Hadits Hasan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- tapi + tetapi)
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 3: Baris 3:
== Syarat ==
== Syarat ==
Syarat-syarat hadits disebut Hasan secara keseluruhan hampir sama dengan syarat-syarat hadits Shahih. 5 syarat hadits Hasan yaitu:
Syarat-syarat hadits disebut Hasan secara keseluruhan hampir sama dengan syarat-syarat hadits Shahih. 5 syarat hadits Hasan yaitu:
# Periwayat (''Sanad'') bersambung,
# Periwayat (''Sanad'') bersambung,
# Diriwayatkan oleh [[rawi]] yang adil
# Diriwayatkan oleh [[rawi]] yang adil
# Diriwayatkan oleh rawi yang hafal (''dhabith''), tetapi tingkat kehafalannya masih dibawah [[hadits Shahih]],
# Diriwayatkan oleh rawi yang hafal (''dhabith''), tetapi tingkat kehafalannya masih dibawah [[hadits Shahih]],
# Tidak bertentangan dengan hadits dengan rawi yang tingkat dipercayanya lebih tinggi atau Al-Qur'an,
# Tidak bertentangan dengan hadits dengan rawi yang tingkat dipercayanya lebih tinggi atau Al-Qur'an,
# Tidak terdapat cacat.
# Tidak terdapat cacat.
Perbedaan hadits Shahih dan hasan terletak pada ke''dhabith''annya. Jika hadits Shahih tingkat ''dhabith''nya harus tinggi, maka hadits hasan tingkat ke''dhabith''annya berada dibawahnya. Contoh hadits Hasan adalah seperti hadits yang diriwayatkan oleh [[Muhammad bin Amr bin al-Qamah]], dari [[Salamah]], dari [[Abu Hurairah]]. Dalam hadits ini, hadits dikategorikan hasan dikarenakan Muhammad bin Amr bin al-Qamah dikenal tingkat hafalannya yang tidak luar biasa.<ref name="IuH">Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki (2006). ''Ilmu Ushul Hadits''. Yogyakarta: Pustaka Pelajar ISBN 979-24-5855-7</ref>
Perbedaan hadits Shahih dan hasan terletak pada ke''dhabith''annya. Jika hadits Shahih tingkat ''dhabith''nya harus tinggi, maka hadits hasan tingkat ke''dhabith''annya berada dibawahnya. Contoh hadits Hasan adalah seperti hadits yang diriwayatkan oleh [[Muhammad bin Amr bin al-Qamah]], dari [[Salamah]], dari [[Abu Hurairah]]. Dalam hadits ini, hadits dikategorikan hasan dikarenakan Muhammad bin Amr bin al-Qamah dikenal tingkat hafalannya yang tidak luar biasa.<ref name="IuH">Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki (2006). ''Ilmu Ushul Hadits''. Yogyakarta: Pustaka Pelajar ISBN 979-24-5855-7</ref>



Revisi per 21 Januari 2017 20.38

Hadits Hasan (Arab: الحديث الحسن Al-Hadîts al-Ḥasan) adalah tingkatan hadits yang ada dibawah hadits Shahih. Menurut Imam Tirmidzi, hadits Hasan adalah hadits yang tidak berisi informasi yang bohong, tidak bertentangan dengan hadits lain dan Al-Qur'an dan informasinya kabur, serta memiliki lebih dari satu Sanad[1]. Selain itu, menurut Abdul Karim, hadits Hasan juga merupakan hadits yang diriwayatkan oleh rawi terkenal dan disetujui keakuratannya oleh sebagian besar pakar hadits.

Syarat

Syarat-syarat hadits disebut Hasan secara keseluruhan hampir sama dengan syarat-syarat hadits Shahih. 5 syarat hadits Hasan yaitu:

  1. Periwayat (Sanad) bersambung,
  2. Diriwayatkan oleh rawi yang adil
  3. Diriwayatkan oleh rawi yang hafal (dhabith), tetapi tingkat kehafalannya masih dibawah hadits Shahih,
  4. Tidak bertentangan dengan hadits dengan rawi yang tingkat dipercayanya lebih tinggi atau Al-Qur'an,
  5. Tidak terdapat cacat.

Perbedaan hadits Shahih dan hasan terletak pada kedhabithannya. Jika hadits Shahih tingkat dhabithnya harus tinggi, maka hadits hasan tingkat kedhabithannya berada dibawahnya. Contoh hadits Hasan adalah seperti hadits yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Amr bin al-Qamah, dari Salamah, dari Abu Hurairah. Dalam hadits ini, hadits dikategorikan hasan dikarenakan Muhammad bin Amr bin al-Qamah dikenal tingkat hafalannya yang tidak luar biasa.[2]

Referensi

  1. ^ http://www.jamiat.org.za/isinfo/tirmidhi04.html
  2. ^ Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki (2006). Ilmu Ushul Hadits. Yogyakarta: Pustaka Pelajar ISBN 979-24-5855-7