Enau: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
LaninBot (bicara | kontrib)
k Perubahan kosmetik tanda baca
Baris 71: Baris 71:


=== Perbanyakan ===
=== Perbanyakan ===
Enau atau aren dapat dikembang biakkan secara generatif yaitu melalui bijinya. Agar diperoleh keturunan yang baik, benih sebaiknya diambil dari pohon induk yang memiliki kriteria sebagai berikut :
Enau atau aren dapat dikembang biakkan secara generatif yaitu melalui bijinya. Agar diperoleh keturunan yang baik, benih sebaiknya diambil dari pohon induk yang memiliki kriteria sebagai berikut:
<ol style="list-style-type: lower-alpha;">
<ol style="list-style-type: lower-alpha;">
<li> '''''Batang pohon harus besar dengan pelepah daun merunduk dan rimbun'''''. Sampai saat ini dikenal dua macam tanaman aren yaitu Aren Genjah yang memiliki batang agak kecil dan pendek dengan produksi nira antara 10–15 liter/tandan/hari, dan Aren Dalam yang memiliki batang besar dan tinggi dengan produksi nira 20–30 liter/tandan/hari. Untuk kepentingan produksi nira dan turunannya, dianjurkan untuk menggunakan varietas Dalam sebagai pohon induknya.
<li> '''''Batang pohon harus besar dengan pelepah daun merunduk dan rimbun'''''. Sampai saat ini dikenal dua macam tanaman aren yaitu Aren Genjah yang memiliki batang agak kecil dan pendek dengan produksi nira antara 10–15 liter/tandan/hari, dan Aren Dalam yang memiliki batang besar dan tinggi dengan produksi nira 20–30 liter/tandan/hari. Untuk kepentingan produksi nira dan turunannya, dianjurkan untuk menggunakan varietas Dalam sebagai pohon induknya.

Revisi per 9 Juni 2019 12.50

Enau
Aren, dari Blanco
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Divisi:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
A. pinnata
Nama binomial
Arenga pinnata
Sinonim

Arenga saccharifera Labill.

"Aren" dialihkan ke halaman ini. Untuk komune di Prancis, silakan lihat Aren, Prancis dan untuk kotamadya di Spanyol, silakan lihat Arén

Enau atau aren (Arenga pinnata, suku Arecaceae) adalah palma yang terpenting setelah kelapa (nyiur) karena merupakan tanaman serba guna. Tumbuhan ini dikenal dengan berbagai nama seperti nau, hanau, peluluk, biluluk, kabung, juk atau ijuk (aneka nama lokal di Sumatra dan Semenanjung Malaya); kawung, taren (Sd.); akol, akel, akere, inru, indu (bahasa-bahasa di Sulawesi); moka, moke, tuwa, tuwak (di Nusa Tenggara), dan lain-lain.[1]

Bangsa Belanda mengenalnya sebagai arenpalm atau zuikerpalm dan bangsa Jerman menyebutnya zuckerpalme. Dalam bahasa Inggris disebut sugar palm atau Gomuti palm.

Aren adalah tumbuhan yang dilindungi oleh undang-undang.

Pemerian

Pohon enau
Situgede, Bogor, Jawa Barat

Palma yang besar dan tinggi, dapat mencapai 25 m. Berdiameter hingga 65 cm, batang pokoknya kukuh dan pada bagian atas diselimuti oleh serabut berwarna hitam yang dikenal sebagai ijuk, injuk, juk atau duk. Ijuk sebenarnya adalah bagian dari pelepah daun yang menyelubungi batang.

Daunnya majemuk menyirip, seperti daun kelapa, panjang hingga 5 m dengan tangkai daun hingga 1,5 m. Anak daun seperti pita bergelombang, hingga 7 x 145 cm, berwarna hijau gelap di atas dan keputih-putihan oleh karena lapisan lilin di sisi bawahnya.

Berumah satu, bunga-bunga jantan terpisah dari bunga-bunga betina dalam tongkol yang berbeda yang muncul di ketiak daun; panjang tongkol hingga 2,5 m. Buah buni bentuk bulat peluru, dengan diameter sekitar 4 cm, beruang tiga dan berbiji tiga,[2] tersusun dalam untaian seperti rantai. Setiap tandan mempunyai 10 tangkai atau lebih, dan setiap tangkai memiliki lebih kurang 50 butir buah berwarna hijau sampai coklat kekuningan. Buah ini tidak dapat dimakan langsung karena getahnya sangat gatal.

Kegunaan

Pohon enau menghasilkan banyak hal, yang menjadikannya populer sebagai tanaman yang serbaguna, terutama sebagai penghasil gula.

Nira dan gula

Tongkol bunga jantan (kanan) dan yang disadap niranya (sebelah kiri)
Gula aren dijual dalam bentuk endapan padat, dengan cetakan batok kelapa.

Gula aren diperoleh dengan menyadap tandan bunga jantan yang mulai mekar dan menghamburkan serbuk sari yang berwarna kuning. Tandan ini mula-mula dimemarkan dengan memukul-mukulnya selama beberapa hari, hingga keluar cairan dari dalamnya. Tandan kemudian dipotong dan di ujungnya digantungkan tahang bambu untuk menampung cairan yang menetes.

Cairan manis yang diperoleh dinamai nira (alias legen atau saguer), berwarna jernih agak keruh. Nira ini tidak tahan lama, maka tahang yang telah berisi harus segera diambil untuk diolah niranya; biasanya sehari dua kali pengambilan, yakni pagi dan sore.

Setelah dikumpulkan, nira segera dimasak hingga mengental dan menjadi gula cair. Selanjutnya, ke dalam gula cair ini dapat dibubuhkan bahan pengeras (misalnya campuran getah nangka dengan beberapa bahan lain) agar gula membeku dan dapat dicetak menjadi gula aren bongkahan (gula gandu). Atau, ke dalam gula cair ditambahkan bahan pemisah seperti minyak kelapa, agar terbentuk gula aren bubuk (kristal) yang disebut juga sebagai gula semut.

Di banyak daerah di Indonesia, nira juga biasa difermentasi menjadi semacam minuman beralkohol yang disebut tuak atau di daerah timur juga disebut saguer. Tuak ini diperoleh dengan membubuhkan satu atau beberapa macam kulit kayu atau akar-akaran (misalnya kulit kayu nirih (Xylocarpus) atau sejenis manggis hutan (Garcinia)) ke dalam nira dan membiarkannya satu sampai beberapa malam agar berproses. Bergantung pada ramuan yang ditambahkan, tuak yang dihasilkan dapat berasa sedikit manis, agak masam atau pahit.

Dengan membubuhkan bahan yang lain, atau dengan membiarkan begitu saja selama beberapa hari, nira dapat berfermentasi menjadi cuka. Cuka dari aren ini kini tidak lagi populer, terdesak oleh cuka buatan pabrik.

Nira mentah (segar) bersifat pencahar (laksativa), sehingga kerap digunakan sebagai obat urus-urus. Nira segar juga baik sebagai bahan campuran (pengembang) dalam pembuatan roti.[1]

Kolang-kaling

Buah aren dan kolang-kaling

Buah aren (dinamai beluluk, caruluk dan lain-lain) memiliki 2 atau 3 butir inti biji (endosperma) yang berwarna putih tersalut batok tipis yang keras. Buah yang muda intinya masih lunak dan agak bening. Buah muda dibakar atau direbus untuk mengeluarkan intinya, dan kemudian inti-inti biji itu direndam dalam air kapur beberapa hari untuk menghilangkan getahnya yang gatal dan beracun.[1]. Cara lainnya, buah muda dikukus selama tiga jam dan setelah dikupas, inti bijinya dipukul gepeng dan kemudian direndam dalam air selama 10-20 hari. Inti biji yang telah diolah itu, diperdagangkan di pasar sebagai buah atep (buah atap) atau kolang-kaling.

Kolang-kaling disukai sebagai campuran es, manisan atau dimasak sebagai kolak. Teristimewa sebagai hidangan berbuka puasa di bulan Ramadhan.

Produk lain

Sebagaimana nipah dan rumbia, daun pohon enau juga biasa digunakan sebagai bahan atap rumah rakyat. Pucuk daunnya yang masih kuncup (janur) juga dipergunakan sebagai daun rokok, yang dikenal pasar sebagai daun kawung. Lembar-lembar daunnya di Jawa Barat biasa digunakan sebagai pembungkus barang dagangan, misalnya gula aren atau buah durian. Lembar-lembar daun ini pun kerap dipintal menjadi tali, sementara dari lidinya dihasilkan barang anyaman sederhana dan sapu lidi.

Seperti halnya daun, ijuk dari pohon enau pun dipintal menjadi tali. Meski agak kaku, tali ijuk ini cukup kuat, awet dan tahan digunakan di air laut. Ijuk dapat pula digunakan sebagai bahan atap rumah, pembuat sikat dan sapu ijuk. Dari pelepah dan tangkai daunnya, setelah diolah, dihasilkan serat yang kuat dan tahan lama untuk dijadikan benang, tali pancing dan senar gitar Batak.

Batangnya mengayu di sebelah luar dan agak lunak berserabut di bagian dalam atau empulurnya. Kayunya yang keras ini dipergunakan sebagai papan, kasau atau dibuat menjadi tongkat. Empulur atau gumbarnya dapat ditumbuk dan diolah untuk menghasilkan sagu, meski kualitasnya masih kalah oleh sagu rumbia. Batang yang dibelah memanjang dan dibuang empulurnya digunakan sebagai talang atau saluran air.

Dari akar dihasilkan serat untuk bahan anyaman, tali pancing atau cambuk.[1]

Ekologi dan penyebaran

Pohon enau mudah tumbuh. Memiliki asal usul dari wilayah Asia tropis, enau diketahui menyebar alami mulai dari India timur di sebelah barat, hingga sejauh Malaysia, Indonesia, dan Filipina di sebelah timur. Di Indonesia, enau tumbuh liar atau ditanam, sampai ketinggian 1.400 m dpl..[2] Biasanya banyak tumbuh di lereng-lereng atau tebing sungai.

Meskipun getahnya amat gatal, buah enau yang masak banyak disukai hewan. Musang luwak diketahui sebagai salah satu hewan yang menyukai buah enau ini, dan secara tidak langsung berfungsi sebagai hewan pemencar biji enau. Di Bangka, pada masa lalu orang-orang Tionghoa memasang perangkap di bawah pohon enau yang tengah berbuah, untuk menangkap rombongan babi hutan yang berpesta buah enau yang berjatuhan.[1]

Perbanyakan

Enau atau aren dapat dikembang biakkan secara generatif yaitu melalui bijinya. Agar diperoleh keturunan yang baik, benih sebaiknya diambil dari pohon induk yang memiliki kriteria sebagai berikut:

  1. Batang pohon harus besar dengan pelepah daun merunduk dan rimbun. Sampai saat ini dikenal dua macam tanaman aren yaitu Aren Genjah yang memiliki batang agak kecil dan pendek dengan produksi nira antara 10–15 liter/tandan/hari, dan Aren Dalam yang memiliki batang besar dan tinggi dengan produksi nira 20–30 liter/tandan/hari. Untuk kepentingan produksi nira dan turunannya, dianjurkan untuk menggunakan varietas Dalam sebagai pohon induknya.
  2. Pohon terpilih harus memiliki produktivitas yang tinggi. Perlu diketahui bahwa tidak semua pohon aren dan tidak semua mayang (tandan bunga) jantan yang keluar (9 – 11 mayang) menghasilkan nira. Hal ini sangat dipengaruh oleh proses fisiologi tanaman. Calon pohon induk perlu diperiksa produktivitasnya dengan menyadap nira dari mayang jantan pertama atau kedua; jika hasilnya banyak maka pohon itu pantas dijadikan pohon induk. Kemudian pohon induk ini tidak lagi disadap niranya, agar kualitas benih yang dihasilkan tetap baik.

Selanjutnya tahapan penyediaan bibit tanaman aren adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan buah

Buah yang digunakan sebagai sumber benih harus matang, sehat yang ditandai dengan kulit buah yang berwarna kuning kecoklatan, tidak terserang hama dan penyakit dengan diameter buah ± 4 cm. Sebaiknya buah yang diambil adalah yang terletak di bagian luar rakila. Buah aren ini dapat disimpan selama 2 minggu pada karung plastik atau dus untuk memudahkan pemisahan biji (benih) dari kulit.

2. Pengambilan biji dari buah

Pengambilan biji dari dalam buah aren harus menggunakan sarung tangan karena buah aren mengandung asam oksalat yang akan menimbulkan rasa gatal apabila kena kulit. Cara lain, yaitu dengan memeram buah-buah aren yang telah dikumpulkan sampai kulit buah menjadi busuk sehingga biji terpisah dengan sendirinya dari daging buah. Dengan cara ini, biji dapat diambil dengan mudah dan kulit buah aren tidak gatal lagi.
Anakan (semai) pohon aren

3. Perkecambahan

Benih disemaikan dalam tempat persemaian dengan media campuran pasir dan serbuk gergaji dengan perbandingan 2:1. Untuk mempercepat perkecambahan, tempurung biji dapat digosok dengan kertas pasir (ampelas) di bagian punggungnya, tempat keluar apokol, selebar kira-kira 3 mm kemudian biji direndam dalam air agar air meresap ke dalam endosperm sampai jenuh, lalu disemaikan. Benih disiram setiap hari untuk mempertahankan kelembaban yang tinggi sekitar 80%.

4. Pembibitan

Semai aren yaitu setelah terbentuk apokol yang telah mencapai panjang 3 – 5 cm dipindahkan ke tempat pembibitan atau ke dalam kantong plastik (polibag) yang berdiameter 25 cm, yang telah diisi ¾ bagiannya dengan tanah-tanah lapisan atas yang dicampur dengan pupuk kandang dengan perbandingan 1:2. Bibit-bibit yang telah dipindahkan ini memerlukan penyiraman dan naungan agar terhindar dari cahaya matahari secara langsung. Bibit aren dapat dipindahkan (ditanam) ke lapangan setelah berumur 6-8 bulan sejak daun pertama terbentuk.

Produk Unggulan

Daerah Jawa Barat merupakan daerah persebaran aren terluas di pulau jawa sekitar 13.878 ha. Tasikmalaya merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki potensi aren cukup besar dikarenakan kondisi geografis yang mendukung pertumbuhan tanaman aren. Produk olahan tanaman aren yang terkenal, yaitu gula aren. Jawa Barat merupakan daerah penghasil gula aren terbesar di Indonesia. Pengembangan agribisnis gula aren di kabupaten Tasikmalaya tersebar di 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Bantarkalong, Kecamtan Bojong Gambir, dan Kecamatan Pageurageung dengan jumlah petani sebanyak 1.800 orang. Diperkirakan setiap harinya petani dapat menghasilkan Rp4.797.000 pendapatan kotor untuk setiap 369 kg gula yang dihasilkan sehingga apabila diakumlatifkan dalam setahun, petani aren akan mendapatkan kotor sebesar Rp1.726.920.000[3]

Standar Gula Aren


Jenis Gula Aren

Berikut merupakan beberapa variasi dari gula aren berdasarkan bentuknya, yaitu:

  1. Gula aren cetak berbahan dasar nira segar, rasa manis, tidak berwarna dengan pH 6-7 dan total asam 0,1%.  Gula cetak diperoleh dengan cara menguapkan air nira yang kemudian dicetak dalam berbagai bentuk, seperti ukuran setengah tmpurung kelapa, ukuran balok, maupun bentuk lempengan.a.    Gula aren cetak berbahan dasar nira segar, rasa manis, tidak berwarna dengan pH 6-7 dan total asam 0,1%.  Gula cetak diperoleh dengan cara menguapkan air nira yang kemudian dicetak dalam berbagai bentuk, seperti ukuran setengah tmpurung kelapa, ukuran balok, maupun bentuk lempengan.
  2. Gula aren semut merupakan gula aren berbentuk serbuk, beraroma khas, dan berwarna kuning kecoklatan. Gula semut diperoleh dengan memanaskan nira hingga menjadi kental. Selanjutnya, nira yang mengental didinginkan dan dikristalkan. Pengkristalan dilakukan dengan mengaduk nira nira secara perlahan, dan makinlama makin cepat menggunakan garpu kayu hingga terbentuk serbuk gula (gula semut). Kemudian, gula semut dikeringkan yang dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu pengeringan menggunakan sinar matahari selama 3-4 jam dan pengeringan menggunakan oven pada suhu 45 °C-50 °C selama 1,5-2 jam. Lalu, bentuk gula semut diseragamkan dengan menggukanan ayakan stainless steel berukuran 18-20 mesh.
  3. Gula aren Kristal adalah gula aren berbentuk butiran menyerupai gula semut dengan ukuran Kristal yang tidak dapat melewati ayakan berukuran 20 mesh. Pengolahan gula Kristal terdiri dari beberapa tahapan, yaitu persiapan dan pemekaan nira, pemekatan lanjutan, sentrifugasi masakan gula, pengeringan dan pengepakan gula [4]

Produksi Gula Aren

Dari ketiga jenis gua aren tersebut, gula aren semutlah yang memiliki potensi terbesar dikarenakan besarnya permintaan akan gula semut ini di luar negri. Gula semut banyak digunakan sebagai alternative dari gula pasir yang diproduksi dari tebu. Gula pasir memiliki dampak buruk bagi penderita diabetes dan obesitas. Selain itu harga gula semut jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan gula pasir sehingga apabila produksi gula semut ini dioptimalkan dapat meningkatkan ekspor gula semut yang dapat meningkatkan perekonomian negara. Kosumsi gula semut ini juga berhubungan dengan tingkat pendapatan per kapita suatu negara sehingga dapat diamati tinggi permitaan akan gula semut oleh  negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Jerman, Belanda, Irlandia, Australia, Belgia, Inggris, Austria dan Skandivania[5]

Produsen utama gula semut yaitu negara-negara di Asia dengan Indonesia sebagai produsen terbesar gula semut dunia. Gula semut dijadikan alternative untuk pengganti gula biasa dikarenakan indeks glikemik yang rendah dan tanpa efek samping sehingga lebih baik untuk kesehatan apabila dibandingkan dengan pengguanaan gula pasir maupun gula buatan lainnya. selain itu, gula semut juga memiliki bau khas yang berasal dari nira[5]. Gula semut yang nantinya akan diekspor keluar harus memenuhi beberapa standar sebagai beikut

  1. Memenuhi SNI (SII 0268-85)
Tabel 1. Syarat Gula Semut (SII 0268-85)
No. Komponen Kadar
1 Gula (Jumlah Sukrosa dan Gula Reduksi) Minimal 80
2 Sukrosa (%) MInimal 75
3 Gula reduksi (%) Maksimal 6
4 Air (%) Maksimal 3
5 Abu (%) Maksimal 2
6 Bagian-bagian tidak larut dalam air Maksimal 1
7 Zat warna Yang diijinkan
8 Logam-logam berbahaya (Cu, Hg, Pb, As) Negatif
9 Pati Negatif
10 Bentuk Kristal//Serbuk

2. Memenuhi syarat mutu gula organik Memenuhi syarat mutu gula semut organik

Tabel 2. Syarat gula semut organik di pasar internasional
No. Syarat
1 Terbebas dari bahan kimia (pestisida, herbisida dan lainnya) dan bebas dari pengawet dan pewarna makanan
2 Murni 100% berbahan nira, baik kelapa maupun aren
3 Tingkat kehalusan butir adalah 18 mesh
4 Kadar air maksimal 1,5%
5 Terbebas dari campuran seperti batu, krikil, kertas dan pencemaran seperti plastik, nira yang hangus dan bahan berbahaya lainnya

Sertifikat organic dapat diperoleh melalui lembaga sertifikasi yang telah diakui dunina internasional, yaitu  Europan Union Regulation untuk pasar Eropa, National Organic Program USDA untuk pasar Amerika, Japanese Regulation  (JAS) untuk pasa Jepang, dan Control Union Certification (CUC) LSPO

3. Memiliki kadar air maksimal 2%

4. Memiliki ukuran mesh antara 12-18 mesh

Peningkatan Mutu Gula Aren secara Metabolomik

Indonesia sebagai negara produsen gula semut terbesar memiliki peluang yang besar untuk mengekspor produk gula semut ke negara-negara eropa yang di dukung oleh industri makanan yang mengutamakan penggunaan gula alami dibandingkan dengan gula buatan. Selain itu, dikarenakan penggunaan produk organic yang semakin popular. Umumnya masyarakat eropa lebih menyukai gula yang memiliki rasa seperti atau mendekati gula rafinasi. Gula semut dengan rasa mendekati gula rafinasi memiliki kandungan sukrosa yang tinggi sekitar 70-80%, kandungan mineral yang rendah sekitar 3-4%, kandungan protein 1-2%, glukosa 1-8%, ruktosa 3-9% dan lemak 1,5-1%[5]. Agar kualitas gula aren yang diproduksi meningkat, serta diperoleh rasa yang mendekatasi gula rafinasi dapat dilakukan peningkatan kualitas gula aren secara metabolomik menggunakan metabolomik model prediktif ataupun metabolomik prediktif. Metabolomik model prediktif merupaka protocol alternative berbasis instrument yang lebih objektif dan efisien untuk menyempurakan data uji sensoria tau organoleptic. Uji organoleptic ini penting dalam industri makanan karena memiliki dampak yang besar terhadap penentuan harga serta kualitas dari produk makanan. Salah satu analisis prediktif yang dapat dilakukan, yaitu analisis berbasis PLS (Preojection to Latent Structure) yang meliputi Partial Least Squaare-Discriminative Analysis (PLS-DA) PLS orthogonal, dan lain-lain. Prediksi berbasis PLS sangat berguna dalam memprediksi atribut sensori dalam berbagai sampel makanan dengan menggunakan model satistik dimana profil metabolit berperan sebagai variable penjelas dan atribut sensori sebagai variable respon. Data varabel penjelas tersebut dapat diperoleh  dengan metode analisis target, pemrofilan metabolit dan sidik jari meabolit. Metode analisis target dapat digunakan untuk memprediksi atribut sensori makanan, namun memiliki kelemahan sulit untuk menentukan hubungan antara komposisi kimia keseluruhan dan karakteristik sensori akibat banyaknya komonen dalam makanan yang mempengaruhi rasa dan karaktersitiknya. Sedangkan pemrofilan metabolit dapat mengkarakterisasi property makanan yang komprehensif dan memungkinkan pengidentifikasian senyawa baru terkait karakteristik makanan. Metabolomik diskriminatif digunakan untuk membedakan populasi-populasi sampel dengan memanfaatkan model statistic ataupun evaluasi pahway hipotetik. Metabolomik diskriminatif melakukan pemrofilan sampel atau sidik jari metabolit menggunakan instrument analitik, memvisualisasikan struktur data dan mengidentifikasi factor yang memungkinkan pengklasifikasian sampel menggunakan analisis multivariate seperti PCA, dan mengidentifikasi biomarker untuk klasifikasi. Oleh karena itu, diharapkan dengan berkembangnya metabolomik dapat digunakan untuk  peningkatan kualitas gula aren Indonesia, khususnya di Jawa Barat untuk meningkatkan pasar ekspor Indonesia yang memiliki peluang tinggi terhadap peningkatan perekonomian Indonesia[5].

Sejauh ini, masyarakat di Jawa Barat khusunya para petani di Kabupaten Tasikmalaya telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan proses produksi agar lebih efisien dan hemat energy, ramah lingkungan, serta kualitas produk bermutu tinggi dengan menggunakan teknologi membrane reverse osmosis dan teknologi vacuum evaporator double effect berstandar dan bersertifikasi Indikasi Geografis Inter national sehingga dapat diperoleh nira sekitar 84 liter/pohon/hari, dimana jumlah ini dua kali lipat lebih banyak apabila dibandingkan dengan produksi aren unggul nasiolan di Provinsi Sulaewesi Utara sekitar 40 liter./pohon/hari[4].

Referensi

  1. ^ a b c d e Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 1. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 447-455.
  2. ^ a b Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 139.
  3. ^ SUCIANTINI, SUCIANTINI (2017-03-01). "Analisis risiko kekeringan dengan menggunakan decision network di sentra produksi padi di Jawa Barat". Masyarakat Biodiversitas Indonesia. doi:10.13057/psnmbi/m030111. 
  4. ^ a b Suprapti, Sihati (2016-04). "Utilization of Aren (Arenga pinnata Merr.) Sawmilling Waste for Edible Mushroom Cultivation Media". Indonesian Journal of Forestry Research. 3 (1): 9–18. doi:10.20886/ijfr.2016.3.1.9-18. ISSN 2355-7079. 
  5. ^ a b c d "Gula Semut | LPPSLH - Pemberdayaan Petani Gula Semut". LPPSLH (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-04-26. 
  • Phang Wien Ho et al. A Guide to the Botanic Gardens Jungle. Pusat Sains Singapura (1983). ISBN 9971-88-010-5.

Pranala luar