Hok Hoei Kan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Cun Cun (bicara | kontrib)
k Cun Cun memindahkan halaman Kan Hok Hoei ke Hok Hoei Kan menimpa pengalihan lama: sesuai sistem Belanda
(Tidak ada perbedaan)

Revisi per 28 Juli 2018 15.59

Kan Hok Hoei Sia (6 januari 1881 - 1 Maret 1951), umumnya dikenal sebagai Hok Hoei Kan atau di singkat H. H. Kan, adalah seorang tokoh masyarakat terkemuka, negarawan, bangsawan, tuan tanah Peranakan Cina di Hindia belanda. Dia adalah seorang anggota terkemuka dari Volksraad. Ia mendorong kerja sama dengan pemerintah kolonial belanda guna mencapai kesetaraan legal dan ras bagi masyarakat Tionghoa di Hindia Belanda.

Keluarga dan Kehidupan Awal

Terlahir dengan nama Han Khing Tjiang Sia di Batavia dari kaum Cabang Atas, yaitu golongan baba bangsawan atau tuan tanah Tionghoa di zaman kolonial. Ayahnya, Han Oen Lee, menjabat sebagai Luitenant der Chinezen dari Bekasi, dan berasal dari keluarga Han Lasem – salah satu keluarga Tionghoa paling awal sekaligus paling berpengaruh di Jawa.[1] Kakek moyang Kan, Letnan Han Khee Bing, adalah kakak tuan tanah Majoor Han Chan Piet (1759 – 1827) dan Majoor Han Kik Ko (1766 – 1813).[1] Sebagai keturunan dari petinggi Tionghoa di Jawa, Kan mendapat gelar Sia sejak lahir.

Ibunya bernama Kan Oe Nio, merupakan putri Kan Keng Tjong, salah satu tuan tanah dan taipan terkaya dari Batavia. Kan Keng Tjong kemudian digelari oleh Kekaisaran Tiongkok dengan ranking mandarin peringkat tiga. Han Khing Tjiang diadopsi oleh pamannya yang tak memiliki keturunan, Kan Tjeng Soen, lalu menamainya Kan Hok Hoei Sia. Ia dijadikan sebagai calon utama pewaris nama dan kekayaan kakek dari pihak ibunya.

Ia dididik dalam lingkungan Eropa, disekolahkan di Europeesche Lagere School (ELS) dan Koning Willem III School te Batavia (KW III) yang prestisius. Pada tahun 1899, ia dinikahkan dengan sepupunya, Lie Tien Nio, putri Majoor Lie Tjoe Hong, kepala bangsa Tionghoa di Batavia yang ketiga. Lie juga termasuk cucu dari Kan Keng Tjong. Pasangan ini memiliki 8 anak.

Kan mendapat kesamaan status dengan orang Eropa (gelijkgesteld) pada tahun 1905, setelah itu baru ia dikenal secara luas sebagai Hok Hoei Kan atau H.H Kan.

Karier politik

Anggota Volksraad pada tahun 1918: D. Birnie (ditunjuk), Kan Hok Hoei (ditunjuk), R. Sastro lampu islam (terpilih) dan Mas Ngabehi Mariska Sewojo (yang ditunjuk).
Sidang Volksraad.

Karier politiknya dimulai pada Dewan Kota Batavia dan China Chamber of Commerce (Siang Hwee). Ketika Volksraad diselenggarakan oleh Gubernur Jenderal untuk pertama kalinya, Kan diterima janji untuk yang baru didirikan di badan legislatif pada tahun 1918. Ia melakukannya meskipun luas perlawanan terhadap kolonial legislatif dari banyak orang Cina dan pribumi mata pelajaran Hindia belanda, banyak dari mereka menolak untuk bekerja sama dengan pemerintah kolonial dan berkampanye untuk langsung kemerdekaan. Kan tetap menjadi anggota Volksraad hingga pembubarannya oleh Jepang, yang menyerang koloni pada tahun 1942 selama Perang Dunia Kedua.

Pada tahun 1928, Kan memimpin sebagai Presiden pendiri - over pembentukan Chung Hwa Hui (CHH), sebuah asosiasi politik yang menarik dukungan terutama belanda berpendidikan etnis Cina. Bersama-sama dengan orang-orang dari Loa Sek Hie , dan Chester Sim-Zecha, yang keduanya di Komite Eksekutif CHH, Kan memohon untuk kesetaraan hukum dari Cina dengan Eropa di bawah Hindia hukum. Kan juga menentang beberapa cacat hukum yang telah diberlakukan di Cina koloni, seperti keterbatasan kepemilikan lahan pertanian dan berlebihan perpajakan.

Hubungan-nya dengan kaum nasionalis Indonesia adalah ambigu. Pada tahun 1927, Kan menentang memperluas waralaba untuk pemilihan Volksraad karena ia takut dominasi legislatif oleh penduduk asli Indonesia. Pada saat yang sama, pada tahun 1936, ia didukung naas Petisi Soetardjo, yang meminta Kemerdekaan Indonesia dalam sepuluh tahun sebagai bagian dari persemakmuran belanda.

Kan dibuat seorang Petugas dari Order of Orange-Nassau pada tahun 1921, dan Knight of the Order of the Netherlands Singa di tahun 1930 pengakuan atas layanan ke belanda Mahkota.

Pendudukan jepang dan Kematian

Ketika Jepang menyerbu pulau Jawa pada tahun 1942, mereka ditangkap Kan bersama dengan para pemimpin lain dari pemerintah kolonial karena mereka anti-Jepang kegiatan. Kan dipenjarakan di Tjimahi sampai Jepang menyerah pada tahun 1945.

Dia tidak melanjutkan kegiatan politik setelah Perang Dunia Kedua, dan meninggal di kediamannya di Jalan Teuku Umar, Menteng, pada tahun 1951.

Lihat juga

Catatan

  1. ^ a b Salmon, Claudine (1991). "The Han Family of East Java. Entrepreneurship and Politics (18th-19th Centuries)". Archipel. 41 (1): 53–87. Diakses tanggal 11 March 2016. 

Referensi

  • Haris, Syamsuddin (2007). Partai dan Parlemen Lokal Era Transisi Demokrasi di Indonesia: Studi Kinerja Partai-Partai di DPRD Kabupaten/Kota. TransMedia. ISBN 9797990524. 
  • Lohanda, Mona (2002). Growing Pains: The Chinese and The Dutch in Colonial Java, 1890-1942. Yayasan Cipta Loka Caraka. 
  • Salmon, Claudine (1991). The Han Family of East Java. Entrepreneurship and Politics (18th-19th Centuries). Archipel, Vol 41. 
  • Salmon, Claudine (1997). La communauté chinoise de Surabaya. Essai d'histoire, des origines à la crise de 1930. Archipel, Vol 68. 
  • Salmon, Claudine (2004). The Han Family from the Residency of Besuki (East Java) as Reflected in a Novella by Tjoa Boe Sing (1910). Archipel, Vol 53. 
  • Suryadinate, Leo (1995). Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches. Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 9813055030. 
  • Suryadinata, Leo (2005). Peranakan Chinese Politics in Java, 1917-1942. Marshall Cavendish Academic. ISBN 9812103600. 
  • Suryadinate, Leo (2012). Southeast Asian Personalities of Chinese Descent: A Biographical Dictionary. Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 9814345210.