Filsafat: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Dionamad (bicara | kontrib)
→‎Modern: pascal
Maula19 (bicara | kontrib)
Baris 6: Baris 6:


== Etimologi ==
== Etimologi ==
Kata ''falsafah'' atau ''filsafat'' dalam [[bahasa Indonesia]] merupakan [[kata serapan]] dari [[bahasa Arab]] <big><big><big>فلسفة</big></big></big>, yang juga diambil dari [[bahasa Yunani]]; Φιλοσοφία ''philosophia''. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk, dan berasal dari kata-kata (''philia'' = persahabatan, cinta dsb.) dan (''sophia'' = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”.
Kata ''falsafah'' atau ''filsafat'' dalam [[bahasa Indonesia]] merupakan [[kata serapan]] dari [[bahasa Arab]] <big><big><big>فلسفة</big></big></big>, yang juga diambil dari [[bahasa Yunani]]; Φιλοσοφία ''philosophia''. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk, dan berasal dari kata-kata (''philia'' = persahabatan, cinta dsb.) dan (''sophia'' = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”.Kata '''filosofi''' yang dipungut dari [[bahasa Belanda]] juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut [[Daftar filsuf|"filsuf"]].


Dalam Kamus Filsafat, Bagus (1996) mengartikan filsafat sebagai sebuah pencarian, beranjak dari landasan etimologi harfiah filsafat sebagai cinta akan kebijaksanaan, maka hal itu dapat bermakna sebagai pernyataan bahwa manusia tidak akan pernah secara sempurna memiliki pengertian akan segal sesuatu yang disebut sebagai kebijaksanaan, oleh karena itu manusia akan terus menerus melakukan pencarian yang tidak ada hentinya.
Kata '''filosofi''' yang dipungut dari [[bahasa Belanda]] juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut [[Daftar filsuf|"filsuf"]].

Menurut sejarah, [[Pythagoras|Pytaghoras]] (572-497 SM) adalah orang yang pertama kali menggunakan frasa ''Philosophia''. Ketika beliau ditanya apakah ia adalah seseorang yang bijak sana, dengan rendah hati Pytaghoras mengatakan dirinya adalah seorang yang hanya mencintai kebijaksanaan (love of Wisdom).

Banyak sumber menegaskan bahwa kata ''Sophia'' memiliki makna yang jauh lebih luas dari sekedar kebijaksanaan. Beberapa makna dan padanan arti kata tersbut dalam bahasa Indonesia dirangkum oleh Agung (2015) sebagai berikut :
* Kerajinan
* Kebenaran Pertama
* Pengetahuan yang luas
* Kebajikan Intelektual
* Pertimbangan yang sehat
* Kecerdikan dalam memutuskan hal-hal praktis


== Klasifikasi ==
== Klasifikasi ==

Revisi per 24 September 2017 01.53

Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan, dan pemikiran manusia secara kritis, dan dijabarkan dalam konsep mendasar.[1] Filsafat tidak di dalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen, dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi, dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir, dan logika bahasa.

Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran, dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.

Etimologi

Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسفة, yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk, dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”.Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".

Dalam Kamus Filsafat, Bagus (1996) mengartikan filsafat sebagai sebuah pencarian, beranjak dari landasan etimologi harfiah filsafat sebagai cinta akan kebijaksanaan, maka hal itu dapat bermakna sebagai pernyataan bahwa manusia tidak akan pernah secara sempurna memiliki pengertian akan segal sesuatu yang disebut sebagai kebijaksanaan, oleh karena itu manusia akan terus menerus melakukan pencarian yang tidak ada hentinya.

Menurut sejarah, Pytaghoras (572-497 SM) adalah orang yang pertama kali menggunakan frasa Philosophia. Ketika beliau ditanya apakah ia adalah seseorang yang bijak sana, dengan rendah hati Pytaghoras mengatakan dirinya adalah seorang yang hanya mencintai kebijaksanaan (love of Wisdom).

Banyak sumber menegaskan bahwa kata Sophia memiliki makna yang jauh lebih luas dari sekedar kebijaksanaan. Beberapa makna dan padanan arti kata tersbut dalam bahasa Indonesia dirangkum oleh Agung (2015) sebagai berikut :

  • Kerajinan
  • Kebenaran Pertama
  • Pengetahuan yang luas
  • Kebajikan Intelektual
  • Pertimbangan yang sehat
  • Kecerdikan dalam memutuskan hal-hal praktis

Klasifikasi

Plato (sebelah kiri) dan Aristotle (kanan), menurut lukisan Raffaelo Sanzio pada tahun 1509.

Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun.

Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis, dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah, dan menurut latar belakang agama.

Menurut wilayah, filsafat bisa dibagi menjadi: filsafat barat, filsafat timur, dan filsafat Timur Tengah. Sedangkan menurut latar belakang agama, filsafat dibagi menjadi: filsafat Islam, filsafat Budha, filsafat Hindu, dan filsafat Kristen.

Filsafat Barat

Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa, dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi filsafat orang-orang Yunani kuno.

Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.

Dalam tradisi filsafat Barat, dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu.

Metafisika

Metafisika mengkaji hakikat segala yang ada. Dalam bidang ini, hakikat yang ada, dan keberadaan (eksistensi) secara umum dikaji secara khusus dalam Ontologi. Adapun hakikat manusia, dan alam semesta dibahas dalam Kosmologi. Dalam metafisika sendiri ada berbagai perbedaan teori-teori filsafat. Idealisme, misalnya, adalah keyakinan bahwa realitas yang dibangun mental atau material sementara realisme menyatakan bahwa realitas, atau setidaknya beberapa bagian dari itu, ada secara independen dari pikiran. Idealisme subyektif menggambarkan objek sebagai tidak lebih dari koleksi atau "bundel" dari data yang masuk dalam perseptor. Filsuf abad ke-18 George Berkeley berpendapat bahwa keberadaan secara mendasar terkait dengan persepsi dengan kalimat Esse est aut percipi aut percipere atau "Untuk menjadi yang dirasakan atau melihat".[2]

Selain pandangan tersebut, ada juga dikotomi ontologis dalam metafisika antara konsep khusus, dan universal. Khusus adalah benda-benda yang dikatakan ada dalam ruang dan waktu, sebagai lawan dari benda-benda abstrak, seperti nomor. Universal adalah sifat yang dimiliki oleh beberapa hal khusus, seperti kemerahan atau gender. Jenis eksistensi, jika ada, universal, dan benda-benda abstrak adalah masalah perdebatan serius dalam filsafat metafisik. Realisme adalah posisi filosofis universal yang pada kenyataannya memang ada, sementara nominalisme adalah negasi, atau penolakan universal, benda abstrak, atau keduanya. Konseptualisasi menyatakan bahwa universal ada, tetapi hanya dalam persepsi pikiran.[3]

Epistemologi

Epistemologi mengkaji tentang hakikat, dan wilayah pengetahuan (episteme secara harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan.

Skeptisisme adalah posisi yang mempertanyakan kemungkinan yang benar-benar membenarkan kebenaran apapun. Argumen regresi, masalah mendasar dalam epistemologi, terjadi ketika untuk benar-benar membuktikan pernyataan apapun, pembenaran itu sendiri perlu didukung oleh pembenaran lain.

Rasionalisme adalah penekanan pada penalaran sebagai sumber pengetahuan. Empirisme adalah penekanan pada bukti pengamatan melalui pengalaman indrawi atas bukti lain sebagai sumber pengetahuan.

Parmenides (fl. 500 SM) berpendapat bahwa tidak mungkin untuk meragukan dari berpikir yang benar-benar terjadi. Tapi berpikir harus memiliki objek, oleh karena itu sesuatu yang melampaui pemikiran benar-benar ada.

Aksiologi

Aksiologi membahas masalah nilai atau norma yang berlaku pada kehidupan manusia. Dari aksiologi lahirlah dua cabang filsafat yang membahas aspek kualitas hidup manusia yang terdiri dari etika dan estetika.

Etika

Etika atau filsafat moral, membahas tentang bagaimana seharusnya manusia bertindak, dan mempertanyakan bagaimana kebenaran dari dasar tindakan itu dapat diketahui. Beberapa topik yang dibahas di sini adalah soal kebaikan, kebenaran, tanggung jawab, suara hati, dan sebagainya.

Estetika

Estetika membahas mengenai keindahan, dan implikasinya pada kehidupan. Dari estetika lahirlah berbagai macam teori mengenai kesenian atau aspek seni dari berbagai macam hasil budaya.

Filsafat Timur

Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Republik Rakyat Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama pada Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama.

Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain Sidharta Budha Gautama/Budha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi, dan Mao Zedong.

Filsafat Timur Tengah

Filsafat Timur Tengah dilihat dari sejarahnya merupakan para filsuf yang bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf pertama di Timur Tengah adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam, dan juga beberapa orang Yahudi, yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafah mereka.

Lalu mereka menterjemahkan, dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Ketika Eropa masuk ke Abad Pertengahan setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama, dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa.

Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah adalah Ibnu Sina, Ibnu Tufail, Kahlil Gibran, dan Averroes.

Filsafat Islam

Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles, dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam.

Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan sudah ditemukan, dalam arti bukan berarti sudah usang, dan tidak dibahas lagi, namun filsuf islam lebih memusatkan perhatiannya kepada manusia, dan alam, karena sebagaimana diketahui, pembahasan Tuhan hanya akan menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah ada finalnya.

Filsafat Kristen

Filsafat Kristen mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan zaman pada abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam zaman kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya.

Filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis dan filsafat ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen adalah teologian atau ahli masalah agama. Sebagai contohnya adalah Santo Thomas Aquinas dan Santo Bonaventura.

Munculnya filsafat

Filsafat, terutama filsafat barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan, dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka, dan tidak menggantungkan diri kepada agama untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.

Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani, dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.

Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar adalah Sokrates, Plato, dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “Komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.

Buku karangan Plato yg terkenal adalah berjudul "etika, republik, apologi, phaedo, dan krito".

Sejarah filsafat Barat

Sejarah filsafat Barat bisa dibagi menurut pembagian berikut:

  • Filsafat Klasik
  • Filsafat Abad Pertengahan
  • Filsafat Modern
  • Filsafat Kontemporer

Klasik

Pra Sokrates

Thales - Anaximander - Anaximenes - Pythagoras - Xenophanes - Parmenides - Zeno - Herakleitos - Empedocles - Democritus - Anaxagoras

Zaman Keemasan

Sokrates - Plato - Aristoteles - Sofisme

Abad Pertengahan

Skolastik

Thomas Aquino - Agustinus dari Hippo - Anselmus - Bonaventura

Modern

Machiavelli - Giordano Bruno - Francis Bacon - Rene Descartes - Baruch de Spinoza- Blaise Pascal - Leibniz - Thomas Hobbes - John Locke - George Berkeley - Blaise Pascal David Hume - William Wollaston - Anthony Collins - John Toland - Pierre Bayle - Denis Diderot - Jean le Rond d'Alembert - De la Mettrie - Condillac - Helvetius - Holbach - Voltaire - Montesquieu - De Nemours - Quesnay - Turgot - Rousseau - Thomasius - Ch Wolff - Reimarus - Lessing - Friedrich Hegel - Immanuel Kant - Fichte - Schelling - Schopenhauer - De Maistre - De Bonald - Chateaubriand - De Lamennais - Destutt de Tracy - De Volney - Cabanis - De Biran - Fourier - Saint Simon - Proudhon - A. Comte - JS Mill - Spencer - Ludwig Feuerbach - Karl Marx - Soren Kierkegaard - Friedrich Nietzsche - Edmund Husserl

Kontemporer

Jean Baudrillard - Michel Foucault - Martin Heidegger - Karl Popper - Bertrand Russell - Jean-Paul Sartre - Albert Camus - Jurgen Habermas - Richard Rotry - Feyerabend- Jacques Derrida - Umberto Eco - Mazhab Frankfurt

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Irmayanti Meliono, dkk. 2007. MPKT Modul 1. Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI. hal. 1
  2. ^ "Idealism". philosophybasics.com. Diakses tanggal 2011-12-20. 
  3. ^ Strawson, P. F. "Conceptualism." Universals, concepts and qualities: new essays on the meaning of predicates. Ashgate Publishing, 2006.

Pranala luar