Seno Gumira Ajidarma: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
OrophinBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 42: Baris 42:
Seno Gumira Ajidarma adalah putra dari Prof. Dr. [[M.S.A Sastroamidjojo]], seorang guru besar Fakultas MIPA [[Universitas Gadjah Mada]] <ref name="seno g">{{id}} http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/seno.html.</ref>. Tapi, lain ayah, lain pula si anak. Seno Gumira Ajidarma bertolak belakang dengan pemikiran sang ayah.
Seno Gumira Ajidarma adalah putra dari Prof. Dr. [[M.S.A Sastroamidjojo]], seorang guru besar Fakultas MIPA [[Universitas Gadjah Mada]] <ref name="seno g">{{id}} http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/seno.html.</ref>. Tapi, lain ayah, lain pula si anak. Seno Gumira Ajidarma bertolak belakang dengan pemikiran sang ayah.


Setelah lulus SMP, Seno tidak mau melanjutkan sekolah. Terpengaruh cerita petualangan [[Old Shatterhand]] di rimba suku [[Apache]], karya pengarang asal Jerman [[Karl May]], dia pun mengembara mencari pengalaman. Seperti di film-film: ceritanya seru, menyeberang sungai, naik kuda, dengan sepatu mocasin, sepatu model boot yang ada bulu-bulunya. Selama tiga bulan, ia mengembara di [[Jawa Barat]], lalu ke [[Sumatra|Sumatra]]. Sampai akhirnya jadi buruh pabrik kerupuk di [[Medan]]. Karena kehabisan uang, dia meminta uang kepada ibunya. Tapi, ibunya mengirim tiket untuk pulang. Maka itu, Seno pulang dan meneruskan sekolah.
Setelah lulus SMP, Seno tidak mau melanjutkan sekolah. Terpengaruh cerita petualangan [[Old Shatterhand]] di rimba suku [[Apache]], karya pengarang asal Jerman [[Karl May]], dia pun mengembara mencari pengalaman. Seperti di film-film: ceritanya seru, menyeberang sungai, naik kuda, dengan sepatu mocasin, sepatu model boot yang ada bulu-bulunya. Selama tiga bulan, ia mengembara di [[Jawa Barat]], lalu ke [[Sumatra]]. Sampai akhirnya jadi buruh pabrik kerupuk di [[Medan]]. Karena kehabisan uang, dia meminta uang kepada ibunya. Tapi, ibunya mengirim tiket untuk pulang. Maka itu, Seno pulang dan meneruskan sekolah.


Ketika SMA, ia sengaja memilih SMA Kolese De Britto yang boleh tidak pakai seragam. Komunitas yang dipilih sesuai dengan jiwanya. Bukan teman-teman di lingkungan elite perumahan dosen Bulaksumur (UGM), rumah orang tuanya. Tapi, komunitas anak-anak jalanan yang suka tawuran dan ngebut di [[Malioboro]]. Dia juga ikut teater Alam pimpinan [[Azwar A.N]] selama dua tahun.
Ketika SMA, ia sengaja memilih SMA Kolese De Britto yang boleh tidak pakai seragam. Komunitas yang dipilih sesuai dengan jiwanya. Bukan teman-teman di lingkungan elite perumahan dosen Bulaksumur (UGM), rumah orang tuanya. Tapi, komunitas anak-anak jalanan yang suka tawuran dan ngebut di [[Malioboro]]. Dia juga ikut teater Alam pimpinan [[Azwar A.N]] selama dua tahun.

Revisi per 28 Maret 2019 03.12

Seno Gumira Ajidarma
Seno, 2017
Seno, 2017
PekerjaanWartawan, Penulis, Fotografer, Kritikus Film Indonesia
KebangsaanIndonesia Indonesia
Pendidikan
  • 1994 – Sarjana, Fakultas Film & Televisi, Institut Kesenian Jakarta
  • 2000 – Magister Ilmu Filsafat, Universitas Indonesia
  • 2005 – Doktor Ilmu Sastra, Universitas Indonesia
Penghargaan
  • 1987 – SEA Write Award
  • 1997 – Dinny O’Hearn Prize for Literary
  • 2005 – Khatulistiwa Literary Award
  • 2012 – Ahmad Bakrie Award [note 1]
PasanganIkke Susilowati [2]
AnakTimur Angin [2]
KerabatProf. Dr. M.S.A Sastroamidjojo (Ayah)
dr. Poestika Kusuma Sujana (ibu)[2]

Seno Gumira Ajidarma (lahir 19 Juni 1958) [3] adalah penulis dari generasi baru di sastra Indonesia. Beberapa buku karyanya adalah Atas Nama Malam, Wisanggeni—Sang Buronan, Sepotong Senja untuk Pacarku, Biola tak Berdawai, Kitab Omong Kosong, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, dan Negeri Senja.

Dia juga terkenal karena dia menulis tentang situasi di Timor Timur tempo dulu. Tulisannya tentang Timor Timur dituangkan dalam trilogi buku Saksi Mata (kumpulan cerpen), Jazz, Parfum, dan Insiden (roman), dan Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara (kumpulan esai). Pada 2014, dia meluncurkan blog bernama PanaJournal - www.panajournal.com tentang human interest stories bersama sejumlah wartawan dan profesional di bidang komunikasi.

Perjalanan Hidup

Seno Gumira Ajidarma adalah putra dari Prof. Dr. M.S.A Sastroamidjojo, seorang guru besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada [4]. Tapi, lain ayah, lain pula si anak. Seno Gumira Ajidarma bertolak belakang dengan pemikiran sang ayah.

Setelah lulus SMP, Seno tidak mau melanjutkan sekolah. Terpengaruh cerita petualangan Old Shatterhand di rimba suku Apache, karya pengarang asal Jerman Karl May, dia pun mengembara mencari pengalaman. Seperti di film-film: ceritanya seru, menyeberang sungai, naik kuda, dengan sepatu mocasin, sepatu model boot yang ada bulu-bulunya. Selama tiga bulan, ia mengembara di Jawa Barat, lalu ke Sumatra. Sampai akhirnya jadi buruh pabrik kerupuk di Medan. Karena kehabisan uang, dia meminta uang kepada ibunya. Tapi, ibunya mengirim tiket untuk pulang. Maka itu, Seno pulang dan meneruskan sekolah.

Ketika SMA, ia sengaja memilih SMA Kolese De Britto yang boleh tidak pakai seragam. Komunitas yang dipilih sesuai dengan jiwanya. Bukan teman-teman di lingkungan elite perumahan dosen Bulaksumur (UGM), rumah orang tuanya. Tapi, komunitas anak-anak jalanan yang suka tawuran dan ngebut di Malioboro. Dia juga ikut teater Alam pimpinan Azwar A.N selama dua tahun.

Tertarik puisi-puisi karya Remy Sylado di majalah Aktuil Bandung, Seno pun mengirimkan puisi-puisinya dan dimuat. Teman-teman Seno mengatakan Seno sebagai penyair kontemporer. Seno tertantang untuk mengirim puisinya ke majalah sastra Horison. Kemudian, Seno menulis cerpen dan esai tentang teater.

Pada usia 19 tahun, Seno bekerja sebagai wartawan, menikah, dan pada tahun itu juga Seno masuk Institut Kesenian Jakarta, jurusan sinematografi.[4]

Dia menjadi seniman karena terinspirasi oleh Rendra yang santai, bisa bicara, hura-hura, nyentrik, rambut boleh gondrong.

Sampai saat ini, Seno telah menghasilkan puluhan cerpen yang dimuat di beberapa media massa. Cerpennya Pelajaran Mengarang terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas 1993. Buku kumpulan cerpennya, antara lain: Manusia Kamar (1988), Penembak Misterius (1993), Saksi Mata (l994), Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (1995), Sebuah Pertanyaan untuk Cinta (1996), Iblis Tidak Pernah Mati (1999). Karya lain berupa novel Matinya Seorang Penari Telanjang (2000). Pada tahun 1987, Seno mendapat Sea Write Award. Berkat cerpennya Saksi Mata, Seno memperoleh Dinny O’Hearn Prize for Literary, 1997.

Pada tahun 2008, dia bersama Linda Christanty dan Kris Budiman, didapuk menjadi juri Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).

Kesibukan Seno sekarang adalah membaca, menulis, memotret, jalan-jalan, selain bekerja di Pusat Dokumentasi Jakarta-Jakarta.[5] Juga kini ia membuat komik. Baru saja ia membuat teater. Sekarang Seno menjadi Rektor di Institut Kesenian Jakarta sejak 2016 dan tetap menjadi dosen di Fakultas Film dan Televisi.

Catatan

  1. ^ Seno Gumira menolak Bakrie Awards [1]

Rujukan

  1. ^ "Tokoh Agustus 2012 Seno Gumira Ajidarma". 
  2. ^ a b c (Indonesia) Diakses tanggal 24 Desember 2011
  3. ^ (Indonesia) Ajidarma, Seno Gumira. Iblis tidak Pernah Mati. Yayasan Galang, 1999, Yogyakarta. Halaman 167. ISBN 979-95690-2-8.
  4. ^ a b (Indonesia) http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/seno.html.
  5. ^ (Indonesia) http://www.goodreads.com/author/show/512651.Seno_Gumira_Ajidarma.

Pranala luar