Maba Anak Ku Lau: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
BeeyanBot (bicara | kontrib)
→‎top: perapian, replaced: dibelakang → di belakang, added orphan, underlinked tags using AWB
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 4: Baris 4:
'''Maba anak ku lau''' adalah salah satu acara adat dalam [[suku Karo]].<ref name="Ginting">{{id}}Ginting, Malem Ukur. 2008. ''Adat Karo''.Medan: Sirulo.</ref> Ritus ini merupakan ritus membawa anak ke permandian (pancuran atau sungai), yang dilaksanakan oleh [[rakut sitelu]] si anak.<ref name="Ginting"/> Ritus ini diadakan setelah anak berusia 4-7 hari.<ref name="Ginting"/> Waktu pelaksanaannya ditentukan oleh ''Guru Perkatika''.<ref name="Ginting"/> Adapun peralatan untuk itu adalah ''pundang'' empat potong, abu dapur, ''upih'' (pelepah pinang), ''bulung sukat sitokih'' (daun keladi), ''page penuruhen'' ( beras khusus yang sudah disiapkan khusus), ''kampil'' (tas kecil terbuat dari anyaman janur) yang berisi belo penurungi (sirih, gambir, tembakau, buah pinang), ''uis arinteneng'' (kain berukuran panjang), dan ''uis kapal''(kain tebal yang digunakan seusai mandi).<ref name="Ginting"/>
'''Maba anak ku lau''' adalah salah satu acara adat dalam [[suku Karo]].<ref name="Ginting">{{id}}Ginting, Malem Ukur. 2008. ''Adat Karo''.Medan: Sirulo.</ref> Ritus ini merupakan ritus membawa anak ke permandian (pancuran atau sungai), yang dilaksanakan oleh [[rakut sitelu]] si anak.<ref name="Ginting"/> Ritus ini diadakan setelah anak berusia 4-7 hari.<ref name="Ginting"/> Waktu pelaksanaannya ditentukan oleh ''Guru Perkatika''.<ref name="Ginting"/> Adapun peralatan untuk itu adalah ''pundang'' empat potong, abu dapur, ''upih'' (pelepah pinang), ''bulung sukat sitokih'' (daun keladi), ''page penuruhen'' ( beras khusus yang sudah disiapkan khusus), ''kampil'' (tas kecil terbuat dari anyaman janur) yang berisi belo penurungi (sirih, gambir, tembakau, buah pinang), ''uis arinteneng'' (kain berukuran panjang), dan ''uis kapal''(kain tebal yang digunakan seusai mandi).<ref name="Ginting"/>


Selain itu, anak perempuan diberi ''uis nipes'' oleh neneknya dan bekah buluh untuk anak laki-laki.<ref name="Prinst">{{id}}Prinst, Darwan. 2012. ''Adat Karo''.Medan: Bina Media Perintis.</ref> Sewaktu anak berangkat ''ku lau'' (pemandian), ia digendong oleh ''mami'' (jika anak laki-laki) atau ''bibi'' (jika anak perempuan).<ref name="Prinst"/> Urutan keberangkatan ke ''lau'' tersebut diawali oleh ''Guru Simaba Katika'' membawa ''upih'' (jika anak laki-laki) atau ''bulung sukat sitokih'' (jika anak perempuan), yang berisi pundang empat potong, abu dapur, ''page penuruhen'', dan ''apar manuk'' (ayam).<ref name="Prinst"/> Fungsi dari barang-barang tersebut antara lain untuk sesaji atau dikenakan kepada sang anak selama ritual berlangsung.<ref name="Prinst"/> Sewaktu berangkat ke pemandian, empat pundang diletakan diempat tempat antara lain, sepotong pundang itu diletakkan di dapur, sepotong pundang lagi diletakan di belakang guru perkatika, lalu di belakang sang ibu dari anak tersebut yang dibarengi dengan memegang tongkat beski atau purih tonggal dan diikuti anggota keluarga lainnya.<ref name="Prinst"/> Satu pundang terakhir dibagi lagi menjadi tiga bagian:
Selain itu, anak perempuan diberi ''uis nipes'' oleh neneknya dan bekah buluh untuk anak laki-laki.<ref name="Prinst">{{id}}Prinst, Darwan. 2012. ''Adat Karo''.Medan: Bina Media Perintis.</ref> Sewaktu anak berangkat ''ku lau'' (pemandian), ia digendong oleh ''mami'' (jika anak laki-laki) atau ''bibi'' (jika anak perempuan).<ref name="Prinst"/> Urutan keberangkatan ke ''lau'' tersebut diawali oleh ''Guru Simaba Katika'' membawa ''upih'' (jika anak laki-laki) atau ''bulung sukat sitokih'' (jika anak perempuan), yang berisi pundang empat potong, abu dapur, ''page penuruhen'', dan ''apar manuk'' (ayam).<ref name="Prinst"/> Fungsi dari barang-barang tersebut antara lain untuk sesaji atau dikenakan kepada sang anak selama ritual berlangsung.<ref name="Prinst"/> Sewaktu berangkat ke pemandian, empat pundang diletakan diempat tempat antara lain, sepotong pundang itu diletakkan di dapur, sepotong pundang lagi diletakan di belakang guru perkatika, lalu di belakang sang ibu dari anak tersebut yang dibarengi dengan memegang tongkat beski atau purih tonggal dan diikuti anggota keluarga lainnya.<ref name="Prinst"/> Satu pundang terakhir dibagi lagi menjadi tiga bagian:
* bagian pertama diletakan di bawah tangga rumah.<ref name="Prinst"/>
* bagian pertama diletakan di bawah tangga rumah.<ref name="Prinst"/>
* bagian kedua diletakan di pagar rumah.<ref name="Prinst"/>
* bagian kedua diletakan di pagar rumah.<ref name="Prinst"/>

Revisi per 25 Januari 2017 01.53


Maba anak ku lau adalah salah satu acara adat dalam suku Karo.[1] Ritus ini merupakan ritus membawa anak ke permandian (pancuran atau sungai), yang dilaksanakan oleh rakut sitelu si anak.[1] Ritus ini diadakan setelah anak berusia 4-7 hari.[1] Waktu pelaksanaannya ditentukan oleh Guru Perkatika.[1] Adapun peralatan untuk itu adalah pundang empat potong, abu dapur, upih (pelepah pinang), bulung sukat sitokih (daun keladi), page penuruhen ( beras khusus yang sudah disiapkan khusus), kampil (tas kecil terbuat dari anyaman janur) yang berisi belo penurungi (sirih, gambir, tembakau, buah pinang), uis arinteneng (kain berukuran panjang), dan uis kapal(kain tebal yang digunakan seusai mandi).[1]

Selain itu, anak perempuan diberi uis nipes oleh neneknya dan bekah buluh untuk anak laki-laki.[2] Sewaktu anak berangkat ku lau (pemandian), ia digendong oleh mami (jika anak laki-laki) atau bibi (jika anak perempuan).[2] Urutan keberangkatan ke lau tersebut diawali oleh Guru Simaba Katika membawa upih (jika anak laki-laki) atau bulung sukat sitokih (jika anak perempuan), yang berisi pundang empat potong, abu dapur, page penuruhen, dan apar manuk (ayam).[2] Fungsi dari barang-barang tersebut antara lain untuk sesaji atau dikenakan kepada sang anak selama ritual berlangsung.[2] Sewaktu berangkat ke pemandian, empat pundang diletakan diempat tempat antara lain, sepotong pundang itu diletakkan di dapur, sepotong pundang lagi diletakan di belakang guru perkatika, lalu di belakang sang ibu dari anak tersebut yang dibarengi dengan memegang tongkat beski atau purih tonggal dan diikuti anggota keluarga lainnya.[2] Satu pundang terakhir dibagi lagi menjadi tiga bagian:

  • bagian pertama diletakan di bawah tangga rumah.[2]
  • bagian kedua diletakan di pagar rumah.[2]
  • bagian ketiga diletakan di hilir permandian.[2] Pundang berfungsi untuk menjaga dari makhluk-makhluk halus.[2]

Referensi

  1. ^ a b c d e (Indonesia)Ginting, Malem Ukur. 2008. Adat Karo.Medan: Sirulo.
  2. ^ a b c d e f g h i (Indonesia)Prinst, Darwan. 2012. Adat Karo.Medan: Bina Media Perintis.