Arafah: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Loveless (bicara | kontrib)
k bot Menambah: ms:Padang Arafah
Baris 9: Baris 9:


[[Kategori:Haji]]
[[Kategori:Haji]]

pengirim : prasodjoa@yahoo.com
diambil dari buku berjudul Pengalaman ROkhani Ibadah Haji karangan ANgling Nur Prasodjo


[[ar:جبل عرفة]]
[[ar:جبل عرفة]]
Baris 18: Baris 21:
[[ja:アラファト山]]
[[ja:アラファト山]]
[[jv:Arafah]]
[[jv:Arafah]]
[[ms:Arafah
[[ms:Padang Arafah]]
“Haji adalah Wukuf di Arafah. Maka siapa yang mendapati Arafah pada malam hari sebelum terbit fajar sesungguhnya dia telah mendapatkan haji”.

Menjelang Wukuf tiba, Jamaah Haji umumnya diberi kesempatan melakukan tour, berkunjung ke Arafah; melihat Arafah dari dekat dalam keadaan santai dan rileks. Apa yang dilihat selama disana, jawabannya sebagian besar adalah melihat Jabal Rahmah, sebuah bukit tempat perjumpaan Nabi Adam As dengan Siti Hawa.

Jabal Rahmah menjadi tetenger Arafah, suatu tanda; sebuah bukit, bukit tumpukan batu batu besar, lancip lancip. Letaknya ditengah padang Arafah, bagaikan sebuah pulau ditengah laut. Kebanyakan Jamaah Haji tidak mengamati lebih jauh suasana yang terpancar sekeliling Arafah, yang menghampar luas berdinding bukit bukit batu memagari Arafah.

Padang Arafah berada disebelah timur Mekah dan Mina, merupakan lembah luas dibawah bukit, yang letaknya dari permukaan air lebih rendah dibanding Mina maupun Mekah. Luasnya sekitar 100 an hektar, membujur dari utara ke selatan. Berdinding gunung gunung batu disayap timur selatan dan utara, menurun ke arah barat menuju Mina, dan Muzdalifah. Dari atas, Arafah tampak berbentuk seperti sebuah terusan tempat pertemuan air hujan, cukup luas, yang berasal dari gunung gunung yang mengapitnya di sayap timur dan selatan. Oleh karena itu dipintu masuk Arafah, terdapat sungai pasir yang cukup lebar membujur menghadang didepan pintu Arafah. Letaknya seperti ditepi sebuah mangkok, cekungan, yang garis tengahnya membentang ke utara.

Bila ditarik garis, Jeddah, Mekah, Mina dan Arafah membentuk garis lurus kearah timur. Berdasar kontur letak geografinya, Arafah bisa jadi merupakan jalan lintasan perdagangan para kafilah dari arah timur dan utara menuju Irak maupun Cina pada jaman Arab jahiliah. Lebih jauh lagi ke jaman Nabi Ibrahim As, kemungkinan besar Nabi Ibrahim sewaktu pergi ke Mekah melalui alur ini, melintas atau singgah di Arafah lebih dulu, bukan melalui Jeddah maupun Madinah. Dalam peristiwa Ibrahim diganggu syetan di Mina, lalu dimonumenkan dengan melempar jumroh di Mina seperti yang dikenal sekarang ini, ayah Nabi Ismail dan Nabi Iskak ini hendak menuju Mekah. Dengan demikian Ibrahim berjalan dari arah Arafah melalui Mina menuju Mekah. Masjid Ibrahim atau Masjid Namiroh yakni satu satunya masjid yang terletak di (pinggir) Arafah dikenal sebagai tempat singgah atau transit Nabi Ibrahim kala itu.

Saat ini disediakan 9 jalur pintu masuk sekaligus pintu keluar menuju Arafah. Pada batas sebelah barat sejajar dengan pintu masuk terdapat masjid Namiroh. Prasarananya modern dan berkualitas lengkap dengan rambu rambu dan papan papan penunjuk yang rapi dan apik.

Secara keseluruhan keadaan alam yang kering dan tandus serta kondisi geografi yang kurang menarik, tidak sehebat sejarah yang terkandung didalamnya, seakan tidak sebanding. Sejarahnya begitu mendasar sehingga tidak salah bila Arafah menjadi bagian penting ritual Ibadah Haji.

Menurut DR Ali Syari'ati, Arafah melambangkan awal penciptaan manusia. Arafah adalah tempat pertemuan Nabi Adam As dengan Siti Hawa, setelah berpisah selama 200 tahun sejak diturunkan dari surga. Dalam sejarah Nabi Nabi, Arafah lebih terkait dengan sejarah Nabi Adam As.

Hubungan Arafah dikaitkan Ibadah Haji serupa hubungan Nabi Adam As dengan Nabi Ibrahim As. Nabi Ibrahim As ditandai adanya Qurban di Mina, Jumroh, dan Sa’i, Nabi Adam As ditandai dengan Arafah sebagai tempat rendevous dengan Siti Hawa.

Sementara Nabi Ibrahim As tidak ada kaitan kesejarahan dengan Arafah. Nabi Ibrahim As dilahirkan di Chaldea (Irak) lalu berdomisili di Hebron, sekitar Israel sekarang, bila berkunjung ke Arab beliau tinggal dipinggiran Arafah yakni di Namiroh dan ditandai dengan Masjid Ibrahim di Lembah Urna, suatu lembah berbatasan langsung dengan Arafah. Hanya Nabi Adam As satu satunya yang kemungkinan tinggal menetap di Arafah setelah bertemu dengan Siti Hawa.

Hal ini banyak ditemukan dalam periwayatan Jabir Ra sebagai periwayatan yang paling netral atas Manasik Haji Rasulullah, dengan mengambil kesaksian beberapa Sahabat. Riwayat Jabir Ra kemudian ditinjau oleh Muhammad Nasiruddin al Albani.

Dari sejarah kedua Nabi tersebut jelas bahwa Nabi Adam As lebih mewakili Arafah.
 Arafah adalah Nabi Adam As.
 Wukuf adalah Arafah.
 Ibadah Haji adalah Wukuf.
Ketiga hal tersebut merupakan rangkaian yang paling erat dibandingkan rangkaian lainnya dalam konteks Arafah. Dan hal itu adalah suatu hari di bulan Zulhijah.

Di bulan Zulhijah, Arafah memilliki suatu hari yang teramat penting bagi orang Islam dan tak bisa tergantikan hari apapun selainnya dalam setahun. Dalam sehari itu memiliki makna yang jauh berbeda, yakni sebelum matahari tergelincir dan sesudahnya. Itulah hari Nahar, dimulai tanggal 9 Zulhijah, sejak Wukuf hingga matahari terbenam, malam hari hingga matahari terbit kembali. Itulah yang disebut hari Nahar. Tanggal 9 Zulhijah pagi hari tidak begitu bermakna, akan tetapi pada siang harinya sangat bermakna. Bila tidak melakukan Wukuf pada siang hari tanggal itu, dirimu harus mengulang kembali tahun depan.

Di bulan Zulhijah, Arafah memilliki suatu hari yang teramat penting bagi orang Islam dan tak bisa tergantikan hari apapun selainnya dalam setahun. Dalam sehari itu memiliki makna yang jauh berbeda, yakni sebelum matahari tergelincir dan sesudahnya. Itulah hari Nahar, dimulai tanggal 9 Zulhijah, sejak Wukuf hingga matahari terbenam, malam hari hingga matahari terbit kembali. Itulah yang disebut hari Nahar. Tanggal 9 Zulhijah pagi hari tidak begitu bermakna, akan tetapi pada siang harinya sangat bermakna. Bila tidak melakukan Wukuf pada siang hari tanggal itu, dirimu harus mengulang kembali tahun depan.
Itu adalah waktu di Arafah yang sangat monumental, sebelum akhirnya matahari terbenam semua Jamaah Haji sebagaimana dilakukan Rasulullah SAW, secara pelan pelan dan tenang meninggalkan Arafah.

Penjelasan mengenai Nabi Adam As tidak selengkap Rasulullah SAW, bahkan tidak ada sama sekali. Demikian pula kapankah persisnya Nabi Adam As bertemu dengan Siti Hawa, sehingga Rasulullah melakukan ritual Wukuf? Pada malam hari sebelum Wukuf atau malam setelah Wukuf, yakni 9 Zulhijah malam atau malam 10 Zulhijah?

Bisa jadi pertemuan terjadi malam atau siang hari sebelum Wukuf, atau kemungkinan terjadi pada sore harinya. Rasa syukurnya beliau panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat bertemu dengan kekasihnya, Siti Hawa, dan berdoa di pagi hari waktu Subuh. Shalat Subuh di pagi itulah yang kemudian dikenal ahlus sunnah sebagai shalat Nabi Adam.

Adam telah menghabiskan ratusan tahun untuk bisa bertemu dengan Siti Hawa yang pernah dilihatnya. Nabi Adam As diturunkan di bumi dan jatuh di Srilangka. Dalam mengarungi lakonnya dirinya berjalan menempuh ribuan kilometer hingga tiba di Arafah.

Dikalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah, shalat Subuh memang sering dituturkan sebagai shalat Nabi Adam As. Kemungkinan Nabi Adam As melakukan shalat Subuh di pagi hari, sebelum Wukuf siang harinya. Kemudian siangnya beliau melakukan Wukuf atau pengasingan diri untuk merenungkan episoda hidupnya yang tengah dialami, bertafakkur dihadapan Allah SWT.

Dalam kitab Ihya Ulumiddin disebutkan, Aisyah Ra berkata:
“Ketika Allah Azza wa Jalla mau menerima taubat Adam As, beliau Wukuf di Baitullah tujuh kali. Baitullah ketika itu tidak berada dibangunan gunduk (tanah tinggi) yang merah. Kemudian beliau berdiri dan shalat dua rakaat, dan membaca ...........”

Hadits diatas kemungkinan hendak mengatakan bahwa Baitullah waktu itu sebuah gundukan, belum berbentuk sebuah bangunan. Atas petunjuk Allah SWT, Nabi Adam As Tawaf digundukan itu sebagai upaya pertaubatan.

Sebelum itu beliau melakukan Wukuf, menukik kedalam dirinya atas sesuatu yang berubah dalam dirinya, pengalaman spiritual yang menakjubkan. Dari Adam penghuni surga menjadi Adam seorang manusia penghuni bumi. Dari Adam yang sendirian mengenal dirinya tanpa kesadaran saat berada di bumi, menjadi Adam yang tersadarkan setelah mengetahui Siti Hawa makhluk manusia yang berbeda jenis berada dihadapannya.

Dia tahu ada Siti Hawa selain dirinya. Dulu dirinya mengenal Siti Hawa di surga bisa jadi tanpa kesadaran dunia, sekarang Siti Hawa dikenalnya dengan kesadaran dunia. Ia tahu ada manusia selain dirinya. Rasa tahu itu menjadi sebuah PENGETAHUAN pertama kali Nabi Adam As. Pengetahuan itu menumbuhkan kesadarannya, KESADARAN dirinya. Kesadaran akan manusia lain selain dirinya, kesadaran akan Siti Hawa memiliki bentuk dan sifat yang berbeda, dan memiliki kesadaran akan keduanya dalam keadaan telanjang. Nalurinya kemudian mendorongnya mengambil tiga daun; daun pertama melindungi auratnya, kedua diberikan Siti Hawa, dan ketiga untuk alas dirinya tidur.

DR. Ali Syari'ati melihat ada pelajaran dalam pertemuan itu. Sejak pertemuan itu sejarah manusia mulai digelar; rasa sakit karena bersalah, rasa berdosa, rasa rindu, rasa malu, pengetahuan, kesadaran, berjuang untuk hidup, naluri untuk berkembang dan kelangsungan hidup.

Kemudian Adam dibimbing Tuhannya, diperjalankan kearah Padang Masyar, ditunjukkan suatu tempat dimana di akhir jaman anak turunnya akan dihimpun ditempat ini menghadapi Hari Kebangkitan.

DR. Ali Syari'ati menandai Muzdalifah sebagai “kesadaran”. Bisa jadi munculnya kesadaran Nabi Adam As pada saat tiba di Padang Masyar, Muzdalifah. Kesadaran setelah memiliki pengetahuan di Arafah. Dan kesadaran setelah Allah SWT menunjukkan kisah Hari Kebangkitan nanti.

Mengikuti pola pikir Ulama Besar Iran itu dan Hadits riwayat Siti Aisyah Ra bisa ditarik korelasi bahwa Nabi Adam As memiliki “pengetahuan” di Arafah, memiliki “kesadaran” di Muzdalifah, tumbuh “cinta” nya di Mina, dan melakukan pertaubatan di Ka'bah, Tawaf tujuh kali. ***


Semalam di Arafah

“Hanya semalam di Arafah, mungkin selama hidupmu”

Begitu tiba di Arafah, aku melepas lelah di tenda bersama teman teman Jamaah lainnya. Lokasi tenda Indonesia termasuk ditengah area padang Arafah. Setiap Jamaah Haji hanya semalam di Arafah. Malam yang sangat singkat untuk dilewatkan. Malam tak bergerak tapi tidak tidur, dan terus diikuti kehidupannya hingga pagi. Hawa sangat dingin menghunjam menyelimuti ribuan tenda jutaan orang. Saya tidak mampu mengontrol kesadaran diri sepenuhnya untuk berbuat sesuatu atau tidak.

Sore itu kukumpulkan seribu batu kerikil yang menyebar disana sini. Jam tujuh malam semua Jamaah praktis sudah berada dalam tenda beristirahat. Bersembunyi dari serangan angin dingin yang berhembus kencang. Hanya semalam di Arafah itu boleh disikapi dengan melakukan kegiatan apapun; mengisi malam dengan penuh ibadat, bermunajat kepadaNya sebanyak banyaknya, mengamati jalannya malam Arafah. Saya mulai mengeluarkan kantong batu kerikil, memulai dzikir sesuai anjuran Kyai Basyir, Jekulo Kudus. Tiga jam saya bersimpuh dengan bibir kumat kamit, membunyikan ritme suara yang konstan.

Malam itu tidak ada sesuatu yang tertangkap, baik dengan mata biasa maupun mata hati. Diri saya terlalu awam, atau memang begitulah keadaan yang terjadi. Sama sekali tidak menjumpai sesuatu yang layak disajikan.

Akan tetapi dibalik padang pasir yang tandus, gunung batu yang gosong dan panas, menyilaukan dan hawa dingin menggigit, bisa jadi banyak Jamaah Haji sependapat langit kala itu begitu dekat; Arafah seakan dibawah ketiak sayap malaikat. Pada malam itu malaikat seakan menampakkan wujudnya, matanya menyorot tajam mengawal malam itu. Arafah seakan berhubungan langsung dengan pintu surga, Masya Allah, janganlah ucapan ini disalah artikan menjadi sesuatu yang dilebih lebihkan. Tetapi memang sulit memilih kata kata untuk mengungkapkan suasana malam itu. Mata telanjang tak melihat, tapi merasakan sesuatu. Tanyalah pada orang yang telah melaksanakan haji, ada apakah yang dirasakannya?

Beliau SAW bersabda:
“Sebab sesungguhnya pada sore hari ini Allah SWT turun ke langit dunia, kemudian Dia memerintahkan para malaikat turun ke bumi. Maka seandainya sebuah jarum dilemparkan, niscaya tidak akan jatuh kecuali diatas kepala malaikat. Lalu Allah berfirman: “Wahai MalaikatKu, lihatlah hamba hambaKu dalam keadaan dekil dan kumal, mereka telah mendatangiKu dari ujung ujung bumi, apakah kamu mendengar apa yang mereka ucapkan? Para malaikat menjawab: “Mereka memohon ampunanMu wahai Tuhan”. Allah SWT berfirman: “Aku telah mengampuni dosa dosa mereka tiga kali. Maka pergilah dari tempat Wukuf kamu sekalian dosa dosa kamu terdahulu telah diampuni”.

Hadits ini kutemukan setelah “haji”, sebelumnya tidak memiliki pengetahuan tentang hal itu. Bolehlah saya surprise, membenarkan apa yang terjadi cocok dengan sabda Nabi.

Beberapa Jamaah Haji yang sebagian orang Indonesia keluar tenda ke udara bebas bermandikan hawa dingin menggigit itu. Mereka bergerombol, satu dua menyendiri melakukan tafakkur, berdzikir atau meditasi. Mereka tidak menyiakan momen malam itu.

Mengapa harus melakukan sesuatu atau mengapa harus tidak melakukan? Pilihannya tergantung sudut mana yang dijadikan alasan. Muhammad Nasiruddin al Albani membenarkan pendapat Ibnu Qayyim yang berkata:

“Beliau SAW tidak menghidupkan malam itu (dengan ibadah ibadah tertentu), dan tidak sah adanya riwayat yang menerangkan bahwa beliau menghidupkan malam dua Hari Raya. Bermalam disini adalah bermalam di Muzdalifah yang dilakukan Rasulullah SAW setelah meninggalkan Arafah.

Riwayat Jabir Ra tersebut memang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW tidak Mabit (bermalam) di Arafah. Rasulullah SAW pada malam itu berada di Mina, tidak berada di Arafah, dan sebelum terbit matahari beliau bergerak ke Namiroh. Selama Mabit di Mina beliau tidak menghidupkan malam itu. Ihya Ulumiddin menyebutkan : ..........malam hendaklah ia tinggal di Mina dan itu adalah bermalam yang tidak berkaitan dengan Ibadah Haji. ***


Wukuf di Arafah

“Meski tampak tidak ada yang istimewa, tapi itulah wukuf, hadapi dengan sepenuh dirimu.”

Saya mendekati pagi yang segar itu seusai sakit ambeien yang belum sembuh benar. Istri mendekati pagi itu dengan kurang enak badan. Di pagi yang jernih itu memang tidak berbuat apapun, sampai akhirnya semua Jamaah Haji berkumpul secara tertib menyongsong wukuf.

Tak lama lagi waktu Dhuhur tiba, bersimpuhlah Jamaah Haji ditenda yang sudah disediakan untuk wukuf. Dengan tenang dan tertib, hingga akhirnya tibalah saat wukuf, dan khotbah wukuf berkumandang. Simaklah dengan hatimu, keharuan sabda Nabimu:

“Berwasiatlah kamu sekalian tentang istri istri kamu dengan baik. Sebab mereka itu adalah orang yang lemah dan tidak bisa memiliki sesuatu bagi diri mereka. Kamu mengambil mereka sebagai istri istri berdasar amanat Allah SWT, dan halal bagimu mencampuri mereka berdasarkan kalimat Allah SWT. Karena itu perhatikan dan dengarkan ucapanku. Sebab sesungguhnya hal itu telah aku sampaikan kepadamu. Dan aku telah meninggalkan untukmu sekalian sesuatu yang bila kamu sekalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kamu tidak akan sesat selamanya yaitu kitabullah dan sunnah Nabimu”.

Sebagian cuplikan Khotbah Wukuf Tahun 2003:

“...........3. Keikhlasan diri untuk melepaskan keakuan kita masing masing baik dihadapan al Khaliq maupun dihadapan semua makhluk ciptaanNya. Keikhlasan melepaskan diri dari keakuan ini merupakan hal yang sangat berat tapi sungguh sangat mulia, baik dirasakan oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain. Orang seperti ini digambarkan didalam al al Qur'an dengan ungkapan: “Walaupun sampai mengorbankan dirinya sendiri demi kesenangan orang lain”. (al Hasyr-9)

Setiap orang bila mampu melepaskan keterikatan dirinya dari egoisnya dan hanya keridhoan Allah SWT semata yang diharapkan maka permasalahan apapun yang dihadapi akan terasa ringan dan tidak akan membebani dirinya. Mungkin kita bisa melepaskan diri dari keterikatan dengan harta benda kita atau alam materi (walaupun untuk ini sungguh cukup berat untuk mencapainya) namun membebaskan diri dari harga diri kita sendiri sungguh sangat berat. Kadang kalau kita terlalu tinggi menghargai diri sendiri dan akan semakin berat rasanya harga diri itu mengekang diri sehingga makin sulit dialam dunia yang penuh onak dan duri, penuh dengan ombak dan angin topan? Perlu kita yakini dan sadari bahwa Dialah yang punya harga, bukan kita (innal khamda lillah), sesungguhnya segala puji hanya untuk Allah SWT semata.

Seperti biasanya acara wukuf diakhiri dengan saling bermaafan dan derai tangis Jamaah meluapkan emosi sebagai perwujudan senasib sepenanggungan, kebersamaan sebagai sesama rombongan yang melakukan perjalanan jauh dari kampung halamannya dan meninggalkan sanak keluarga dalam waktu yang cukup lama.

Sebagian Ulama Salaf berkata:
“Apabila hari Arafah bertepatan dengan hari Jum’at maka semua ahli Arafah diberikan ampunan, dan itu adalah seutama utamanya hari dunia”.

Dan pada hari itu pula Rasulullah SAW melakukan Haji Wada' dimana beliau sedang wukuf tatkala turun firman Allah SWT:

“Pada hari itu telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan keadamu nikmatKu, dan telah Kuridhoi Islam itu jadi agama bagimu”. (al Maidah-3)

Seusai wukuf saya hanya berdiam diri ditenda sambil menikmati isapan rokok bersama teman haji, selebihnya banyak diantaranya berbaring melepaskan lelah, sambil menanti keberangkatan menuju Mina sore harinya.

Subhanallah, sebuah terpaan halus tamaram yang tak akan pernah salah merasakannya, lembut membawa keharuman tiada tara, aromanya, saya bersumpah, tiada keharuman dunia yang mampu menandinginya sampai kapanpun. Itukah harumnya surga atau harumnya sang malaikat?

Terimalah sebuah pertanda kecil tapi pasti. Ia memang gaib tetapi nyata, ia memang rahasia tetapi bukan mistis, panca inderamu menjadi saksi. Pertanda itu bisa disebut spiritual, tetapi bukan klenik atau mistik. Otakmu boleh berputar mencari sesuatu rahasia yang bersifat gaib, dirimu boleh mencoba arungi dunia spiritual tetapi yang engkau temui tak akan pernah terbayangkan sebelumnya walau itu hanya secuil dalam benakmu.

Boleh saja dirimu menjangkau dari ujung ke ujung dunia yang lain, menjelajah dari dimensi satu ke dimensi lainnya, tetapi akuilah bahwa dirimu sebenarnya sangat tidak berarti. Hanya kutunjukkan sedikit sekali saja kepadamu akan membuat dirimu terperangah.

Dari sekitar 20 Jamaah Haji dalam satu tenda, hanya 4 orang yang mengalami peristiwa langka itu, dengan tertegun kami saling berpandangan dalam diam. Kawan kawan Jamaah lainnya terlena dalam istirahatnya. Keterpakuan empat orang itu menunjukkan bahwa aroma itu bukanlah aroma biasa seperti aroma parfum, karena memang tidak akan pernah dijumpai keharuman seperti itu di dunia, meskipun katakan akan dibuat parfum yang paling harum sekalipun, ramuan kelembutan yang tak ada celah, tipis dan halus, kemampuan manusia tak akan pernah bisa membuatnya.

Semalam dirimu belum resmi haji, tadi pagi pun belum, sekarang sejak siang selesai wukuf dirimu seperti yang lain lain sudah berhaji, karena sudah melaksanakan wukuf. Tapi ingat, terdapat riwayat dari Ali bin Muwaffiq berkata:

“Saya berhaji sunnat pada malam Arafah. Saya tidur di Mina dan Masjid Khaif. Lalu saya melihat dua malaikat turun dari langit dengan mengenakan pakaian berwarna hijau, lalu salah satunya berkata: “Tahukah kamu berapa orang yang berhaji di Baitullah Azza wa Jalaa tahun ini?” Temannya menjawab: “saya tidak mengetahui”. Lalu ia berkata lagi: “Enamratus ribu yang berhaji di Baitullah (Ka'bah), apakah kamu tahu berapa banyak orang yang diterima dari mereka?” Temannya menjawab tidak tahu. Lalu ia berkata lagi: “Enam orang”. Kemudian kedua malaikat itu naik ke udara dan lenyap dari saya, lalu saya tersentak dan susah sekali tidur dan urusan saya memprihatinkan saya”. ***


Tukang Sapu di Arafah
Sewaktu tour ke Arafah, tukang sapu membuat sebuah cerita cukup menarik. Ia nampak iba seperti lainnya, berkulit hitam, berkebangsaan Bangladesh. Ia bekerja seperti lainnya, bertebaran dibeberapa tempat kawasan Arafah Arafah mendapat perhatian cukup besar dari Pemerintah Saudi; keadaannya bersih teratur dan beberapa tempat terawat dengan baik. Beberapa orang dengan tertib lalu lalang mengais serpihan serpihan sampah, membersihkan lokasi tempat orang orang bergerombol. Ketika saya tengah diam dan berdoa salah seorang diantaranya melintas; seorang Bangladesh tampak begitu papa seperti cerminan penduduk negeri terbelakang itu. Tetapi dari sikap dan gerak geriknya tampak sebagai orang yang santun, ada keterbatasan dan kepasrahan.

Ambeien membuat saya hanya bisa duduk duduk menunggu dibawah, selagi Jamaah Haji mendaki Jabal Rahmah. Saya menunggu istri sampai turun kembali, sambil menghayati lokasi Arafah tanah sejarah keberadaan manusia; tanah yang datar dan tandus, menghampar luas, penuh teka teki rahasia Allah SWT.

Tanah tempat Adam dan Hawa dipertemukan. Tanah dimulainya sejarah manusia ketika pertama kali Adam sadar akan dirinya sebagai manusia. Untuk pertama kalinya ketika timbul rasa malu dalam dirinya setelah mengelana di bumi. Untuk pertama kalinya dimulai kebudayaan manusia ketika Adam memanfaatkan tiga helai daun untuk kebutuhan dirinya. Dan untuk pertama kalinya Adam memiliki pengetahuan sebelum timbul kesadarannya.

Rasa iba melintas disaat ia berlalu entah kemana; kutebar penglihatanku mencari kemana ia pergi, tetapi tak lagi nampak sosoknya. Sementara rasa iba terus menggebu, terbersit ucapan dalam hati, seandainya ia datang lagi kemari akan kupeluk ia, akan kucium ia, dan akan kukasih uang ia!

Nampaknya benar kata orang, bukankah Arafah terbuka langsung dengan langit surga, bukankah bagiku yang melihatnya sendiri bisa merasakannya seakan akan alangkah dekatnya langit surga itu diatasmu, seakan suatu sayap sangat lebar mengambang tepat diatas Arafah. Gerak dalam hatiku tedengar disana!

Tak antara lama dalam hitungan tidak sampai satu menit, tiba tiba ia tengah berdiri berjarak barang 2 meteran didepanku, sisi sebelah kanan saya duduk. Segera lambaian tanganku memintanya mendekat.

“Namaku Salim”, begitu sahutnya menjawab pertanyaanku. Ia semakin mendekat dan tanpa sungkan lalu kupeluk dirinya sambil menangis meratapi keadaannya. Kucium ubun ubunnya, ia pun berlinang air mata. Aneh dan Masya Allah. Setelah pelukan kulepaskan, kuulurkan selembar 20 real, begitu gembira sambutannya, lalu ia berdoa didepanku, saya kira itu doa untukku. Sebatang rokok kuberikan kepadanya, kami merokok bersama sebelum akhirnya ia beranjak pergi, kembali bekerja dibawah pengawasan Asykar.

Begitu cepat kata batin menjadi kenyataan. Aku bermain dalam ketidak berdayaanku. Ampunilah aku ya Allah, begini lemah dan sungguh aku mengakui. Engkaulah Yang Maha Tahu, semua dengan kuasaMu. ***
Padang Arafah]]


pengirim : prasodjoa@yahoo.com
diambil dari buku berjudul Pengalaman ROkhani Ibadah Haji karangan ANgling Nur Prasodjo

[[nl:Vlakte van Arafat]]
[[nl:Vlakte van Arafat]]
[[no:Arafatberget]]
[[no:Arafatberget]]

Revisi per 27 April 2008 10.26

Arafah adalah daerah terbuka dan luas di sebelah timur luar kota suci umat Islam di Mekkah, Saudi Arabia. Di padang yang luas ini, pada satu hari (siang hari) tanggal 9 Dzulhijjah pada penanggalan Hijriyah berkumpullah lebih dari dua juta umat Islam dari berbagai pelosok dunia untuk melaksanakan inti ibadah haji, ibadah Wukuf.

Ada beberapa tempat utama di Arafah yang selalu dijadikan kunjungan jamaah haji:

  • Jabal Rahmah, sebuah tugu peringatan yang didirikan untuk mengenang tempat bertemunya nenek moyang manusia Nabi Adam dan Siti Hawa di muka bumi.
  • Masjid Namira

pengirim : prasodjoa@yahoo.com diambil dari buku berjudul Pengalaman ROkhani Ibadah Haji karangan ANgling Nur Prasodjo