Kōgyoku: Perbedaan antara revisi
k Bot: Perubahan kosmetika |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Infobox royalti |
{{Infobox royalti |
||
| name = Kōgyoku |
| name = Kōgyoku<br />皇極 |
||
| title = |
| title = |
||
| image = Empress Kogyoku-Saimei.jpg |
| image = Empress Kogyoku-Saimei.jpg |
||
Baris 32: | Baris 32: | ||
|}} |
|}} |
||
'''Takara''' (宝) adalah seorang putri Jepang yang memerintah dua kali sebagai [[kaisarina]], yakni pada tahun 642-645 dengan nama '''Kaisarina |
'''Takara''' (宝) adalah seorang putri Jepang yang memerintah dua kali sebagai [[kaisarina]], yakni pada tahun 642-645 dengan nama '''Kaisarina Kōgyoku''' (皇極天皇, ''Kōgyoku-tennō'') dan pada tahun 655-651 dengan nama '''Kaisarina Saimei''' (斉明天皇, ''Saimei-tennō''), menjadikannya [[Kaisar Jepang|pemimpin]] ke-35<ref>Badan Rumah Tangga Kekaisaran (''Kunaichō''): [http://www.kunaicho.go.jp/ryobo/ 皇極(こうぎょく)天皇 (35)] dan [http://www.kunaicho.go.jp/ryobo/ 齊明(さいめい)天皇 (37)]</ref> dan ke-37<ref name="kunaicho">Kunaichō: [http://www.kunaicho.go.jp/ryobo/guide/037/index.html 斉明天皇 (37)]</ref> dalam catatan resmi sejarah Jepang. Dia adalah satu dari delapan wanita yang pernah menjadi Kaisarina Jepang. |
||
== Latar belakang == |
== Latar belakang == |
||
Sebelum naik ke [[Takhta Krisantemum|Tahta Krisantemum]], nama pribadinya (''imina'') adalah Takara (宝). Putri Takara adalah cicit dari Kaisar Bidatsu. Dia menikah dengan pamannya, Kaisar Jomei, dan menjadi permaisuri sepanjang pemerintahan suaminya. Dari pernikahan tersebut, pasangan ini memiliki tiga orang anak: |
Sebelum naik ke [[Takhta Krisantemum|Tahta Krisantemum]], nama pribadinya (''imina'') adalah Takara (宝)<ref>Ponsonby-Fane, p. 8.</ref>. Putri Takara adalah cicit dari Kaisar Bidatsu<ref>Brown, p. 265.</ref>. Dia menikah dengan pamannya, Kaisar Jomei, dan menjadi permaisuri sepanjang pemerintahan suaminya. Dari pernikahan tersebut, pasangan ini memiliki tiga orang anak: |
||
* Pangeran Kazuraki, Pangeran Naka-no-Ōe (葛城皇子, 中大兄皇子; ''Kazuraki-no-miko'', ''Nakanoōe-no-ōji'') |
* Pangeran Kazuraki, Pangeran Naka-no-Ōe (葛城皇子, 中大兄皇子; ''Kazuraki-no-miko'', ''Nakanoōe-no-ōji'') |
||
* Pangeran Ōama (大海人皇子, ''Ōama-no-ōji'') |
* Pangeran Ōama (大海人皇子, ''Ōama-no-ōji'') |
||
Baris 44: | Baris 44: | ||
=== Peristiwa Isshi === |
=== Peristiwa Isshi === |
||
Kaisarina Kōgyoku memerintah selama empat tahun setelah menggantikan suami sekaligus pamannya, Kaisar Jomei. Di masa pemerintahannya, keluarga [[Klan Soga|Soga]] menjadi keluarga terkuat di Jepang yang mengendalikan kekaisaran dari balik layar. Namun pada tahun 645, terjadi kejadian yang disebut Peristiwa Isshi (乙巳の変, ''Isshi no Hen''). Peristiwa ini adalah upaya untuk menyingkirkan keluarga Soga dari pemerintahan dengan langkah awalnya adalah melakukan pembunuhan terhadap Soga no Iruka oleh putra Kōgyoku sendiri, Pangeran Naka-no-Ōe. Pembunuhan ini lantaran dugaan keterlibatan Soga no Iruka terhadap kematian Pangeran Yamashiro. |
Kaisarina Kōgyoku memerintah selama empat tahun setelah menggantikan suami sekaligus pamannya, Kaisar Jomei. Di masa pemerintahannya, keluarga [[Klan Soga|Soga]] menjadi keluarga terkuat di Jepang yang mengendalikan kekaisaran dari balik layar. Namun pada tahun 645, terjadi kejadian yang disebut Peristiwa Isshi (乙巳の変, ''Isshi no Hen''). Peristiwa ini adalah upaya untuk menyingkirkan keluarga Soga dari pemerintahan dengan langkah awalnya adalah melakukan pembunuhan terhadap Soga no Iruka oleh putra Kōgyoku sendiri, Pangeran Naka-no-Ōe.<ref name=PF>{{cite book|last=Ponsonby-Fane|first=Richard|title=The Imperial House of Japan|year=1959|publisher=Ponsonby Memorial Society|location=Kyoto|pages=49–50}}</ref> Pembunuhan ini lantaran dugaan keterlibatan Soga no Iruka terhadap kematian Pangeran Yamashiro. |
||
Peristiwa ini terjadi pada upacara istana pada tanggal 10 Juli 645 (kalender Jepang kuno: hari kedua belas bulan keenam). Setelah bekerja sama dengan beberapa penjaga istana, empat orang bersenjata diperintahkan membunuh Iruka. Namun karena keempat orang tersebut terlalu takut untuk melakukan perintah tersebut, Naka-no-Ōe sendiri yang maju dan melukai Iruka. Iruka tidak langsung dibunuh saat itu juga dan dia menyatakan ketidakbersalahannya dan meminta penyelidikan. |
Peristiwa ini terjadi pada upacara istana pada tanggal 10 Juli 645 (kalender Jepang kuno: hari kedua belas bulan keenam). Setelah bekerja sama dengan beberapa penjaga istana, empat orang bersenjata diperintahkan membunuh Iruka. Namun karena keempat orang tersebut terlalu takut untuk melakukan perintah tersebut, Naka-no-Ōe sendiri yang maju dan melukai Iruka. Iruka tidak langsung dibunuh saat itu juga dan dia menyatakan ketidakbersalahannya dan meminta penyelidikan. |
||
Baris 50: | Baris 50: | ||
Naka-no-Ōe memohon di depan ibunya, sang kaisarina, terkait masalah ini. Namun ketika Kōgyoku tidak meninjau masalah itu, pada akhirnya empat penjaga membunuh Iruka. Ayah Iruka, Soga no Emishi, langsung bunuh diri dengan membakar kediamannya sesaat setelah mengetahui kematian putranya. |
Naka-no-Ōe memohon di depan ibunya, sang kaisarina, terkait masalah ini. Namun ketika Kōgyoku tidak meninjau masalah itu, pada akhirnya empat penjaga membunuh Iruka. Ayah Iruka, Soga no Emishi, langsung bunuh diri dengan membakar kediamannya sesaat setelah mengetahui kematian putranya. |
||
Kejadian ini membuat sang kaisarina merasa sangat tertekan. Masyarakat Jepang di Zaman Asuka sangat sensitif terhadap masalah "penodaan", baik secara spiritual maupun pribadi. Kematian, terlebih pembunuhan bengis yang terjadi tepat di dekat kaisar dipandang sebagai tindakan penodaan yang mungkin terburuk. Menanggapi peristiwa ini, Kōgyoku menyatakan turun tahta. Meskipun awalnya Kōgyoku hendak menyerahkan kedudukan kaisar kepada putranya, Naka-no-Ōe, tetapi Nakatomi no Kamatari, orang yang turut serta membantu Pangeran Naka-no-Ōe dalam Peristiwa Isshin,menasihati agar tahta sebaiknya diserahkan kepada kakak tiri dari Naka-no-Ōe, Pangeran Furuhito-no-Ōe, atau kepada pamannya (sekaligus saudara Kōgyoku), Pangeran Karu. Furuhito-no-Ōe menolak gagasan itu dan kemudian menggundul kepalanya untuk menjadi biksu Buddha. Pada akhirnya, tahta diserahkan kepada Pangeran Karu. Dia naik tahta sebagai Kaisar Kōtoku dan memerintah pada 645-654. |
Kejadian ini membuat sang kaisarina merasa sangat tertekan. Masyarakat Jepang di Zaman Asuka sangat sensitif terhadap masalah "penodaan", baik secara spiritual maupun pribadi. Kematian, terlebih pembunuhan bengis yang terjadi tepat di dekat kaisar dipandang sebagai tindakan penodaan yang mungkin terburuk. Menanggapi peristiwa ini, Kōgyoku menyatakan turun tahta. Meskipun awalnya Kōgyoku hendak menyerahkan kedudukan kaisar kepada putranya, Naka-no-Ōe, tetapi Nakatomi no Kamatari, orang yang turut serta membantu Pangeran Naka-no-Ōe dalam Peristiwa Isshin,menasihati agar tahta sebaiknya diserahkan kepada kakak tiri dari Naka-no-Ōe, Pangeran Furuhito-no-Ōe, atau kepada pamannya (sekaligus saudara Kōgyoku), Pangeran Karu<ref>Aston, William. (2005). [https://books.google.com/books?id=_oEfAAAAYAAJ&printsec=titlepage&client=firefox-a#PPA195,M1 ''Nihongi'', p. 195]-196; Brown, Delmer ''et al.'' (1979). ''Gukanshō'', p. 266; Varley, H. Paul. ''Jinnō Shōtōki''. p. 44.</ref>. Furuhito-no-Ōe menolak gagasan itu dan kemudian menggundul kepalanya untuk menjadi biksu Buddha. Pada akhirnya, tahta diserahkan kepada Pangeran Karu. Dia naik tahta sebagai Kaisar Kōtoku dan memerintah pada 645-654<ref>Titsingh, Isaac. (1834). [https://books.google.com/books?id=18oNAAAAIAAJ&pg=PP9&dq=nipon+o+dai+itsi+ran#PRA1-PA47,M1 ''Annales des empereurs du japon'', pp. 47]-48.</ref>. |
||
=== Kaisarina Saimei === |
=== Kaisarina Saimei === |
||
Baris 57: | Baris 57: | ||
Pada tahun 660, Bakjae di Korea dikalahkan. Sebagai sekutu Bakjae, Saimei keluar ibukota dan memimpin pasukan gabungan Jepang dan Bakjae untuk berperang melawan Kerajaan Silla. Namun rencana itu gagal karena Saimei mangkat di Istana Asakura, Kyushu, sebelum pasukan Jepang diberangkatkan ke semenanjung Korea. Pada bulan Oktober, jenazahnya dibawa dari Pulau Kyushu melalui laut menuju Pelabuhan Naniwa-zu (sekarang Osaka). Upacara pemakaman resminya dilakukan pada awal bulan November. |
Pada tahun 660, Bakjae di Korea dikalahkan. Sebagai sekutu Bakjae, Saimei keluar ibukota dan memimpin pasukan gabungan Jepang dan Bakjae untuk berperang melawan Kerajaan Silla. Namun rencana itu gagal karena Saimei mangkat di Istana Asakura, Kyushu, sebelum pasukan Jepang diberangkatkan ke semenanjung Korea. Pada bulan Oktober, jenazahnya dibawa dari Pulau Kyushu melalui laut menuju Pelabuhan Naniwa-zu (sekarang Osaka). Upacara pemakaman resminya dilakukan pada awal bulan November. |
||
== |
==Catatan kaki== |
||
{{Reflist|2}} |
|||
==Daftar pustaka== |
|||
* Aston, William George. (1896). [https://books.google.com/books?id=_oEfAAAAYAAJ&client=firefox-a ''Nihongi: Chronicles of Japan from the Earliest Times to A.D. 697''.] London: Kegan Paul, Trench, Trubner. [http://www.worldcat.org/title/nihongi-chronicles-of-japan-from-the-earliest-times-to-ad-697/oclc/448337491&referer=brief_results OCLC 448337491] |
|||
* Brown, Delmer M. and Ichirō Ishida, eds. (1979). [https://books.google.com/books?id=w4f5FrmIJKIC&dq=Gukansho&source=gbs_navlinks_s ''Gukanshō: The Future and the Past''.] Berkeley: University of California Press. ISBN 978-0-520-03460-0; [http://www.worldcat.org/title/future-and-the-past-a-transl-and-study-of-the-gukansho-an-interpretative-history-of-japan-written-in-1219/oclc/251325323 OCLC 251325323] |
|||
* Ponsonby-Fane, Richard Arthur Brabazon. (1959). [https://books.google.com/books?id=SLAeAAAAMAAJ&q=The+Imperial+House+of+Japan&dq=The+Imperial+House+of+Japan&client=firefox-a&pgis=1 ''The Imperial House of Japan''.] Kyoto: Ponsonby Memorial Society. [http://www.worldcat.org/wcpa/oclc/194887 OCLC 194887] |
|||
* Titsingh, Isaac. (1834). ''Nihon Ōdai Ichiran''; ou, [https://books.google.com/books?id=18oNAAAAIAAJ&dq=nipon+o+dai+itsi+ran ''Annales des empereurs du Japon''.] Paris: Royal Asiatic Society, Oriental Translation Fund of Great Britain and Ireland. [http://www.worldcat.org/title/nipon-o-dai-itsi-ran-ou-annales-des-empereurs-du-japon/oclc/5850691 OCLC 5850691] |
|||
* Varley, H. Paul. (1980). [https://books.google.com/books?id=tVv6OAAACAAJ&dq= ''Jinnō Shōtōki: A Chronicle of Gods and Sovereigns''.] New York: Columbia University Press. ISBN 978-0-231-04940-5; [http://www.worldcat.org/title/chronicle-of-gods-and-sovereigns-jinno-shotoki-of-kitabatake-chikafusa/oclc/59145842 OCLC 59145842] |
|||
{{s-start}} |
|||
{{s-hou|||594|24 Juli|661}} |
|||
{{s-reg}} |
|||
{{s-bef|before=[[Kaisar Jomei]]}} |
|||
{{s-ttl|title=[[Daftar Kaisar Jepang|Kaisarina Japan]]:<br>Kōgyoku|years=25 Januari 642 – 14 Juni 645}} |
|||
{{s-aft|after=[[Kaisar Kōtoku]]}} |
|||
{{s-bef|before=[[Kaisar Kōtoku]]}} |
|||
{{s-ttl|title=[[Daftar Kaisar Jepang|Kaisarina Japan]]:<br>Saimei|years=3 Januari 655 - 24 Juli 661}} |
|||
{{s-aft|after=[[Kaisar Tenji]]}} |
|||
{{s-end}} |
|||
[[Kategori:Kelahiran 594]] |
[[Kategori:Kelahiran 594]] |
||
[[Kategori:Kematian 661]] |
[[Kategori:Kematian 661]] |
||
[[Kategori:Sejarah Jepang]] |
|||
[[Kategori:Kaisar Jepang]] |
|||
[[Kategori:Penguasa wanita pada abad ke-7]] |
[[Kategori:Penguasa wanita pada abad ke-7]] |
||
[[Kategori:Penguasa di Asia pada abad ke-7]] |
[[Kategori:Penguasa di Asia pada abad ke-7]] |
Revisi per 18 Februari 2017 10.34
Kōgyoku 皇極 | |
---|---|
Kaisarina Jepang (Kōgyoku, periode pertama) | |
Memerintah | 25 Januari 642 – 14 Juni 645 |
Penobatan | 25 Januari 642 | (umur 48)
Pendahulu | Kaisar Jomei |
Penerus | Kaisar Kōtoku |
(Saimei, periode kedua) | |
Memerintah | 3 Januari 655 - 24 Juli 661 |
Penobatan | 3 Januari 655 | (umur 61)
Pendahulu | Kaisar Kōtoku |
Penerus | Kaisar Tenji |
Permaisuri Jepang | |
Periode | 630-641 |
Informasi pribadi | |
Kelahiran | 594 |
Kematian | 661 – 594; umur -68–-67 tahun Asakura no Miya |
Pemakaman | Ochi-no-Okanoe no misasagi (Nara) |
Ayah | Pangeran Chinu |
Ibu | Putri Kibitsu |
Pasangan | Kaisar Jomei |
Anak |
|
Takara (宝) adalah seorang putri Jepang yang memerintah dua kali sebagai kaisarina, yakni pada tahun 642-645 dengan nama Kaisarina Kōgyoku (皇極天皇, Kōgyoku-tennō) dan pada tahun 655-651 dengan nama Kaisarina Saimei (斉明天皇, Saimei-tennō), menjadikannya pemimpin ke-35[1] dan ke-37[2] dalam catatan resmi sejarah Jepang. Dia adalah satu dari delapan wanita yang pernah menjadi Kaisarina Jepang.
Latar belakang
Sebelum naik ke Tahta Krisantemum, nama pribadinya (imina) adalah Takara (宝)[3]. Putri Takara adalah cicit dari Kaisar Bidatsu[4]. Dia menikah dengan pamannya, Kaisar Jomei, dan menjadi permaisuri sepanjang pemerintahan suaminya. Dari pernikahan tersebut, pasangan ini memiliki tiga orang anak:
- Pangeran Kazuraki, Pangeran Naka-no-Ōe (葛城皇子, 中大兄皇子; Kazuraki-no-miko, Nakanoōe-no-ōji)
- Pangeran Ōama (大海人皇子, Ōama-no-ōji)
- Putri Hashihito (間人皇女, Hashihito-no-ōjo)
Masa pemerintahan
Meskipun dalam catatan resmi Jepang Kōgyoku menyandang gelar tennō, banyak sejarawan percaya bahwa gelar ini belumlah dikenal sampai masa pemerintahan Kaisar Tenmu dan Kaisarina Jitō. Sangat mungkin gelar yang dipakai saat itu adalah Sumeramikoto atau Amenoshita Shiroshimesu Ōkimi (治天下大王), yang bermakna "ratu agung yang memerintah semua yang di bawah langit." Kalau tidak, Kōgyoku mungkin disapa dengan sebutan (ヤマト大王/大君, Yamatoōkimi/Taikun) atau "Ratu Agung Yamato".
Peristiwa Isshi
Kaisarina Kōgyoku memerintah selama empat tahun setelah menggantikan suami sekaligus pamannya, Kaisar Jomei. Di masa pemerintahannya, keluarga Soga menjadi keluarga terkuat di Jepang yang mengendalikan kekaisaran dari balik layar. Namun pada tahun 645, terjadi kejadian yang disebut Peristiwa Isshi (乙巳の変, Isshi no Hen). Peristiwa ini adalah upaya untuk menyingkirkan keluarga Soga dari pemerintahan dengan langkah awalnya adalah melakukan pembunuhan terhadap Soga no Iruka oleh putra Kōgyoku sendiri, Pangeran Naka-no-Ōe.[5] Pembunuhan ini lantaran dugaan keterlibatan Soga no Iruka terhadap kematian Pangeran Yamashiro.
Peristiwa ini terjadi pada upacara istana pada tanggal 10 Juli 645 (kalender Jepang kuno: hari kedua belas bulan keenam). Setelah bekerja sama dengan beberapa penjaga istana, empat orang bersenjata diperintahkan membunuh Iruka. Namun karena keempat orang tersebut terlalu takut untuk melakukan perintah tersebut, Naka-no-Ōe sendiri yang maju dan melukai Iruka. Iruka tidak langsung dibunuh saat itu juga dan dia menyatakan ketidakbersalahannya dan meminta penyelidikan.
Naka-no-Ōe memohon di depan ibunya, sang kaisarina, terkait masalah ini. Namun ketika Kōgyoku tidak meninjau masalah itu, pada akhirnya empat penjaga membunuh Iruka. Ayah Iruka, Soga no Emishi, langsung bunuh diri dengan membakar kediamannya sesaat setelah mengetahui kematian putranya.
Kejadian ini membuat sang kaisarina merasa sangat tertekan. Masyarakat Jepang di Zaman Asuka sangat sensitif terhadap masalah "penodaan", baik secara spiritual maupun pribadi. Kematian, terlebih pembunuhan bengis yang terjadi tepat di dekat kaisar dipandang sebagai tindakan penodaan yang mungkin terburuk. Menanggapi peristiwa ini, Kōgyoku menyatakan turun tahta. Meskipun awalnya Kōgyoku hendak menyerahkan kedudukan kaisar kepada putranya, Naka-no-Ōe, tetapi Nakatomi no Kamatari, orang yang turut serta membantu Pangeran Naka-no-Ōe dalam Peristiwa Isshin,menasihati agar tahta sebaiknya diserahkan kepada kakak tiri dari Naka-no-Ōe, Pangeran Furuhito-no-Ōe, atau kepada pamannya (sekaligus saudara Kōgyoku), Pangeran Karu[6]. Furuhito-no-Ōe menolak gagasan itu dan kemudian menggundul kepalanya untuk menjadi biksu Buddha. Pada akhirnya, tahta diserahkan kepada Pangeran Karu. Dia naik tahta sebagai Kaisar Kōtoku dan memerintah pada 645-654[7].
Kaisarina Saimei
Setelah mangkatnya Kaisar Kōtoku, Takara kembali naik tahta, kali ini dengan nama Kaisarina Saimei (斉明天皇, Saimei-tennō). Pangeran Naka-no-Ōe sendiri dinobatkan sebagai putra mahkota.
Pada tahun 660, Bakjae di Korea dikalahkan. Sebagai sekutu Bakjae, Saimei keluar ibukota dan memimpin pasukan gabungan Jepang dan Bakjae untuk berperang melawan Kerajaan Silla. Namun rencana itu gagal karena Saimei mangkat di Istana Asakura, Kyushu, sebelum pasukan Jepang diberangkatkan ke semenanjung Korea. Pada bulan Oktober, jenazahnya dibawa dari Pulau Kyushu melalui laut menuju Pelabuhan Naniwa-zu (sekarang Osaka). Upacara pemakaman resminya dilakukan pada awal bulan November.
Catatan kaki
- ^ Badan Rumah Tangga Kekaisaran (Kunaichō): 皇極(こうぎょく)天皇 (35) dan 齊明(さいめい)天皇 (37)
- ^ Kunaichō: 斉明天皇 (37)
- ^ Ponsonby-Fane, p. 8.
- ^ Brown, p. 265.
- ^ Ponsonby-Fane, Richard (1959). The Imperial House of Japan. Kyoto: Ponsonby Memorial Society. hlm. 49–50.
- ^ Aston, William. (2005). Nihongi, p. 195-196; Brown, Delmer et al. (1979). Gukanshō, p. 266; Varley, H. Paul. Jinnō Shōtōki. p. 44.
- ^ Titsingh, Isaac. (1834). Annales des empereurs du japon, pp. 47-48.
Daftar pustaka
- Aston, William George. (1896). Nihongi: Chronicles of Japan from the Earliest Times to A.D. 697. London: Kegan Paul, Trench, Trubner. OCLC 448337491
- Brown, Delmer M. and Ichirō Ishida, eds. (1979). Gukanshō: The Future and the Past. Berkeley: University of California Press. ISBN 978-0-520-03460-0; OCLC 251325323
- Ponsonby-Fane, Richard Arthur Brabazon. (1959). The Imperial House of Japan. Kyoto: Ponsonby Memorial Society. OCLC 194887
- Titsingh, Isaac. (1834). Nihon Ōdai Ichiran; ou, Annales des empereurs du Japon. Paris: Royal Asiatic Society, Oriental Translation Fund of Great Britain and Ireland. OCLC 5850691
- Varley, H. Paul. (1980). Jinnō Shōtōki: A Chronicle of Gods and Sovereigns. New York: Columbia University Press. ISBN 978-0-231-04940-5; OCLC 59145842
Kōgyoku Lahir: 594 Meninggal: 24 Juli 661
| ||
Gelar kebangsawanan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Kaisar Jomei |
Kaisarina Japan: Kōgyoku 25 Januari 642 – 14 Juni 645 |
Diteruskan oleh: Kaisar Kōtoku |
Didahului oleh: Kaisar Kōtoku |
Kaisarina Japan: Saimei 3 Januari 655 - 24 Juli 661 |
Diteruskan oleh: Kaisar Tenji |