Mus Mulyadi: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Menambahkan tag <references /> yang hilang
Baris 93: Baris 93:
== Lagu Keroncong Rohani ==
== Lagu Keroncong Rohani ==


* Kasih setiamu
* Kasih SetiaMu
* Betapa hatiku
* Betapa Hatiku
* Sadarlah Manusia
* Sadarlah Manusia
* Persembahanku
* Persembahanku
* Hanya ada satu Jalan
* Hanya Ada Satu Jalan
* Saat ini saat indah
* Saat ini Saat Indah
* Peganglah tanganku Roh Kudus
* Peganglah Tanganku Roh Kudus
* Yesus seperti Gembala
* Yesus seperti Gembala
* Kasih dari Surga
* Kasih dari Surga

Revisi per 3 Januari 2018 17.39

Mus Mulyadi
Berkas:Mus Mulyadi.jpg
Informasi latar belakang
Pekerjaanpenyanyi
InstrumenBass Guitar

Mus Mulyadi (lahir 14 Agustus 1945) adalah penyanyi keroncong Indonesia. Ia bahkan mendapat julukan sebagai si "Buaya Keroncong". Beberapa lagunya yang menjadi hit antara lain, "Kota Solo", "Dinda Bestari", "Telomoyo", dan "Jembatan Merah". Ia pernah menjadi anggota Favourite Band. Istrinya juga seorang penyanyi, Helen Sparingga, dan adiknya juga menjadi penyanyi pop & jazz Mus Mujiono di era 1980-an.

Biografi

Masa Kecil

Terlahir dengan nama Mulyadi, dilahirkan di Kota Buaya, dan menghabiskan masa kecil hingga remajanya di kota itu. Ia adalah anak ketiga dari delapan bersaudara anak dari pasangan Ali Sukarni dan Muslimah. Bakat seninya tumbuh secara otodidak karena pengaruh dalam keluarganya yang memang seniman. Meskipun ia tidak pernah dirancang oleh ayahnya yang berprofesi sebagai pemain Gamelan untuk mengikuti jejaknya. Tiga saudaranya memilih berkecimpung dalam bidang seni tarik suara. Dua kakaknya yakni Sumiati berprofesi sebagai penyanyi keroncong di Belanda dan abangnya Mulyono dikenal di Surabaya sebagai penyanyi keroncong. Selain itu adiknya Mus Mujiono pun pada akhirnya terjun ke dunia musik dengan memilih musik jazz dan pop sebagai jalur pilihan kariernya.[1]

Karier

Mendirikan Band Irama Puspita

Sebelum terjun sebagai penyanyi, pada masa remajanya di Surabaya ia telah membentuk sebuah band '''Irama Puspita''' dengan personil tiga belas wanita-wanita perkasa yang telah dipersiapkannya untuk sukses di panggung hiburan. Ia menjadi pelatih band Irama Puspita selama beberapa tahun. Band asuhannya ini pernah manggung di acara POI Ganefo di Jakarta dan merajai berbagai lomba festival musik di Surabaya. Namun 3 di antara anggotanya tanpa sepengetahuannya kemudian memilih hengkang, dan secara diam-diam pindah ke Jakarta. Ketiganya adalah Titiek AR, Lies AR dan Sugien alias Susy Nander. Ketiganya kemudian diketahui bergabung dengan sebuah band wanita di ibukota yang bernama Dara Puspita. Tak lama kemudian Mus Mulyadi pun membubarkan band asuhannya tersebut.

Mendirikan Band Arista Birawa

Mus bergabung sebuah grup band '''Arista Birawa''' pada tahun 1964 yang dibentuk oleh Busro Birawa. Personilnya adalah ia sendiri sebagai pemegang bas dan merangkap sebagai vokalis, Jeffry Zaenal (Abidin)' pada drum, M.Yusri pada Rhythm, Oedin Syach pada Lead guitar, bersama Sonata Tanjung. Bersama Arista Birawa, Mus Mulyadi menelurkan satu album Jaka Tarub yang diproduksi PT Dimita Moulding Industries Record pada tahun 1965. Belakangan band itu menghasilkan album rekaman lokal Si Ompong & Masa Depanmu di Serimpi Recording tahun 1972 tanpa keterlibatan Mus Mulyadi. Kemudian dirilis ulang pada tahun 2005 di recording Shadoks-Jerman.

Mengembara ke Singapura

Atas ajakan temannya Jerry Souisa sebagai pemimpin group, mengajak dua anggota Arista Birawa yakni Mus Mulyadi dan Jeffry Zaenal dan seorang rekannya Arkan untuk melakukan tour pertunjukan di Singapura. Meski pada mulanya ia ragu untuk meninggalkan bandnya yang sudah mempunyai gaung di kalangan arek-arek Surobayo. Apalagi saat itu ayahnya belum lama meninggal dunia. Namun akhirnya bersama tiga rekannya, ia meninggalkan Surabaya dan nekat mencoba mengadu nasib ke Singapura pada tahun 1967. Menggunakan kapal kayu selama 2 minggu perjalanan hingga mendarat di Tanjung Pinang. Kemudian mereka mereka menerima show hajatan tanpa dibayar oleh seorang saudagar tauke China sebagai upah untuk menyeberangkan mereka ke Singapura. Di Singapura mereka menumpang di rumah sebuah keluarga etnis Melayu. Selama 2 tahun di sana mereka tak kunjung mendapatkan tawaran show. Sempat menjadi gelandangan, kelaparan, dan terlunt-lunta tanpa makanan, pekerjaan, dan uang. Dengan keteguhan dan kesabaran mereka akhirnya mulai mendapatkan kesempatan mengubah nasibnya. Setelah sempat menjadi pengangguran, Mus belajar menciptakan lagu dan muncullah lagu "Sedetik Dibelai Kasih", "Jumpa dan Bahagia", " Kr. Jauh di Mata", hingga terkumpullah 10 lagu. Mereka membentuk sebuah band yang diberi nama The Exotic dengan personil Jerry Souisa pada lead guitar, Arkan pada Rhythm guitar, Jeffry Zaenal (Abidin) pada drum dan Mus Mulyadi pada bass sekaligus vocalist. Ia kemudian menawarkan karya-karyanya itu kepada Live Recording Jurong tahun 1969. Mereka langsung membuat 2 album Pop dan Keroncong dalam bentuk vinyl / plat yang biasa disebut (EP7 (Extended Play). Dalam cover album tersebut Mulyadi mulai menggunakan nama Mus Mulyadi sebagai nama resminya. Tambahan kata Mus ia ambil dari penggalan nama ibunya. Di Singapura, Mus berhasil mendapatkan uang 2.800 Dollar Singapura untuk dua LP (piringan hitam). Setelah mengantungi uang, Mus Mulyadi dan tiga rekannya kembali ke Tanah Air. Disayangkan mereka belum menikmati jerih payahnya di Singapura, karena memilih pulang ke Indonesia bertepatan dengan hari wafatnya Bung Karno.

Favourite's Group

Pada tahun 1971 ia rekaman solo di Remaco diiringi kelompok A. Riyanto, Empat Nada Band. A. Riyanto kemudian mengajaknya bergabung dengan band Empat Nada. Oleh A. Riyanto, konsep band 4 Nada sebagai band pengiring tetap yang selama ini dilakoninya di Remaco hendak diubahnya menjadi sebuah band mandiri. Band baru diberi nama Favourite's Group. Anggota awalnya adalah Mus Mulyadi (vokal/Rhythm), dan 4 anggota band 4 Nada : A Riyanto alias Kelik (Keyboard/Vokal), '''Nana Sumarna''' (Bass), '''Eddy Syam''' (Gitar) dan '''M. Sani''' (Drum). Mereka sangat modern dalam bermusik, tapi juga sangat maju dengan sentuhan romantisme masa silam. Mereka berhasil menempatkan nilai-nilai musik di kepala mereka sehingga menjadi kekuatan bagi Favourite’s Group. , Mereka lalu rekaman di Musica Studio. Lahirlah lagu: "Cari Kawan Lain", "Angin Malam", "Seuntai Bunga Tanda Cinta", "Nada Indah". Kaset ini ternyata meledak dan langsung mengangkat popularitas band ini. Namun selepas album vol. I ini terjadi perubahan formasi personil, dimana 3 anggota memilih kembali ke bandnya semula band 4 Nada.

A. Riyanto keyboardist merangkap leader dan Mus Mulyadi vocalist kemudian mencari pengganti untuk melanjutkan kiprah musik band Favourite's group. Mereka merekrut Is Haryanto pada drum dan Harry Toos pada gitar, untuk posisi bass dirangkap oleh Mus Mulyadi. Dengan formasi II ini mereka kemudian berhasil menelurkan album volume II yang bersisi lagi-lagu diantaranya “Mimpi Sedih, Aku Yang Kau Tinggalkan, Cintaku Suci, & Lagu Gembira”. Album ini cukup direspon pasar meski tak seheboh pada album I. Pada periode berikutnya terjadi perubahan formasi lagi (III) dengan penambahan pemain bass yakni Tommy W.S.. Dengan formasi ini Mus Mulyadi lebih fokus pada penyanyi utama. Formasi ini melaju dengan berbagai album yang hampir seluruhnya meledak di pasaran masa itu. Band ini kemudian menjadi sangat populer dan menjadi salah satu legenda musik Indonesia hingga saat ini.

Di sela aktivitasnya Favourite's Group, Mus Mulyadi ditawarkan oleh produser untuk membuat solo album. Dalam album tersebut Mus Mulyadi dibuatkan sebuah lagu berbahasa Jawa oleh Is Haryanto berjudul "Rek Ayo Rek". Lagu ini ternyata meledak di pasaran. Bahkan menjadi legenda dan salah satu icon abadi kota Surabaya. Setelah menyelesaikan album Favourite's Groupvol. 4 "Aku Tak Berdosa", Mus Mulyadi kemudian memilih mengundurkan diri dari Favourite's Group untuk berfokus pada karier penyanyi solo. Posisinya kemudian digantikan oleh Mamiek Slamet pada tahun 1978 setelah sebelumnya band ini sempat beraktivitas tanpa vocalist utama.

Keluar dari Favourite Group & Bernyanyi Solo

Mus kemudian mencoba menyanyikan lagu keroncong pop, ternyata hasilnya luar biasa dan meledak di mana-mana, seperti lagu Kr. Dewi Murni. Kasetnya laku keras. Setelah itu, julukan "Buaya Keroncong" pun melekat padanya. Saat show ke luar negeri seperti Belanda atau Amerika, ia dikenal sebagai The King of Keroncong.

Bermain Film Layar Lebar

Popularitas Mus Mulyadi sebagai penyanyi keroncong mendapat perhatian dari kalangan insan dunia perfilman nasional pada tahun 1970-an. Oleh sutradara Fred Young, ia diajak ikut membintangi film bertitel Putri Solo (1974) diproduksi PT. Agasam Film. Dalam film ini ia bermain bersama dengan para aktor dan aktris kawakan masa itu seperti Mieske Bianca Handoko, Harris Sudarsono, Ratmi B-29, Rendra Karno, S. Poniman, Chitra Dewi, Debby Cynthia Dewi, dll.

Selanjutnya pada tahun (1974) membintangi film berjudul Aku Mau Hidup di sutradarai oleh Rempo Urip diproduksi, PT. Agasam Film. Di sini ia beradu akting dengan oleh Emilia Contessa dan aktor Ferry Irawan (bukan Ferry Irawan bintang sinetron era 2000-an - red), serta Chitra Dewi, Mansjur Sjah, M. Panji Anom, S. Poniman, dsb.

Menyanyikan Lagu Dangdut

Pada akhir tahun 1970-an Mus Mulyadi sempat pula menyanyikan lagu-lagu Dangdut / Lagu Melayu. Ia sempat berduet dengan pedangdut asal Surabaya, Ida Laila. Beberapa lagu duetnya dengan Ida Laila, seperti Suara Hati dan Bunga Dahlia, populer diputar di radio masa itu.

Tentang cengkoknya yang sangat khas, Mus Mulyadi berujar, "Modal saya cuma berani berimprovisasi. Saya itu punya feeling, biasanya orang kalau dari fa ke mi atau mi ke fa, itu kan hanya dua tangga nada, saya bisa enam tangga nada. Saya berani memainkan tangga nada," begitu kiat si "buaya keroncong" yang telah merilis 80 album keroncong ini.[butuh rujukan]

Reuni dengan Favourite Group

Pada tahun 1978 group band yang beranggotakan penyanyi, musisi, dan pencipta yang sudah populer pada masa itu ‘rujuk’ lagi. Formasi mereka tidak berubah tetap seperti beberapa tahun lalu bedanya hanya mereka andil jadi vokalis “Mus Mulyadi (Rhythm/Vokal), Is Haryanto (Drum /Vokal), A. Riyanto (Keyboard/Vokal), Harry Toos (Gitar/Vokal) dan Tommy WS (Bass/Vokal)”. Tahun 1978, mereka mencoba memukau lewat kecantikan aransemennya dengan materi lagu yang berlirik puitis–romantis yang mereka suguhkan, antara lain : “Satu Kisah Lagi, Saat Yang Terindah, Melody Patah Hati, Kamar Bisu, & Engkau Yang Terakhir”. Lewat album ‘reuni’ mereka ini setelah berpisah sejak tahun 1975, sebagai pengobat rindu ‘menyapa’ para pencinta dan pengamat musik indonesia.

Kemudian mereka kembali hadir tahun 1982, dengan nomor-nomor lainnya, “Nusantara Jaya, Terima Kasih Musik, Bunga Yang Terindah, Hai Pemuda, dan Selamat Jalan” dengan perusahaan rekaman Mahkota Records. Melalui kehadiran album ini, Favourite’s Group mencoba menawarkan ragam tema musik yang selama ini belum terjamah oleh pemusik negeri ini. Mereka juga menunjukkan bahwa Favourite’s Group masih “solid” dengan kumpul bareng di setiap kesempatan latihan maupun tampil lengkap di pertunjukan show di dalam maupun luar daerah Jakarta.

Sampai awal tahun 1989, Favourite's Group secara resmi masih berdiri, tetapi dengan anggota berbeda. Pada penampilannya tahun 1988, anggotanya terdiri dari Mus Mulyadi sebagai vokalis, A. Riyanto pada keyboard, Is Haryanto pada gitar menggisi tempat Harry Toos yang mengundurkan diri, Tommy W.S. pada bass gitar, Y. Rizal yang direkrut sebagai additional pada drum, plus additional player yang juga punggawa group D'Lloyd Bartje van Houten pada melodi gitar.[2]

Wafatnya Para Personil Favourite Group

Kebersamaan mereka tersebut seolah menyiratkan akan duka yang dalam atas kepergian sang penggagas Favourite’s Group untuk selamanya. Penampilan Favourite’s Group di kota Surabaya pada 9 Oktober 1993 di Plaza Tirta Swimming Pool (kini ditempati Monkasel), tampaknya merupakan penampilan terakhir grup ini bersama A. Riyanto menyambangi penggemarnya di kota Pahlawan. Pada 17 Juni 1995 A Riyanto sang “Legenda” menghebuskan nafas terakhirnya, dengan penyakit komplikasi Ginjal & Kencing Manis yag sudah lama diidapnya. Kepergiannya membuat insan musik & bangsa Indonesia berduka, sahabat-sahabatnya di Favourite's Group merasa kehilangan gairah dan menjadi mati suri. Akhirnya Is Haryanto yang masih memiliki hubungan saudara dengan almarhum lebih berjiwa besar untuk melanjutkan cita-cita A. Riyanto untuk tetap membawa Favourite's Group menjadi bagian dari sejarah musik pop di Indonesia, seperti yang dicita- citakannya pada saat memberi nama Favourite’s untuk bandnya. Mus Mulyadi mendukung penuh rekannya ini, dengan bersedia terus menjadi vokalis untuk melanjutkan mengibarkan band mereka yang sudah melegenda tersebut.

Posisi A. Riyanto sebagai keyboardist digantikan oleh adiknya B. Hariadi, Pada tahun 2005. Mereka sempat mengeluarkan dua album yang ternyata saat ini bisa dikatakan merupakan album terakhir mereka dalam berkarya di blantika musik Indonesia. Album tersebut adalah Pop Indonesia berjudul “Katakanlah dan Ya Ya Ya. Album itu menoreh sukses di pasaran karena telah lama dinantikan oleh para penggemar lama mereka. Namun selepas peluncuran album tersebut, B. Hariadi pun mengundurkan diri karena sakit stroke berat, hingga akhirnya meninggal pada hari Minggu 30 November 2008. Posisi keyboardist kemudian diisi oleh additional player Denny Sami.

Tahun 2008 ditandai dengan era kebangkitan Kembali beberapa group band era '60 dan 70-an yang masih bertahan ataupun memutuskan ‘comeback’, antara lain Panbers, Noor Bersaudara, The Singers, Ayodhia, & The Steps, dan tak ketinggalan Favourite’s Group. Semuanya kembali meramaikan dunia rekaman dan panggung musik nasional dengan segala upayanya. Meskipun tertatih, Favourite’s Group terus melangkah di beberapa panggung hiburan. Bersama tiga personel yang tersisa yaitu Is Haryanto, Mus Mulyadi, dan Tommy WS mereka mencoba hadir memenuhi kerinduan penggemar terhadap lagu-lagu hits grup ini. Dibantu oleh beberapa additional player seperti Denny Sammy, Yul Cristal, Pius, dan Raharjo mereka kerap tampil di beberapa acara televisi yang menghadirkan lagu-lagu nostalgia.

Tak lama berselang, Tommy W.S. pun mengalami sakit stroke berat, hingga ia tak bisa mengikuti aktivitas bermusik bersama favourite Group. Posisinya sebagai bassist diberikan kepada Nana Sumarna. Nana kembali ke Favourite’s Group yang pernah ditinggalkannya sekitar 4 dekade yang lalu. Favourite's Group mengalami goncangan lagi pada hari Selasa 26 Mei 2009 sekitar pukul 23.00 WIB di Jakarta dengan kepergian untuk selamanya Is Harianto. Ia meninggal karea penyakit Kanker Rectum yang sudah cukup lama dideritanya.[3] Beberapa tahun kemudian tepatnya pada hari Minggu 21 April 2013 Tommy WS wafat dan meninggalkan banyak kenangan bagi para personil yang masih tersisa.

Mus Mulyadi Menjadi Pilar Terakhir Favourite's Group

Sepeninggal rekan-rekannya, Mus Mulyadi menjadi menjadi benteng terakhir eksistensi band ini. Ia bersama Favourite’s Group masih tampil di beberapa event. Dibantu oleh Mamiek Slamet (eks vocalist II Favourite's Group) dan Nana Sumarna (eks bassis Empat Nada), Mus Mulyadi masih sempat eksis mengibarkan bendera grup yang dulu didirikannya bersama A. Riyanto ini. Adapun Harry Toos sudah lebih dulu menghindari hingar bingar gemerlapnya industri musik Indonesia, dengan memilih fokus membina keutuhan keluarga. Penampilan besar mereka sempat dilihat publik sekitar tahun 2010 dalam acara “Zona Memori” Metro TV dan konser The Legend di Istora Senayan Jakarta pada tahun 2011. Saat itu Mus Mulyadi tampil dalam kondisi yang sudah sangat memprihatinkan, tak bisa melihat sekelilingnya yang hadir. Namun begitu tak sedikit pun dia kehilangan semangat sebagai seorang penghibur.[4]

Mus Mulyadi Terkena Penyakit Diabetes dan Mengalami Kebutaan

Mus Mulyadi yang dikenal sebagai rajanya musik keroncong (The King of Keroncong) dengan Suara dan cengkoknya sangat khas, kini berjuang melawan Diabetes. Penyakit itu bahkan menyebabkan kedua matanya buta. Kedua matanya sama sekali tak bisa melihat sejak akhir 2009. Musibah itu merupakan komplikasi dari Diabetes yang diidapnya sejak 1984. Kejadiannya berlangsung tanpa diduga. Waktu itu ia sedang sibuk mengerjakan album Keroncong Murni. Malam seusai rekaman, ia merasa capek sekali. Begitu bangun esok pagi, matanya tiba-tiba tidak bisa melihat. Kejadian Itu terjadi dua hari setelah Natal. Ia segera ke dokter untuk memeriksakan kondisinya. Beberapa hari kemudian, operasi untuk mata kiri pun dilakukan. Sayang, upaya tersebut tak banyak menolong. Saraf di mata kirinya terlampau lemah. Dokter pun tak bisa berbuat apa-apa. Mulai saat itu, Mus yang kemampuan mata kanannya menurun jauh sejak 2004 tidak bisa melihat sama sekali. Kehilangan indra penglihatan menjadi cobaan berat bagi arek Suroboyo tersebut.

Diabetes dalam keluarga besar Mus Mulyadi bukan penyakit baru. Kedua orang tuanya, Muslimah dan Ali Sukarni, sama-sama mengidap diabetes. Penyakit gula itu lantas menurun kepada empat dari delapan anak pasangan tersebut. Itu termasuk Mus dan si bungsu yang juga musikus, Mus Mujiono. Dua saudaranya yang mengidap diabetes telah menghadap Yang Mahaesa karena komplikasi. Tidak hanya itu, sebelum akhirnya menjadi parah seperti sekarang ini, Mus sudah sering pingsan. Kekuatan giginya pun menurun, menjadi gampang sekali patah dan tanggal.[5]

Kehidupan Pribadi

Mus Mulyadi menikah pada tahun 1975 dengan Ruth Helen Sparingga seorang penyanyi yang dulu sempat populer pada tahun 1980-an dalam naungan label JK Record. Pernikahan mereka dikaruniai 2 orang anak Irene Patricia (1976) dan Erick Renanda (1978). Keduanya telah berumah tangga dan bermukim di Australia.

Lagu Keroncong Rohani

  • Kasih SetiaMu
  • Betapa Hatiku
  • Sadarlah Manusia
  • Persembahanku
  • Hanya Ada Satu Jalan
  • Saat ini Saat Indah
  • Peganglah Tanganku Roh Kudus
  • Yesus seperti Gembala
  • Kasih dari Surga
  • Penuh Hidupku
  • Tuhanlah Perlindunganku
  • Padamu Bapa
  • Keroncong Rohani Volume 5

Filmografi

Referensi

Pranala luar