dr. Nuzirwan Acang, Ilmu Penyakit Dalam (FK Unand)
  • Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
  • Prof. Dr. dr. Asman Manaf, Ilmu Penyakit Dalam (FK Unand)
  • Prof. Dr. S.M. Akmam, Ilmu Kesehatan Mata (FK UI)
  • Prof. Dr. Sidarta Ilyas, Ilmu Kesehatan Mata (FK UI)
  • Prof. Dr. Khalilul Rahman, Ilmu Kesehatan Mata (FK Unand)
  • Prof. Dr. M. Zaman, Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan (FK Unair)
  • Prof. Dr. Mustafa Zakir, Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan (FK Unair)
  • Prof. Dr. Ramlan Muchtar, Ilmu Bedah (FK UGM)
  • Prof. Dr. Lila Dewata, Ilmu Obstetri dan Ginekologi (FK Unair)
  • Prof. Dr. Nanizar Zaman Yunus, Ilmu Farmasi (FK Unair)
  • Prof. Dr. Drg. Arifzan Razak, Kedokteran Gigi (FKG Unair)
  • Prof. Dr. Drg. Boedi Oetomo Ruslan MBioMed, Kedokteran Gigi (FKG Univ.Trisakti)
  • Prof. Mahadi SH, Fakultas Hukum USU
  • Prof.Dr. Ir. Abu Dardak, Ilmu Pertanian (FPert USU)
  • Dr. Erjan Albar, FK USU

Nama Rumah Sakit di Indonesia yang mengambil Nama Putra Koto Gadang:

  • Rumah Sakit Dr. Sjaiful Anwar, RSUP Malang, Jawa Timur
  • Rumah Sakit Tentara Dr. Asmir, RST Salatiga, Jawa Tengah
  • Rumah Sakit Tentara Dr. Nusmir, RST Baturaja, Sumatra Selatan
  • Rumah Sakit Jiwa Dr. Marzuki Mahdi, RSJ Cilendek, Bogor, Jawa Barat
  • Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Azhar Zahir, Manokwari, Papua

Suku dan Jurai

Suku

Penduduk yang telah bermukim itu tersusun berdasarkan suku dan kaum, dipimpin oleh Penghulu Suku yang disebut Datuk. Kotogadang terbagi atas empat suku yaitu:

  1. Sikumbang:
    1. Sikumbang Mudiak: empat paruik
    2. Sikumbang Hilir: empat paruik
      Kaum – kaum ini dinamakan Sikumbang nan Salapan Hindu
  2. Koto:
    1. Koto nan ampek paruik
    2. Koto nan tigo paruik
      Kaum–kaum ini dinamakan Koto nan Tujuah Paruik
  3. Guci/Piliang:
    1. Guci terdapat tiga buah paruik
      1. Guci Pacah
      2. Guci Tabit Hanyir
      3. Guci Parit Tahampai
    2. Piliang terdapat tiga buah paruik
      1. Piliang Panjang
      2. Piliang Kamang / Piliang Tapi
      3. Piliang Kampuang Teleng
        Kaum–kaum ini dinamakan Guci/Piliang nan Anam Panghulu
  4. Caniago:
    1. Caniago Tapi
    2. Caniago Tangah
    3. Caniago Bodi
      Kaum–kaum ini dinamakan Caniago nan Tigo Ninik

Jurai

Jurai dibagi atas tiga:

  1. Jurai Mudiak
  2. Jurai Tangah
  3. Jurai Hilir

Itulah sebabnya dikatakan Kotogadang nan tigo jurai nan ampek suku.

Referensi

  • Azizah Etek, Mursjid A.M., Arfan B.R., Koto Gadang Masa Kolonial, LKiS, 2007
  • James, K.A., "De Nagarie Kota Gedang", Tijdschrift voor het Binnenlandsch Bestuur 49, 1916, pp. 185-195
  • Graves, Elizabeth E., The Minangkabau Response to Dutch Colonial Rule in the Nineteenth Century, Equinox Publishing (Asia) Pte Ltd, Singapore, 2010, pp. 207-224

Catatan kaki

  1. ^ Azizah Etek, Mursjid A.M., Arfan B.R. "Koto Gadang Masa Kolonial" PT LKiS Pelangi Aksara, 2007.
  2. ^ Saur Hutabarat, Orang Minang dalam Elite Indonesia, Majalah Tempo, 12 Juli 1986

Pranala luar