Palang Merah Indonesia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 39: Baris 39:


== Pelopor Palang Merah ==
== Pelopor Palang Merah ==
Palang Merah merupakan Organisasi Kemanusiaan yang terdiri dari berbagai negara

Pada Tanggal 9 Februari 1863, berdirinya palang merah di pelopori oleh lima komite, yakni :
Pada Tanggal 9 Februari 1863, berdirinya palang merah di pelopori oleh lima komite, yakni :
# Gustave Moynier
# Gustave Moynier

Revisi per 23 November 2017 10.27

By  : Adella Anggie Arnitha

Palang Merah Indonesia
Berkas:PMI.svg
PMI
Tanggal pendirian17 September 1945 (umur 78)
StatusOrganisasi Kemanusiaan
TipePerhimpunan atau Asosiasi
Kantor pusatJalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 96 Jakarta Jakarta, Indonesia
Wilayah layanan
Indonesia
Bahasa resmi
Indonesia
Muhammad Jusuf Kalla
Badan utama
International Red Cross and Red Crescent Movement
Organisasi induk
Komite Internasional Palang Merah
International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies
Situs webhttp://www.pmi.or.id/

Palang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi perhimpunan nasional di Indonesia yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan.

Kegiatan kemanusiaan palang merah di masa perang dilindungi oleh Konvensi Janewa dan protokol tambahan tahun 1977. Pelopor Palang Merah sendiri adalah seorang warga negara Swiss yang bernama Henry Dunant. Beliau lahir tanggal 8 Mei 1828 yang kemudian tanggal tersebut diperingati sebagai Palang Merah sedunia. Henry Dunan juga menulis buku yang berjudul "A Memory Of Solverino" tahun 1862.

Pelopor Palang Merah

Pada Tanggal 9 Februari 1863, berdirinya palang merah di pelopori oleh lima komite, yakni :

  1. Gustave Moynier
  2. dr. Louis Appia
  3. dr. Theodore Maunoir
  4. Jend Guillame-Henri Dufour
  5. Henry Dunant

Sejara

Rumah sakit Rode Kruis di Bogor pada tahun 1929-1930

Berdirinya Palang Merah di Indonesia sebetulnya sudah dimulai sebelum Perang Dunia II, tepatnya 12 Oktober 1873.Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Palang Merah di Indonesia dengan nama Nederlandsche Roode Kruis Afdeeling Indië (NERKAI) yang kemudian dibubarkan pada saat pendudukan Jepang.[1]

Perjuangan mendirikan Palang Merah Indonesia (PMI) diawali 1932. Kegiatan tersebut dipelopori Dr. R. C. L. Senduk dan Dr. Bahder Djohan dengan membuat rancangan pembentukan PMI. Rancangan tersebut mendapat dukungan luas terutama dari kalangan terpelajar Indonesia, dan diajukan ke dalam Sidang Konferensi Narkai pada 1940, akan tetapi ditolak mentah-mentah.

Rancangan tersebut disimpan menunggu saat yang tepat. Seperti tak kenal menyerah pada saat pendudukan Jepang mereka kembali mencoba untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional, namun sekali lagi upaya itu mendapat halangan dari Pemerintah Tentara Jepang sehingga untuk yang kedua kalinya rancangan tersebut kembali disimpan.

Proses pembentukan PMI dimulai 3 September 1945 saat itu Presiden Soekarno memerintahkan Dr. Boentaran (Menkes RI Kabinet I) agar membentuk suatu badan Palang Merah Nasional.

Dibantu panitia lima orang yang terdiri dari Dr. R. Mochtar sebagai Ketua, Dr. Bahder Djohan sebagai Penulis dan tiga anggota panitia yaitu Dr. R. M. Djoehana Wiradikarta, Dr. Marzuki, Dr. Sitanala, Dr Boentaran mempersiapkan terbentuknya Palang Merah Indonesia. Tepat sebulan setelah kemerdekaan RI, 17 September 1945, PMI terbentuk. Peristiwa bersejarah tersebut hingga saat ini dikenal sebagai Hari PMI.

Peran PMI adalah membantu pemerintah di bidang sosial kemanusiaan, terutama tugas kepalangmerahan sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1958 melalui UU No 59.

Sebagai perhimpunan nasional yang sah, PMI berdiri berdasarkan Keputusan Presiden No 25 tahun 1950 dan dikukuhkan kegiatannya sebagai satu-satunya organisasi perhimpunan nasional yang menjalankan tugas kepalangmerahan melalui Keputusan Presiden No 246 tahun 1963.

Kemanusiaan dan kerelawanan

Dalam berbagai kegiatan PMI komitmen terhadap kemanusiaan seperti Strategi 2010 berisi tentang memperbaiki hajat hidup masyarakat rentan melalui promosi prinsip nilai kemanusiaan, penanggulangan bencana, kesiapsiagaan penanggulangan bencana, kesehatan dan perawatan di masyarakat, Deklarasi Hanoi (United for Action) berisi penanganan program pada isu-isu penanggulangan bencana, penanggulangan wabah penyakit, remaja dan manula, kemitraan dengan pemerintah, organisasi dan manajemen kapasitas sumber daya serta humas dan promosi, maupun Plan of Action merupakan keputusan dari Konferensi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-27 di Jenewa Swiss tahun 1999.

Dalam konferensi tersebut Pemerintah Indonesia dan PMI sebagai peserta menyatakan ikrar di bidang kemanusiaan.

Hal ini sangat sejalan dengan tugas pokok PMI adalah membantu pemerintah Indonesia di bidang sosial kemanusiaan terutama tugas-tugas kepalangmerahan yang meliputi: Kesiapsiagaan Bantuan dan Penanggulangan Bencana, Pelatihan Pertolongan Pertama untuk Sukarelawan, Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat, Pelayanan Transfusi Darah. Kinerja PMI dibidang kemanusiaan dan kerelawanan mulai dari tahun 1945 sampai dengan saat ini antara lain sebagai berikut:

  1. Membantu saat terjadi peperangan/konflik. Tugas kemanusiaan yang dilakukan PMI pada masa perang kemerdekaan RI, saat pemberontakan RMS, peristiwa Aru, saat gerakan koreksi daerah melalui PRRI di Sumbar, saat Trikora di Irian Jaya, Timor Timur dengan operasi kemanusiaan di Dilli, pengungsi di Pulau Galang.
  2. Membantu korban bencana alam. Ketika gempa terjadi di Pulau Bali (1976), membantu korban gempa bumi (6,8 skala Richter) di Kabupaten Jayawijaya, bencana Gunung Galunggung (1982), Gempa di Liwa-Lampung Barat dan Tsunami di Banyuwangi (1994), gempa di Bengkulu dengan 7,9 skala Richter (1999), konflik horizontal di Poso-Sulteng dan kerusuhan di Maluku Utara (2001), korban gempa di Banggai di Sulawesi Tengah (2002) dengan 6,5 skala Richter, serta membantu korban banjir di Lhokseumawe Aceh, Gorontalo, Nias, Jawa Barat, Tsunami di Aceh, Pantai Pangandaran, dan gempa bumi di DI Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah. Semua dilakukan jajaran PMI demi rasa kemanusiaan dan semangat kesukarelawanan yang tulus membantu para korban dengan berbagai kegiatan mulai dari pertolongan dan evakuasi, pencarian, pelayanan kesehatan dan tim medis, penyediaan dapur umum, rumah sakit lapangan, pemberian paket sembako, pakaian pantas pakai dan sebagainya.
  3. Transfusi darah dan kesehatan. Pada tahun 1978 PMI memberikan penghargaan Pin Emas untuk pertama kalinya kepada donor darah sukarela sebanyak 75 kali. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980 telah diatur tentang tugas dan peran PMI dalam pelayanan transfusi darah. Keberadaan Unit Transfusi Darah PMI diakui telah banyak memberikan manfaat dan pertolongan bagi para pasien/penderita sakit yang sangat membutuhkan darah. Ribuan atau bahkan jutaan orang terselamatkan jiwanya berkat pertolongan Unit Transfusi Darah PMI. Demikian pula halnya dengan pelayanan kesehatan, hampir di setiap PMI di berbagai daerah memiliki poliklinik.

Divisi/Biro/Unit

Sesuai dengan keputusan PP PMI No: 176/KEP/PP PMI/X/2010[2] markas pusat PMI memiliki 14 Divisi/Biro/Unit yang terdiri dari:

  • Divisi Kelembagaan
  • Divisi Penanggulangan Bencana
  • Divisi Kesehatan
  • Divisi Relawan
  • Divisi Kerja sama dan Pengembangan Sumber Daya
  • Biro Perencanaan dan Hukum
  • Biro Kepegawaian
  • Biro Keuangan
  • Biro Umum
  • Biro Humas
  • Unit Pendidikan dan Pelatihan
  • Unit Poliklinik
  • Unit IT
  • Unit Satuan Kerja Audit Internal

Lihat pula

Pranala luar

Referensi

  1. ^ "Tentang PMI". Palang Merah Indonesia. Diakses tanggal 18 Desember 204. 
  2. ^ "Organisasi Divisi/Biro/Unit PMI". Palang Merah Idnonesia. 27 April 2013. Diakses tanggal 18 Desember 2014.