Kaisar Chongzhen: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
MyStori (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Menambahkan tag <references /> yang hilang
Baris 53: Baris 53:


* [[Daftar Kaisar Dinasti Ming]]
* [[Daftar Kaisar Dinasti Ming]]

== Referensi ==
{{reflist}}


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==

Revisi per 28 Agustus 2018 15.54

Chongzhen Emperor
Berkas:Ming Chongzhen.jpg
Gambar Tiongkok Kaisar Chongzhen
Kaisar dari Dinasti Ming ke-17
Berkuasa2 Oktober 1627 – 25 April 1644
Penobatan2 Oktober 1627
PendahuluKaisar Tianqi
PenerusKaisar Hongguang (dari Ming Selatan)
Informasi pribadi
Kelahiran(1611-02-06)6 Februari 1611
Kota Terlarang, Beijing, Dinasti Ming
Kematian25 April 1644(1644-04-25) (umur 33)
Jingshan, Beijing, Dinasti Ming
Pemakaman
WangsaDinasti Zhu
Nama lengkap
Nama keluarga: Zhu (朱)
Given name: Youjian (由檢)
Nama dan tanggal periode
Chongzhen (崇禎): 5 Februari 1628 – 25 April 1644
Nama anumerta
Emperor Zhaotian Yidao Gangming Kejian Kuiwen Fenwu Dunren Maoxiao Lie
紹天繹道剛明恪儉揆文奮武敦仁懋孝烈皇帝
Nama kuil
Ming Sizong (明思宗)[1]
AyahKaisar Taichang
IbuIbu Suri Xiaochun

Kaisar Chongzhen (Hanzi: 崇祯, 6 Februari 1611-25 April 1644) adalah kaisar ke-16 dan terakhir dari Dinasti Ming. Dia bertahta dari tahun 1627 sampai 1644. Terlahir dengan nama Zhu Youjian (朱由检), anak kelima dari Kaisar Taichang.

Awal pemerintahan

Chongzhen tumbuh dalam lingkungan yang relatif tenang karena dia adalah putra paling bungsu dari Kaisar Taichang sehingga tidak menjadi objek perebutan kekuasaan seperti yang pernah dialami oleh kakaknya, Kaisar Tianqi.

Tahun 1627, kakaknya mangkat dan dia mewarisi tahta, umurnya waktu itu baru 16 tahun. Tidak seperti kakaknya yang bergantung pada kasimnya, Wei Zhongxian, dia berusaha memerintah secara independen. Chongzhen menyingkirkan Wei dan Selir Ke yang telah lama memerintah di belakang layar. Wei diasingkan ke Fengyang, provinsi Anhui di mana dia bunuh diri tak lama kemudian. Demikian juga 262 kroni-kroni Wei, mereka diasingkan, dipecat, dan dieksekusi atas perintahnya.

Chongzhen berusaha memerintah tanpa tergantung para kasim dan sebisa mungkin menyelamatkan dinastinya yang sudah bobrok. Dia rajin menghadiri rapat-rapat pemerintahan. Ketika mendengar bencana kelaparan di suatu daerah dia memerintahkan penanganan segera.

Kesalahan

Sayang, maksud baik Chongzhen terhalang oleh korupsi yang telah menggerogoti tubuh pemerintahan dan kas negara yang makin menipis. Hal ini mempersulit mencari pejabat yang kompeten untuk mengisi posisi penting dalam pemerintahan. Yang lebih parah adalah sifat Chongzhen yang paranoid, dia cenderung mencurigai pejabat-pejabat yang kompeten dan menjatuhkan hukuman mati dengan gegabah terhadap mereka. Salah satunya yang menjadi korban adalah Yuan Chonghuan, jendral yang berjasa besar menahan serbuan suku Manchu selama bertahun-tahun di perbatasan utara.

Huang Taiji, kaisar Manchu menganggap Yuan Chonghuan sebagai duri dalam daging dan halangan utama dalam ambisinya menaklukkan daratan Tiongkok. Tahun 1629, dia sengaja melepaskan seorang kasim Ming yang ditawannya beserta sebuah kesaksian palsu yang berisi perjanjian rahasia antara dia dan Yuan Chonghuan. Kasim itu tidak sadar hal itu hanyalah sebuah tipuan, dia menceritakan segala yang dia ketahui pada Chongzhen. Tanpa meneliti lebih jauh kebenarannya, dia langsung memerintahkan jendral Yuan ditahan dan dieksekusi.

Selama tujuhbelas tahun masa pemerintahannya, dia telah menggonta-ganti penasehat tinggi kerajaan sebanyak tiga orang karena ketidapercayaan dan rasa curiga. Ketidakadilan ini menimbulkan rasa tidak tenang di kalangan rakyat dan saling tidak percaya dan pecahnya kekompakkan di antara para pejabat. Dalam tubuh pemerintahan pun terjadi krisis sumberdaya manusia. Inilah yang mempercepat runtuhnya Dinasti Ming.

Kejatuhan Dinasti Ming

Dalam dekade 1630-1640an, Dinasti Ming telah menunjukkan tanda-tanda kejatuhannya, bencana alam di mana-mana dan juga pemberontakan kaum petani. Serbuan suku Manchu dari utara makin memperkeruh situasi. April 1644, pasukan petani Dashun di bawah pimpinan Li Zicheng menginvasi ibukota Beijing.

Pada saat-saat terakhir kejatuhannya, Chongzhen mengumpulkan pejabatnya untuk mendiskusikan situasi. Dia memerintahkan orang-orangnya membunyikan genderang dan lonceng sebagai tanda memanggil pejabat-pejabatnya untuk rapat darurat, namun tak seorangpun hadir pada saat yang kritis itu. Dia lalu pergi ke rumah Zhu Chunchen, bangsawan Ming yang juga salah satu pejabat tingginya. Hasilnya penjaga rumah Zhu tidak membukakan pintu baginya. Chongzhen terpaksa kembali ke istana dengan penuh kekecewaan.

Chongzhen lalu mengumpulkan keluarganya dan memerintahkan mereka (kecuali putra-putranya) bunuh diri daripada menyerah pada musuh. Hampir semua dari mereka melakukan apa yang diperintahkannya, termasuk permaisuri yang menggantung dirinya, seorang selir yang menolak bunuh diri dibunuhnya sendiri dengan pedang. Seorang putrinya, Putri Chang Ping yang juga menolak bunuh diri ditebas lengan kirinya hingga putus. Kemudian bersama seorang kasimnya dia pergi ke Jingshan, bukit belakang istana. Disana Chongzhen menggantung dirinya di sebuah pohon, kasim yang menemaninya juga turut gantung diri setelah membantu junjungannya bunuh diri. Dengan demikian berakhirlah riwayat Dinasti Ming yang telah menguasai Tiongkok selama 276 tahun.

Kaisar Chongzhen dalam budaya populer

Chongzhen sering muncul dalam kisah-kisah silat yang berlatar belakang keruntuhan dinasti Ming. Misalnya Sword Stained with Royal Blood (碧血剑) karya Jin Yong, ada bab di mana Jendral Yuan Chonghuan dan keluarganya dihukum mati atas perintah Chongzhen. Tokoh utama cerita ini, Yuan Chengzhi, seorang anak Yuan yang lolos dari hukuman itu belajar silat dan merencanakan balas dendam atas kematian ayahnya. Belakangan dia mengampuni Chongzhen, namun tak lama kemudian Li Zicheng menyerbu Beijing dan Chongzhen gantung diri.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ In 1645, Zhu Yousong, who had proclaimed himself the Hongguang Emperor of the Southern Ming dynasty, gave the Chongzhen Emperor the temple name "Sizong". In historical texts, "Sizong" is the most common temple name of the Chongzhen Emperor, even though the Southern Ming rulers had changed "Sizong" to "Yizong" (毅宗) and then to "Weizong" (威宗). During the Qing dynasty, the Chongzhen Emperor's temple name was changed to "Huaizong" (懷宗).

Pranala luar

Cheng Qinhua, Tales of the Forbidden City, Bejing: Foreign Languages Press, 1997.

Didahului oleh:
Kaisar Tianqi
Kaisar Tiongkok
(Dinasti Ming)
1627–1644
Diteruskan oleh:
Kaisar Hongguang