Cetbang: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 9: Baris 9:
Cetbang yang digunakan pada armada maritim Majapahit ukurannya bervariasi antara 1 hingga 3 meter. Cetbang yang berukuran 3 meter bisasanya ditempatkan di kapal-kapal perang Majapahit yang disebut [[Jung]] Majapahit. Panglima angkatan laut Majapahit yang terkenal menggunakan meriam Cetbang pada armada Majapahit adalah Mpu Nala. Kesohoran Mpu Nala pada masa Majapahit diketahui melalui Prasasti Sekar, Prasasti Manah I Manuk (Bendosari), Prasasti Batur, Prasasti Tribhuwana dan Kakawin Negarakeragama yang menyebutnya sebagai Rakryan Tumenggung (panglima perang).<ref>{{Cite web|url=http://penyuluhbudayabojonegoro.blogspot.co.id/2014/10/prasasti-sekar.html|title=PRASASTI SEKAR|website=penyuluhbudayabojonegoro.blogspot.co.id|access-date=2017-01-17}}</ref>
Cetbang yang digunakan pada armada maritim Majapahit ukurannya bervariasi antara 1 hingga 3 meter. Cetbang yang berukuran 3 meter bisasanya ditempatkan di kapal-kapal perang Majapahit yang disebut [[Jung]] Majapahit. Panglima angkatan laut Majapahit yang terkenal menggunakan meriam Cetbang pada armada Majapahit adalah Mpu Nala. Kesohoran Mpu Nala pada masa Majapahit diketahui melalui Prasasti Sekar, Prasasti Manah I Manuk (Bendosari), Prasasti Batur, Prasasti Tribhuwana dan Kakawin Negarakeragama yang menyebutnya sebagai Rakryan Tumenggung (panglima perang).<ref>{{Cite web|url=http://penyuluhbudayabojonegoro.blogspot.co.id/2014/10/prasasti-sekar.html|title=PRASASTI SEKAR|website=penyuluhbudayabojonegoro.blogspot.co.id|access-date=2017-01-17}}</ref>


Dalam Kakawin Negarakertagama, Mpu Nala mendapat gelar "Wiramandalika". Gelar ini disematkan karena jasanya kepada perluasa wilayah Majapahit. Dalam wirama 72 bait 2-3 menyebutnya sebagai keturunan orang cerdik yang mampu menghancurkan musuh di Dompo (Nusa tenggara Barat).
Dalam Kakawin Negarakertagama, Mpu Nala mendapat gelar "Wiramandalika". Gelar ini disematkan karena jasanya kepada perluasa wilayah Majapahit. Dalam wirama 72 bait 2-3 menyebutnya sebagai keturunan orang cerdik yang mampu menghancurkan musuh di Dompo (Nusa Tenggara Barat).


== Penggunaan setelah masa Majapahit ==
== Penggunaan setelah masa Majapahit ==
Baris 18: Baris 18:
Meriam Lela berukuran lebih kecil daripada meriam Eropa, namun modelnya menarik. Banyak digunakan di kesultanan-kesultanan Melayu baik di semenanjung Malaya, Sumatra maupun Kalimantan. Meriam Lela tersebut digunakan di atas [[Kapal|kapal-kapal]] dagang atau pun kapal perang kerajaan untuk menghalau [[bajak laut]] dan juga dalam perang maritim. Meriam lela juga digunakan dan dibunyikan pada saat upacara, misalnya dalam pengangkatan seorang raja, menerima tamu penting, melamar calon pengantin, dan menghormati kematian orang terpandang.
Meriam Lela berukuran lebih kecil daripada meriam Eropa, namun modelnya menarik. Banyak digunakan di kesultanan-kesultanan Melayu baik di semenanjung Malaya, Sumatra maupun Kalimantan. Meriam Lela tersebut digunakan di atas [[Kapal|kapal-kapal]] dagang atau pun kapal perang kerajaan untuk menghalau [[bajak laut]] dan juga dalam perang maritim. Meriam lela juga digunakan dan dibunyikan pada saat upacara, misalnya dalam pengangkatan seorang raja, menerima tamu penting, melamar calon pengantin, dan menghormati kematian orang terpandang.
* [[Rentaka]]
* [[Rentaka]]
Adalah istilah [[bahasa Melayu]] untuk jenis ''lela'' yang berukuran kecil, berlaras panjang dan terbuat dari [[besi]]. Istilah ini untuk membedakan dengan ''lela'', versi ukuran normalnya. Senjata ini banyak digunakan pada [[abad ke-17]] dan [[Abad ke-18|ke-18]] di . Rentaka adalah meriam kecil yang berlubang laras halus (''[[smoothbore]]'') dan diisi dari lubang moncong laras (''muzzle loading'').
Adalah istilah [[bahasa Melayu]] untuk jenis ''lela'' yang berukuran kecil, berlaras panjang dan terbuat dari [[besi]]. Istilah ini untuk membedakan dengan ''lela'', versi ukuran normalnya. Senjata ini banyak digunakan pada [[Abad ke 16|abad ke-16]] di Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Rentaka adalah meriam kecil yang berlubang laras halus (''[[smoothbore]]'') dan diisi dari lubang moncong laras (''muzzle loading'').


== Cetbang Majapahit saat ini ==
== Cetbang Majapahit saat ini ==
Baris 33: Baris 33:


== Sumber ==
== Sumber ==
[[Kategori:Senjata Indonesia]]
[[Kategori:Senjata Abad Pertengahan]]
[[Kategori:Senjata Abad Pertengahan]]
[[Kategori:Meriam]]
[[Kategori:Meriam]]
[[Kategori:Senjata tradisional Indonesia]]

Revisi per 6 Agustus 2017 12.55

Meriam cetbang Majapahit yang tersimpan di The Metropolitan Museum of Art di New York, Amerika Serikat

Cetbang (Cet-Bang) merupakan senjata sejenis meriam yang diproduksi dan digunakan pada masa kerajaan Majapahit (1296–1520 M) dan kerajaan-kerajaan di Nusantara setelahnya. Berbeda dengan meriam eropa dan timur tengah pada umumnya, cetbang terbuat dari perunggu dan memiliki kamar dan tabung peluru di bagian belakang.

Cetbang diperkirakan masuk ke Majapahit pada saat invasi tentara Kubilai Khan dari Tiongkok di bawah pimpinan Ike Mese yang bekerjasama dengan Raden Wijaya saat menggulingkan Kertanagara pada tahun 1293. Pada prasasti Sekar disebutkan Cetbang diproduksi di Rajekwesi, Bojonegoro, sedangkan mesiu utamanya diproduksi di Swatantra Biluluk.[1]

Penggunaan di masa Majapahit

Kerajaan Majapahit diperkirakan mendominasi nusantara karena keahlian & teknologi unik menempa perunggu serta keahlian produksi massal melalui industri rumahan yang digabungkan ke gudang persenjataan utama. Kerajaan Majapahit juga mempelopori pembuatan dan penggunaan senjata api secara massal sehingga menjadi bagian umum dari peperangan. Penggunaan meriam umum digunakan oleh armada laut kerajaan Majapahit dan juga bajak laut serta kerajaan pesaing di Nusantara.[2]

Cetbang yang digunakan pada armada maritim Majapahit ukurannya bervariasi antara 1 hingga 3 meter. Cetbang yang berukuran 3 meter bisasanya ditempatkan di kapal-kapal perang Majapahit yang disebut Jung Majapahit. Panglima angkatan laut Majapahit yang terkenal menggunakan meriam Cetbang pada armada Majapahit adalah Mpu Nala. Kesohoran Mpu Nala pada masa Majapahit diketahui melalui Prasasti Sekar, Prasasti Manah I Manuk (Bendosari), Prasasti Batur, Prasasti Tribhuwana dan Kakawin Negarakeragama yang menyebutnya sebagai Rakryan Tumenggung (panglima perang).[3]

Dalam Kakawin Negarakertagama, Mpu Nala mendapat gelar "Wiramandalika". Gelar ini disematkan karena jasanya kepada perluasa wilayah Majapahit. Dalam wirama 72 bait 2-3 menyebutnya sebagai keturunan orang cerdik yang mampu menghancurkan musuh di Dompo (Nusa Tenggara Barat).

Penggunaan setelah masa Majapahit

Pada masa memudarnya kekuasaan Majapahit, banyak dari ahli meriam perunggu yang tidak puas dengan kondisi di kerajaan di Jawa yang lari ke Sumatra, Semenanjung Malaya dan kepulauan Filipina. Hal ini berakibat meluasnya penggunaan meriam Cetbang. Terutama pada kapal dagang untuk perlindungan dari bajak laut, terutama di Selat Makassar. Menurut catatan Portugis yang datang ke Malaka pada abad ke-16, telah terdapat perkampungan besar dari pedagang Jawa yang diketuai oleh seorang Kepala Kampung. Orang-orang Jawa di Malaka juga membuat meriam sendiri secara swadaya, dimana meriam pada saat itu sama bergunanya dengan layar pada kapal dagang.[4] Meriam Cetbang Majapahit tetap digunakan dan dilakukan improvisasi pada zaman Kesultanan Demak, terutama pada invasi Kerajaan Demak ke Malaka. Bahan baku besi untuk pembuatan meriam jawa tersebut diimpor dari daerah Khurasan di Persia utara, terkenal dengan sebutan wesi kurasani.

Pada masa setelah Majapahit, meriam turunan cetbang di nusantara (terutama di daerah Sumatra dan Malaya) umumnya terbagi dalam dua tipe, yaitu :

Meriam Lela berukuran lebih kecil daripada meriam Eropa, namun modelnya menarik. Banyak digunakan di kesultanan-kesultanan Melayu baik di semenanjung Malaya, Sumatra maupun Kalimantan. Meriam Lela tersebut digunakan di atas kapal-kapal dagang atau pun kapal perang kerajaan untuk menghalau bajak laut dan juga dalam perang maritim. Meriam lela juga digunakan dan dibunyikan pada saat upacara, misalnya dalam pengangkatan seorang raja, menerima tamu penting, melamar calon pengantin, dan menghormati kematian orang terpandang.

Adalah istilah bahasa Melayu untuk jenis lela yang berukuran kecil, berlaras panjang dan terbuat dari besi. Istilah ini untuk membedakan dengan lela, versi ukuran normalnya. Senjata ini banyak digunakan pada abad ke-16 di Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Rentaka adalah meriam kecil yang berlubang laras halus (smoothbore) dan diisi dari lubang moncong laras (muzzle loading).

Cetbang Majapahit saat ini

Meriam jenis cetbang majapahit yang tersimpan di pelataran Museum Bali

Saat ini beberapa meriam cetbang Majapahit tersimpan di :

  1. Museum Bali, Denpasar, Bali. Meriam Bali kategori Cetbang ini terdapat di pelataran Museum Bali.
  2. Metropolitan Museum of Art, New York, Amerika Serikat. Meriam yang tersimpan disana diperkirakan berasal dari abad ke 14, terbuat dari perunggu dan berdimensi 37,7x16 inchi atau panjang 0,96 meter dan lebar 0,4 meter.[5]

Berbagai penemuan meriam cetbang era Majapahit juga terjadi di :

  1. Pantai Dundee, Northern Territory, Australia pada 2 Januari 2010. Dari hasil riset oleh Department of Arts & Museum, Northern Territory Government disimpulkan bahwa meriam kecil (swivel gun) yang ditemukan terbuat dari perunggu diperkirakan berasal dari abad ke-16, sebelum penemuan benua Australia oleh penjelajah Inggris James Cook. Setelah dibandingkan dengan meriam kecil lain dari Eropa maupun asia, meriam kecil tersebut lebih mendekati model meriam kecil dari Asia Tenggara (meriam Ternate, meriam makassar, meriam bali) dibandingkan dari model eropa. Sehingga terdapat kemungkinan meriam tersebut berasal kapal makassar/bugis yang terdampar atau mendarat untuk mengambil air bersih di pantai utara Australia.[6]
    Meriam kuno jenis cetbang yang ditemukan di Pulau Selayar (Foto: Sharben Sukatanya - Selayar)
  2. Dusun Bissorang, Kabupaten Kepualauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Terdapat peninggalan meriam kuno berjenis Cetbang yang diperkirakan berasal dari zaman Majapahit. Meriam ini dalam kondisi yang cukup baik dan dirawat oleh warga setempat. Warga setempat menyebut cetbang ini ba'dili atau Papporo Bissorang. [7]

Lihat Pula

  • Lantaka, meriam putar yang digunakan secara umum di Malaysia, Indonesia, dan Filipina pada abad ke-16 dan abad selanjutnya.

Sumber

  1. ^ Dr. J.L.A. Brandes, T.B.G., LII (1910)
  2. ^ Apoorv shelke, Kalpesh Khatavkar,Nikhil Rane & Paresh Patil. The Bullet:Contains all basic Information.PediaPress.
  3. ^ "PRASASTI SEKAR". penyuluhbudayabojonegoro.blogspot.co.id. Diakses tanggal 2017-01-17. 
  4. ^ Furnivall, J.S. Netherlands India: A Study of Plural Economy. h.9.Cambridge University Press (2010)."when Portuguese first came to Malacca they noticed a large colony of Javanese merchants under its own headman; the Javanese even founded their own cannon, which then, and for long after, were as necessary to merchant ships as sails."
  5. ^ "Cannon | Indonesia (Java) | Majapahit period (1296–1520) | The Met". The Metropolitan Museum of Art, i.e. The Met Museum. Diakses tanggal 2017-01-17. 
  6. ^ Clark,Paul. Dundee Beach Swivel Gun : Provenance Report. Department of Arts & Museum NTG, 2015.
  7. ^ "Ditemukan, Meriam Kuno Peninggalan Majapahit di Selayar". www.kabarkami.com. Diakses tanggal 2017-01-17.