Pelajar Islam Indonesia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Latamau (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 22: Baris 22:
|membership =
|membership =
|language = [[Bahasa Indonesia|Indonesia]]
|language = [[Bahasa Indonesia|Indonesia]]
|leader_title = Ketua Umum PB PII periode 2015–2017
|leader_title = Ketua Umum PB PII periode 2017-2020
|leader_name = Munawar Khalil
|leader_name = Husin Tasrik Makrup Nst
|main_organ =
|main_organ =
|parent organization =
|parent organization =

Revisi per 4 Mei 2017 08.55

Pelajar Islam Indonesia
Berkas:Pelajar Islam Indonesia.jpg
Lambang Pelajar Islam Indonesia
SingkatanPII
Tanggal pendirian4 Mei 1947 M / 12 Jumadi Tsani 1366 H
TipeOrganisasi Kepelajaran dan Perkaderan.
TujuanKesempurnaan Pendidikan Dan Kebudayaan Yang Sesuai Dengan Islam Bagi Segenap Rakyat Indonesia dan Umat Manusia.
Kantor pusatJakarta, Indonesia
Bahasa resmi
Indonesia
Ketua Umum PB PII periode 2017-2020
Husin Tasrik Makrup Nst

Pelajar Islam Indonesia adalah organisasi massa Pelajar Islam yang bergerak di bidang kepelajaran dan perkaderan yang bertujuan terciptanya kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang berdasarkan Islam bagi segenap bangsa Indonesia dan umat manusia. Berdiri hari Ahad, 4 Mei 1947 M/ 12 Jumadi Tsani 1366 H di Yogyakarta dengan tokoh pertamanya Yoesdi Ghazali dan saat ini Ketua Umum PB (Pengurus Besar) PII, Munawar Khalil.[1]

Berdirinya PII

Kebijakan politik Belanda dan Jepang pada masa pra kemerdekaan telah memberikan dampak yang sangat negatif bagi umat Islam. Salah satu dampak yang terasa di kalangan pelajar yaitu adannya perpecahan antara pelajar yang mengenyam pendidikan di sekolah umum dan pelajar (santri) yang mengenyam pendidikan di pesantren. Dalam hal kurikulum, pemikiran Belanda (Barat) yang sangat materialistis telah menjadi basis cara pandang pelajar didikan Belanda (sekolah umum). Mereka cenderung banyak meniru Barat dalam pola hidup maupun budaya pribadi seperti terlihat pada cara berpakaian, bersikap, dan bertingkah laku. Sisi positif yang dapat diambil dari hasil pendidikan Barat ini terletak pada metode yang modern karena memakai kurikulum dan kelas. Metode ini dapat memberikan keteraturan dan kedinamisan. Sementara sisi negatifnya terletak pada kemerosotan rasa patriotisme dan masuknya paham sekulerisme ke dalam pikiran para pelajarnya. Dari sisi pekerjaan, umumnya pelajar hasil pendidikan gaya Belanda ini menjadi pegawai rendahan pada pemerintah kolonial Belanda.[2]

Kemudian tampak bahwa keadaan seperti ini mulai menimbulkan dikotomi dalam dunia pendidikan sekaligus memunculkan jurang pemisah antara pelajar hasil pendidikan umum (Barat) dengan pelajar hasil pendidikan pesantren. Para pelajar hasil didikan Belanda merasa canggung bergaul dengan masyarakat Islam. Padahal, mereka juga muslim. Sebaliknya, banyak masyarakat Indonesia umumnya dan khususnya umat Islam yang tidak bersimpati pada mereka karena dianggap sebagai pengikut Belanda. Keadaan seperti ini tentu saja akan mengancam perkembangan bangsa dan umat Islam ke depan.

Kemudian secara umum PII memiliki kekhawatiran akan warisan zaman kolonial yang menjadi wabah pada masyarakat Indonesia, yaitu :

  1. Kepincangan di dalam lapangan pendidikan, pengajaran dan kebudayaan yang berdasar materialisme dan menghilangkan agama
  2. Adanya semangat budak
  3. Rasa kurang harga diri
  4. Jiwa yang beku (statis)

Proses Berdirinya PII

Pada tanggal 25 Februari 1947, Yoesdi Ghozali sedang beri’tikaf di Masjid Besar Kauman, Yogyakarta. Atas dasar refleksinya tentang situasi dan kondisi yang terjadi pada bangsa Indonesia saat itu, terlintas gagasan untuk membentuk suatu organisasi bagi pelajar Islam yang dapat mewadahi segenap lapisan pelajar Islam yang saat itu terpecah dan belum terkoordinasi. Gagasannya disampaikan pada Anton Timur Djaelani, Amin Syahri, Ibrahim Zarkasyi, dan Noersyaf saat pertemuan di Gedung SMP Negeri 2 Sekodiningratan, Yogyakarta. Semua yang hadir ini sepakat untuk mendirikan organsasi Pelajar Islam.

Selanjutnya dalam Kongres Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yang dilaksanakan pada tanggal 30 Maret hingga 1 April 1947, Yoesdi Ghozali mengemukakan gagasan tersebut kepada para peserta Kongres. Setelah melalui proses perdebatan karena perbedaan pandangan, akhirnya peserta menyetujui ide ini. Kongres kemudian memutuskan untuk melepas GPII sayap pelajar guna bergabung ke organisasi pelajar Islam juga mengamanatkan kepada utusan Kongres GPII yang kembali ke daerah masing-masing untuk memperlancar berdirinya organisasi khusus pelajar Islam itu.

Tindak lanjut keputusan Kongres itu, pada hari Ahad tanggal 4 Mei 1947 digelar pertemuan di Kantor GPII, Jalan Margamulyo No. 8 Yogyakarta. Dalam pertemuan itu hadir Yoesdi Ghozali, Anton Timur Djaelani, Amin Syahri, Ibrahim Zarkasyi, dan wakil-wakil organisasi pelajar Islam lokal yang telah ada. Pertemuan yang dipimpin oleh Yoesdi Ghozali itu diputuskan berdirinya organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) tepat pada pukul 10.00 WIB tanggal 4 Mei 1947.

Kepengurusan

No Ketua Umum Sekretaris Jendral Periode
1 Yoesdi Ghazali Ibrahim Zarkasyi 1947
2 Noersyaf Ibrahim Zarkasyi 1947–1948
3 Anton Timur Djaelani Yoesdi Ghazali 1948–1950
4 Anton Timur Djaelani Halim M. A Tuasikal 1950–1952
5 Ridwan Hasjim Halim M. A Tuasikal 1952–1954
6 Amir Hamzah Wirjosoekanto Ichwan Haryadi 1954–1956
7 Wartomo Dwijuwono Agus Sudono 1956–1958
8 Ali Undaja Abdurrahman Anshori 1958–1960
9 Thaher Sahabuddin Hartono Mardjono 1960–1962
10 Ahmad Djuwaeni Endang T. Jauhari 1962–1964
11 Syarifuddin Siregar Pahu M. Husni Thamrin 1964–1966
12 M. Husnie Thamrin Utomo Dananjaya 1966–1969
13 Hussein Umar Mansyur M. Amien
14 Utomo Dananjaya (Pj) Khozin Arief
15 Hussein Umar Mansyur M. Amien 1969–1973
16 Usep Fathuddin Khozin Arief
17 Yusuf Rahimi Achmad Djauhari 1973–1976
18 Ahmad Joenanie Aloetsjah Nasrul H. Soemardep 1976–1979
19 Masyhuri Amin Mukhri M. Ibnu Sulaiman St 1979–1983
20 Mutammimul Ula A. Rasyid Muhammad 1983–1986
21 Chalidin Yacobs Muchlis Abdi 1986–1989
22 Agus Salim Abdullah Baqir Zein 1989–1992
23 Syaefunnur Maszah A. Rahman Farid 1992–1995
24 Abdul Hakam Naja Zaenul Ula M. J (1995–1996) 1995–1998
Asep Effendi (1996–1997)
Subarman H. S (1997–1998)
25 Djayadi Hanan Irfan Amrullah (1998–1999) 1998–2000
Rofiq Azhar (1999–2000)
26 Abdi Rahmat Fajar Nursahid (2000–2001) 2000–2002
M. Sujatmoko (2001–2002)
27 Zulfikar Romdin Azhar (2002–2003) 2002–2004
Tri Suhari Yadi (2003–2004)
28 Delianur Jen Zuldi Rozalim (2004–2005) 2004–2006
Pujo Priyono (2005–2006)
29 Zaid Markarma Nuril Anwar 2006–2008
30 Nasrullah Zakaria 2008–2010
31 Muhammad Ridha Dede Rahmat 2010–2012
32 Randi Muchariman Erlan Tresna (2012–2014) 2012–2015
Sofian (2014–2015)
33 Munawar Khalil Win Salamsyah Lingga (2015–2016) 2015–2017
M. Salman Ramdhani (2016–2017)
34 Husin Tasrik Ma'ruf Nasution 2017–2020

Referensi

  1. ^ http://www.lintasnasional.com/2015/05/11/mahasiswa-unsyiah-terpilih-menjadi-ketua-pb-pii-nasional/ dalam Muktamar Nasional Pelajar Islam Indonesia (PII) XXIX yang diselenggarakan di Asrama Haji Kota Medan, Senin, 11 Mei 2015
  2. ^ Djayadi Hanan, Gerakan Pelajar Islam Di Bawah Bayang-Bayang Negara. Yogyakarta: PB PII dan UII Press, 2006, hlm 55

Pranala luar