Nambi: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Antapurwa (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Antapurwa (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 6: Baris 6:
''Kidung Harsawijaya'' mengisahkan pula, Nambi kemudian dikirim [[Arya Wiraraja]] untuk membantu [[Raden Wijaya]] membuka [[Hutan Terik]] menjadi desa [[Majapahit]]. Kisah ini berlawanan dengan ''Kidung Panji Wijayakrama'' dan ''Kidung Ranggalawe'' yang menyebutkan bahwa putra yang dikirim [[Arya Wiraraja]] adalah [[Ranggalawe]], bukan Nambi.
''Kidung Harsawijaya'' mengisahkan pula, Nambi kemudian dikirim [[Arya Wiraraja]] untuk membantu [[Raden Wijaya]] membuka [[Hutan Terik]] menjadi desa [[Majapahit]]. Kisah ini berlawanan dengan ''Kidung Panji Wijayakrama'' dan ''Kidung Ranggalawe'' yang menyebutkan bahwa putra yang dikirim [[Arya Wiraraja]] adalah [[Ranggalawe]], bukan Nambi.


Menurut ''[[Pararaton]]'', pada saat [[Raden Wijaya]] menyerang [[Kadiri]] tahun 1293, Nambi berjasa membunuh '''Mahisa Rubuh'''.
Menurut ''[[Pararaton]]'', pada saat [[Raden Wijaya]] menyerang [[Kadiri]] tahun 1293, Nambi berjasa membunuh '''Kebo Rubuh'''.


==Jabatan Nambi==
==Jabatan Nambi==

Revisi per 1 Maret 2008 09.52

Mpu Nambi adalah pemegang jabatan rakryan patih pertama dalam sejarah Kerajaan Majapahit, yang gugur sebagai korban fitnah pada tahun 1316.

Peran Awal Nambi

Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama mengisahkan Nambi adalah salah satu abdi Raden Wijaya yang ikut mengungsi ke tempat Arya Wiraraja di Sumenep ketika Singasari runtuh tahun 1292. Sedangkan menurut Kidung Harsawijaya, Nambi adalah putra Arya Wiraraja yang baru kenal Raden Wijaya saat sang pangeran tiba di Sumenep.

Kidung Harsawijaya mengisahkan pula, Nambi kemudian dikirim Arya Wiraraja untuk membantu Raden Wijaya membuka Hutan Terik menjadi desa Majapahit. Kisah ini berlawanan dengan Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe yang menyebutkan bahwa putra yang dikirim Arya Wiraraja adalah Ranggalawe, bukan Nambi.

Menurut Pararaton, pada saat Raden Wijaya menyerang Kadiri tahun 1293, Nambi berjasa membunuh Kebo Rubuh.

Jabatan Nambi

Pararaton mengisahkan setelah kemenangan Majapahit tahun 1293, Nambi diangkat sebagai patih. Berita ini diperkuat oleh prasasti Kudadu (1294) dan prasasti Penanggungan (1296) yang menyebut nama Rakryan Patih Mpu Tambi dalam daftar pejabat Majapahit.

Menurut Kidung Ranggalawe, pengangkatan Nambi inilah yang memicu terjadinya pemberontakan Ranggalawe di Tuban tahun 1295. Ranggalawe merasa tidak puas atas keputusan tersebut karena Nambi dianggap kurang berjasa dalam peperangan. Atas izin Raden Wijaya, Nambi berangkat memimpin pasukan Majapahit menyerang Tuban. Dalam perang itu, Ranggalawe mati dibunuh Kebo Anabrang.

Kematian Nambi

Kematian Nambi terjadi tahun 1316 yang disinggung dalam Nagarakretagama dan Pararaton, serta diuraikan panjang lebar dalam Kidung Sorandaka.

Dikisahkan Nambi masih menjadi patih pada masa pemerintahan Jayanagara (putra Raden Wijaya). Saat itu ada tokoh licik bernama Mahapati yang mengincar jabatan patih. Ia selalu berusaha menciptakan ketegangan antara Jayanagara dan Nambi.

Suatu hari terdengar berita bahwa ayah Nambi sakit keras. Nambi pun mengambil cuti pulang ke Lumajang. Sesampai di sana ayahnya telah meninggal. Mahapati datang melayat menyampaikan ucapan duka cita dari raja. Ia juga menyarankan agar Nambi memperpanjang cutinya. Nambi setuju. Mahapati lalu kembali ke ibu kota.

Akan tetapi dihadapan raja, Mahapati menyampaikan berita bohong bahwa Nambi menolak kembali ke ibu kota dan sedang mempersiapkan pemberontakan. Jayanagara termakan hasutan. Ia pun mengirim pasukan dipimpin Mahapati untuk menumpas Nambi.

Nambi tidak menduga datangnya serangan. Ia pun membangun benteng pertahanan di Gending dan Pejarakan. Namun keduanya dapat dihancurkan oleh pasukan Majapahit. Akhirnya Nambi sekeluarga pun tewas pula dalam peperangan itu.

Pararaton menyebutkan Nambi mati dalam benteng pertahanannya di desa Rabut Buhayabang, karena dikeroyok oleh Jabung Tarewes, Lembu Peteng, dan Ikal-Ikalan Bang. Sedangkan menurut Nagarakretagama yang memimpin penumpasan Nambi bukan Mahapati, melainkan langsung oleh Jayanagara sendiri.

Nama Ayah Nambi

Nama ayah Nambi dalam Pararaton dan Kidung Harsawijaya adalah Arya Wiraraja, sedangkan dalam Kidung Sorandaka adalah Pranaraja. Sempat muncul pendapat bahwa Pranaraja adalah nama lain Arya Wiraraja.

Pendapat tersebut gugur oleh naskah prasasti Kudadu (1294) yang menyebutkan kalau Arya Wiraraja dan Pranaraja adalah dua orang tokoh yang berbeda. Keduanya sama-sama menjabat sebagai pasangguhan, yang masing-masing bergelar Rakryan Mantri Arya Wiraraja Makapramuka dan Rakryan Mantri Pranaraja Mpu Sina.

Selain itu dalam Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe disebutkan kalau Arya Wiraraja adalah ayah dari Ranggalawe alias Arya Adikara, saingan politik Nambi. Versi ini didukung oleh prasasti Kudadu (1294) yang menyebut adanya nama Arya Adikara dan Arya Wiraraja dalam daftar pejabat Majapahit, namun keduanya tidak ditemukan lagi dalam prasasti Penanggungan (1296), sedangkan nama Pranaraja Mpu Sina masih dijumpai.

Dapat diperkirakan setelah kematian Ranggalawe tahun 1295, Arya Wiraraja merasa sakit hati dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pasangguhan. Ia kemudian mendapatkan daerah Lumajang sesuai janji Raden Wijaya saat perjuangan. Adapun Pranaraja Mpu Sina diperkirakan juga berasal dari Lumajang. Sesudah pensiun, ia kembali ke Lumajang sampai akhir hayatnya tahun 1316.

Referensi

  • Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
  • Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS