Kotagede, Yogyakarta: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Gilang Bayu Rakasiwi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 31: Baris 31:


Semula, Kotagede adalah nama sebuah kota yang merupakan Ibukota [[Kesultanan Mataram]]. Selanjutnya kerajaan itu terpecah menjadi Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
Semula, Kotagede adalah nama sebuah kota yang merupakan Ibukota [[Kesultanan Mataram]]. Selanjutnya kerajaan itu terpecah menjadi Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.

Sebagian besar tata ruang perkembangan perkotaan di Pulau Jawa mempunyai konsep '''Catur Gatra Tunggal''', yaitu '''pasar''' sebagai pusat perekonomian, '''alun-alun''' sebagai pusat adat budaya masyarakat, '''masjid''' sebagai pusat peribadatan, dan '''keraton''' sebagai pusat kekuasaan. Kotagede di DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta). Dalam bahasa Jawa halus, “Kotagede” berarti “kota yang besar” yang disebut '''Kitha Ageng'''. Kotagede sebenarnya bukan nama yang membedakannya secara tegas dengan tempat lain. Secara historis, Kotagede dibentuk sebagai Ibu Kota Kerajaan Mataram yang didirikan oleh Ki Ageng Pemanahan dan Panembahan Senapati. Tradisi Jawa memang tidak bisa menamai ibu kota secara berbeda dengan nama kerajaannya. Pada dasarnya, Ibu Kota Negeri Mataram bernama kota Mataram sebagaimana Kerajaan Medang di masa silam dan Ngayogyakarta di masa yang lebih muda.

Secara historis, nama Kotagede sudah ada sejak masa Ki Ageng Pemanahan. Hanya sekitar sepersepuluh dari masa hidupnya yang panjang itu, Kotagede berperan sebagai pusat pemerintahan. Jika dibandingkan dengan kota-kota Bandar di pesisir yang jauh lebih mapan dan memiliki basis perniagaan yang kuat, Ibu Kota Kerajaan Mataram ini relatif lebih kecil dan bersahaja. Namun demikian, Kotagede dipandang sebagai “tanah pustaka” Mataram sehingga kedua kerajaan baru, Surakarta dan Yogyakarta, harus sama-sama memiliki untuk mewarisi keberkahannya. Generasi yang lebih tua menyebut Sargede dengan luwes sebagai ringkasan dari Pasar Gede karena pasar adalah bagian yang paling mencolok, ramai, dan akrab di Kotagede.


== Wilayah yang terbelah ==
== Wilayah yang terbelah ==

Revisi per 21 Maret 2019 13.20

Kotagede
Berkas:Kecamatan Kotagede.jpg
Peta lokasi Kemantren Kotagede
Negara Indonesia
ProvinsiDaerah Istimewa Yogyakarta
KotaYogyakarta
Pemerintahan
 • Mantri pamong prajaDrs Nur Hidayat
Populasi
 • Total- jiwa
Kode Kemendagri34.71.14
Kode BPS3471050
Desa/kelurahan3


Kotagede atau Kutagede (Hanacaraka: ꦏꦸꦛꦒꦼꦝꦺ, Jawa: Kuthagedhé) adalah sebuah kecamatan di Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.

Batas

Batas-batas Kecamatan Kotagede adalah sebagai berikut. Kotagede berbatasan dengan satu kecamatan di Yogya dan satu kabupaten:

Nama

Nama 'Kotagede' diambil dari nama kawasan Kota Lama Kotagede, yang terletak di perbatasan kecamatan ini dengan kabupaten Bantul di sebelah selatan.

Sejarah

Kotagede bagian dari Kasunanan sebelum 1952

Sebelum 1952 wilayah ini merupakan bagian dari Kasunanan Surakarta (merupakan sebuah enklave)

Semula, Kotagede adalah nama sebuah kota yang merupakan Ibukota Kesultanan Mataram. Selanjutnya kerajaan itu terpecah menjadi Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.

Sebagian besar tata ruang perkembangan perkotaan di Pulau Jawa mempunyai konsep Catur Gatra Tunggal, yaitu pasar sebagai pusat perekonomian, alun-alun sebagai pusat adat budaya masyarakat, masjid sebagai pusat peribadatan, dan keraton sebagai pusat kekuasaan. Kotagede di DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta). Dalam bahasa Jawa halus, “Kotagede” berarti “kota yang besar” yang disebut Kitha Ageng. Kotagede sebenarnya bukan nama yang membedakannya secara tegas dengan tempat lain. Secara historis, Kotagede dibentuk sebagai Ibu Kota Kerajaan Mataram yang didirikan oleh Ki Ageng Pemanahan dan Panembahan Senapati. Tradisi Jawa memang tidak bisa menamai ibu kota secara berbeda dengan nama kerajaannya. Pada dasarnya, Ibu Kota Negeri Mataram bernama kota Mataram sebagaimana Kerajaan Medang di masa silam dan Ngayogyakarta di masa yang lebih muda.

Secara historis, nama Kotagede sudah ada sejak masa Ki Ageng Pemanahan. Hanya sekitar sepersepuluh dari masa hidupnya yang panjang itu, Kotagede berperan sebagai pusat pemerintahan. Jika dibandingkan dengan kota-kota Bandar di pesisir yang jauh lebih mapan dan memiliki basis perniagaan yang kuat, Ibu Kota Kerajaan Mataram ini relatif lebih kecil dan bersahaja. Namun demikian, Kotagede dipandang sebagai “tanah pustaka” Mataram sehingga kedua kerajaan baru, Surakarta dan Yogyakarta, harus sama-sama memiliki untuk mewarisi keberkahannya. Generasi yang lebih tua menyebut Sargede dengan luwes sebagai ringkasan dari Pasar Gede karena pasar adalah bagian yang paling mencolok, ramai, dan akrab di Kotagede.

Wilayah yang terbelah

Wilayah Kecamatan Kotagede sebagian dulu merupakan bagian dari bekas Kota Kotagede ditambah dengan daerah sekitarnya. Sedangkan bagian lain dari bekas Kota Kotagede berada di wilayah Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul.

Kondisi seperti itu kadang-kadang menyulitkan untuk membangun Kotagede dalam konteks sebagai bekas Kota yang masyarakatnya mempunyai kesatuan sosiologis dan antropologis. Sampai sekarang masyarakat bekas Kota Kotagede dalam kegiatan sosial sehari-hari masih sangat solid dalam kesatuan itu.

Kesulitan pembangunan oleh pemerintah muncul ketika penanganan dilakukan oleh stake-holder pemerintah di tingkat Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Pemerintah Kota Yogyakarta hanya mampu menyentuh wilayah bekas Kota Kotagede yang masuk wilayah Kota Yogyakarta. Demikian juga Pemerintah Kabupaten Bantul hanya bisa meneyentuh wilayah yang masuk Kabupaten Bantul.

Soliditas masyarakat tersebut mewujudkan sebuah kesatuan wilayah yang tak terpisahkan sebagaimana dulu batas wilayah Kota Kotagede ini masih eksis. Wilayah bekas Kota Kotagede harus ditangani oleh dua unit Pemerintah yang berbeda. Dalam konteks otonomi daerah sekarang ini, ketika kewenangan tingkat Kabupaten dan Kota relatif besar, makin terasakan betapa mereka harus menghadapi 2 (dua) kebijakan yang berbeda untuk satu kesatuan wilayah tersebut. Salah satu contoh permasalahan yang segera dapat dilihat atau dirasakan masyarakat adalah bila menyangkut penanganan kawasan heritage. Pemerintah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul mempunyai perbedaan prioritas. Maka masyarakat Kotagede harus atau lebih sering berinteraksi dengan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sebagai kota tua bekas Ibukota kerajaan, Kota Kotagede merupakan kota warisan (heritage) yang amat berpotensi bagi kemakmuran masyarakatnya. Namun hambatan pembagian wilayah pemerintahan akan terus menjadi permasalahan yang tak pernah dibahas dalam tingkat kemauan politik, kecuali masyarakatnya menghendaki.

Daftar kelurahan di Kotagede

Tempat Wisata

Kompleks Makam Pasarean Mataram dan Masjid Besar Mataram

Salah satu pintu gerbang di kompleks makam raja-raja di Kotagede.

Suasana tradisional masih sangat terasa di kota ini, misalnya terlihat di kompleks Masjid Besar Mataram yang terasa masih seperti di lingkungan kraton, lengkap dengan pagar batu berelief mengelilingi masjid, pelataran yang luas dengan beberapa pohon sawo kecik, serta sebuah bedug berukuran besar.

Selain itu di Kotagede juga terdapat makam raja-raja Mataram bernama komplek Pasarean Mataram dimana terdapat antara lain makam Panembahan Senopati. Namun kemudian komplek makam raja-raja Mataram selanjutnya dipindahkan ke daerah Imogiri oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo saat masa pemerintahannya.

Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka

Kawasan Sentra Kerajinan Perak Jalan Kemasan

Daerah ini dikenal dengan kerajinan peraknya yang terletak di sepanjang Jalan Kemasan hingga pertigaan eks-Bioskop Istana.

Pasar Legi

Keluar dari Komplek Makam Raja-Raja pengunjung akan disambut oleh kemeriahan Pasar Kotagede yang selalu ramai setiap hari. Namun terdapat suasana lain apabila datang ke Pasar Kotagede di kala penanggalan Jawa menunjukkan hari pasaran Legi. Pasar Kotagede akan bertambah ramai dan sesak baik oleh penjual maupun pembeli, bahkan area pasar bisa bertambah hingga depan Kantor Pos/TK ABA. Oleh karena itu, oleh sebagian besar penduduk Kotagede, pasar ini lebih dikenal dengan nama Pasar Legi. Kipo dan yangko adalah makanan khas Kotagede yang bisa diperoleh di Pasar Legi dan sekitarnya.

Institusi pendidikan

Pranala luar