Sejarah Asia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 35: Baris 35:
===Zaman perunggu===
===Zaman perunggu===
{{Main|Timur Dekat Kuno}}
{{Main|Timur Dekat Kuno}}
[[Zaman Tembaga]] bermula sekitar 4500 SM, disusul [[Zaman Perunggu]] yang bermula sekitar 3500 SM, menggantikan peradaban [[Zaman Batu Muda]].
[[Zaman Tembaga]] bermula sekitar 4500 SM, disusul [[Zaman Perunggu]] yang bermula sekitar 3500 SM, menggantikan peradaban [[Neolitikum|Zaman Batu Muda]].


[[Peradaban Lembah Sungai Indus]] adalah peradaban Zaman Perunggu (3300–1300 SM; periode kedewasaan 2600–1900 SM) yang berpusat di bagian barat dari Anak Benua India; ada anggapan bahwa pada zaman peradaban ini sudah dipraktekkan suatu bentuk awal agama Hindu. Beberapa kota besar dari peradaban ini adalah [[Harappa]] dan [[Mohenjo-daro]], yang memiliki perencanaan tata kota dan seni rupa bertaraf tinggi. Penyebab hancurnya wilayah ini sekitar 1700 SM masih diperdebatkan, meskipun bukti-bukti yang ada telah menimbulkan dugaan bahwa bencana alam (khususnya banjir) adalah penyebabnya.<ref>{{cite web|title=The Indus Valley Civilisation|url=http://library.thinkquest.org/11372/data/history.htm|work=ThinkQuest|accessdate=9 Februari 2013}}</ref> Era ini menandai [[Periode Weda|Zaman Weda]] di India, yang berlangsung sejak kira-kira 1500 sampai 500 SM. Pada zaman ini, [[bahasa Sanskerta]] berkembang dan kitab-kitab [[Weda]] ditulis, yakni kidung-kidung pujian yang bertutur tentang dewa-dewi dan peperangan. Inilah dasar agama Weda, yang kelak bertumbuh dan berkembang menjadi [[agama Hindu]], sebuah agama yang berasaskan [[kasta|sistem kasta]] (yang terdiri atas empat [[Warna (Hindu)|warna]]), kepemimpinan kaum [[brahmana]] di bidang kerohanian, dan ajaran semi-[[monoteisme]] yang berkembang.{{sfn|Stearns|2011|page=68}}
[[Peradaban Lembah Sungai Indus]] adalah peradaban Zaman Perunggu (3300–1300 SM; periode kedewasaan 2600–1900 SM) yang berpusat di bagian barat dari Anak Benua India; ada anggapan bahwa pada zaman peradaban ini sudah dipraktekkan suatu bentuk awal agama Hindu. Beberapa kota besar dari peradaban ini adalah [[Harappa]] dan [[Mohenjo-daro]], yang memiliki perencanaan tata kota dan seni rupa bertaraf tinggi. Penyebab hancurnya wilayah ini sekitar 1700 SM masih diperdebatkan, meskipun bukti-bukti yang ada telah menimbulkan dugaan bahwa bencana alam (khususnya banjir) adalah penyebabnya.<ref>{{cite web|title=The Indus Valley Civilisation|url=http://library.thinkquest.org/11372/data/history.htm|work=ThinkQuest|accessdate=9 Februari 2013}}</ref> Era ini menandai [[Periode Weda|Zaman Weda]] di India, yang berlangsung sejak kira-kira 1500 sampai 500 SM. Pada zaman ini, [[bahasa Sanskerta]] berkembang dan kitab-kitab [[Weda]] ditulis, yakni kidung-kidung pujian yang bertutur tentang dewa-dewi dan peperangan. Inilah dasar agama Weda, yang kelak bertumbuh dan berkembang menjadi [[agama Hindu]], sebuah agama yang berasaskan [[kasta|sistem kasta]] (yang terdiri atas empat [[Warna (Hindu)|warna]]), kepemimpinan kaum [[brahmana]] di bidang kerohanian, dan ajaran semi-[[monoteisme]] yang berkembang.{{sfn|Stearns|2011|page=68}}
Baris 41: Baris 41:
Tiongkok dan [[Vietnam]] juga adalah pusat-pusat kriya logam. Semenjak Zaman Batu Muda, tambur-tambur perunggu yang pertama, yang disebut [[nekara]] atau tambur Dong Son telah ditemukan di kawasan-kawasan muara Sungai Merah ([[bahasa Tionghoa]]: 紅河 dalam aksara tradisional atau 红河 dalam aksara yang disederhanakan, pinyin: Hóng Hé; [[bahasa Vietnam]]: Sông Hồng) dan sekitarnya di Vietnam dan Tiongkok Selatan. Nekara-nekara ini berkaitan dengan peradaban prasejarah Dong Son di Vietnam.
Tiongkok dan [[Vietnam]] juga adalah pusat-pusat kriya logam. Semenjak Zaman Batu Muda, tambur-tambur perunggu yang pertama, yang disebut [[nekara]] atau tambur Dong Son telah ditemukan di kawasan-kawasan muara Sungai Merah ([[bahasa Tionghoa]]: 紅河 dalam aksara tradisional atau 红河 dalam aksara yang disederhanakan, pinyin: Hóng Hé; [[bahasa Vietnam]]: Sông Hồng) dan sekitarnya di Vietnam dan Tiongkok Selatan. Nekara-nekara ini berkaitan dengan peradaban prasejarah Dong Son di Vietnam.


Di Ban Chiang, Thailand (Asia Tenggara), telah ditemukan artefak-artefak perunggu yang berasal dari 2100 SM. Pada penggalian di Nyaunggan, Birma, telah didapati peralatan perunggu bersama dengan tembikar dan artefak-artefak batu. Penentuan penanggalannya sampai sekarang masih luas berkisar antara 3500 sampai 500 SM).
Di [[Ban Chiang]], Thailand (Asia Tenggara), telah ditemukan artefak-artefak perunggu yang berasal dari 2100 SM. Pada penggalian di Nyaunggan, Birma, telah didapati peralatan perunggu bersama dengan tembikar dan artefak-artefak batu. Penentuan penanggalannya sampai sekarang masih luas berkisar antara 3500 sampai 500 SM).


===Zaman Besi===
===Zaman Besi===
Baris 79: Baris 79:
Melalui [[Jalur Sutra]], pemerintah Han menjalin kontak dengan Kekaisaran Persia di Timur Tengah dan dengan bangsa Romawi, sehingga dapat memperdagangkan banyak komoditas dengan mereka, terutama sutra. Banyak peradaban kuno mendapatkan pengaruh dari luar melalui [[Jalur Sutra]], yang menghubungkan Tiongkok, [[India]], Timur Tengah, dan Eropa. Kaisar-kaisar Han seperti Wu juga mempromosikan ajaran Konfusius sebagai "agama" bangsa (meskipun para teolog memperdebatkan, apakah konfusianisme dimaknai sebagai suatu agama ataukah filsafat). Rumah-rumah peribadatan yang dibaktikan bagi Konfusius didirikan dan filsafat Konfusius diajarkan kepada semua cendekiawan yang masuk ke birokrasi Tiongkok. Birokrasi dikembangkan lebih lanjut dengan memperkenalkan sebuah sistem ujian yang menyaring para cendekiawan berilmu tinggi. Kebanyakan para birokrat ini adalah warga kelas atas yang dididik di sekolah-sekolah khusus, tetapi kekuasaan mereka diimbangi pemeriksaan oleh warga kelas bawah yang dimasukkan ke dalam birokrasi berkat keterampilan mereka. Birokrasi Kekaisaran Tiongkok sangat efektif, sangat dihormati seluruh rakyat, dan bertahan lebih dari 2.000 tahun. Pemerintah Han yang sangat teratur itu mengurusi bidang militer, kehakiman (yang mempergunakan sistem peradilan dan hukum-hukum yang tegas), produksi pertanian, perekonomian, dan kehidupan rakyat pada umumnya. Pemerintah juga mempromosikan filsafat intelektual, kajian ilmiah, dan pencatatan sejarah secara rinci.
Melalui [[Jalur Sutra]], pemerintah Han menjalin kontak dengan Kekaisaran Persia di Timur Tengah dan dengan bangsa Romawi, sehingga dapat memperdagangkan banyak komoditas dengan mereka, terutama sutra. Banyak peradaban kuno mendapatkan pengaruh dari luar melalui [[Jalur Sutra]], yang menghubungkan Tiongkok, [[India]], Timur Tengah, dan Eropa. Kaisar-kaisar Han seperti Wu juga mempromosikan ajaran Konfusius sebagai "agama" bangsa (meskipun para teolog memperdebatkan, apakah konfusianisme dimaknai sebagai suatu agama ataukah filsafat). Rumah-rumah peribadatan yang dibaktikan bagi Konfusius didirikan dan filsafat Konfusius diajarkan kepada semua cendekiawan yang masuk ke birokrasi Tiongkok. Birokrasi dikembangkan lebih lanjut dengan memperkenalkan sebuah sistem ujian yang menyaring para cendekiawan berilmu tinggi. Kebanyakan para birokrat ini adalah warga kelas atas yang dididik di sekolah-sekolah khusus, tetapi kekuasaan mereka diimbangi pemeriksaan oleh warga kelas bawah yang dimasukkan ke dalam birokrasi berkat keterampilan mereka. Birokrasi Kekaisaran Tiongkok sangat efektif, sangat dihormati seluruh rakyat, dan bertahan lebih dari 2.000 tahun. Pemerintah Han yang sangat teratur itu mengurusi bidang militer, kehakiman (yang mempergunakan sistem peradilan dan hukum-hukum yang tegas), produksi pertanian, perekonomian, dan kehidupan rakyat pada umumnya. Pemerintah juga mempromosikan filsafat intelektual, kajian ilmiah, dan pencatatan sejarah secara rinci.


Meskipun demikian, dengan segala stabilitas yang mengagumkan ini, kekuasaan pusat mulai kehilangan kendali menjelang peralihan ke [[Masehi|kurun Masehi]]. Seiring kemerosotan wangsa Han, banyak permasalahan datang bertubi-tubi menimpa dan menjadikannya tak berdaya sehingga Tiongkok terpuruk dalam kekacauan. Menjelang 100 Masehi, kegiatan filsafat melamban, dan korupsi dalam birokrasi tak terbendung lagi. Para tuan tanah di daerah mulai mengambil alih kendali tatkala para cendekiawan menelantarkan tugas-tugas mereka, akibatnya rakyat jelata harus menanggung beban cukai yang berat. Para pengikut ajaran Tao mulai mendapat dukungan yang signifikan dan memprotes kemerosotan yang tengah berlangsung. Mereka mulai mengaku-aku menguasai ilmu sihir dan berjanji akan menggunakannya demi menyelamatkan Tiongkok; [[Pemberontakan Serban Kuning]] yang dikobarkan kaum Tao pada 184 (dipimpin para pemberontak yang mengenakan destar kuning) berakhir dengan kegagalan namun mampu melemahkan pemerintah. Serbuan bangsa Hun bersamaan dengan merebaknya wabah penyakit membunuh setengah dari keseluruhan populasi dan secara resmi mengakhiri kekuasaan wangsa Han pada 220. Zaman kekacauan yang mengikutinya teramat parah sampai-sampai berlangsung selama tiga abad. Selama itu pula tak satu pun pemimpin dan wangsa daerah yang mampu menegakkan ketertiban di Tiongkok. Zaman kekacauan beserta upaya-upaya penegakkan ketertiban ini secara umum dikenal sebagai zaman [[Enam dinasti|enam wangsa]]. Babak pertama dari zaman ini meliputi zaman [[Zaman Tiga Negara|tiga kerajaan]] yang dimulai pada 220 dan diisi oleh "wangsa-wangsa" lemah yang silih berganti berkuasa dalam jangka pendek sesudah tumbangnya pemerintah Han. Pada 265, [[Dinasti Jin (265-420)|wangsa Jin]] di Tiongkok mulai berkuasa dan tak lama kemudian pecah menjadi dua kekaisaran, yang satu menguasai wilayah barat laut Tiongkok, dan yang lain menguasai wilayah tenggara Tiongkok. Pada 420, penaklukan dan pengunduran diri kedua wangsa ini berujung pada zaman kekuasaan perdana [[Dinasti Selatan dan Utara|wangsa-wangsa selatan dan utara]]. Zaman kekuasaan wangsa-wangsa selatan dan utara terus berlangsung hingga akhirnya, menjelang 557, [[Dinasti Zhou Utara|wangsa Zhou Utara]] memerintah atas wilayah utara dan [[Dinasti Chen|wangsa Chen]] memerintah atas wilayah selatan.
Meskipun demikian, dengan segala stabilitas yang mengagumkan ini, kekuasaan pusat mulai kehilangan kendali menjelang peralihan dari kurun Sebelum Masehi ke [[Masehi|kurun Masehi]]. Seiring kemerosotan wangsa Han, banyak permasalahan datang bertubi-tubi menimpa dan menjadikannya tak berdaya sehingga Tiongkok terpuruk dalam kekacauan. Menjelang 100 Masehi, kegiatan filsafat melamban, dan korupsi dalam birokrasi tak terbendung lagi. Para tuan tanah di daerah mulai mengambil alih kendali tatkala para cendekiawan menelantarkan tugas-tugas mereka, akibatnya rakyat jelata harus menanggung beban cukai yang berat. Para pengikut ajaran Tao mulai mendapat dukungan yang signifikan dan memprotes kemerosotan yang tengah berlangsung. Mereka mulai mengaku-aku menguasai ilmu sihir dan berjanji akan menggunakannya demi menyelamatkan Tiongkok; [[Pemberontakan Serban Kuning]] yang dikobarkan kaum Tao pada 184 (dipimpin para pemberontak yang mengenakan destar kuning) berakhir dengan kegagalan namun mampu melemahkan pemerintah. Serbuan bangsa Hun bersamaan dengan merebaknya wabah penyakit membunuh setengah dari keseluruhan populasi dan secara resmi mengakhiri kekuasaan wangsa Han pada 220. Zaman kekacauan yang mengikutinya teramat parah sampai-sampai berlangsung selama tiga abad. Selama itu pula tak satu pun pemimpin dan wangsa daerah yang mampu menegakkan ketertiban di Tiongkok. Zaman kekacauan beserta upaya-upaya penegakkan ketertiban ini secara umum dikenal sebagai zaman [[Enam dinasti|enam wangsa]]. Babak pertama dari zaman ini meliputi zaman [[Zaman Tiga Negara|tiga kerajaan]] yang dimulai pada 220 dan diisi oleh "wangsa-wangsa" lemah yang silih berganti berkuasa dalam jangka pendek sesudah tumbangnya pemerintah Han. Pada 265, [[Dinasti Jin (265-420)|wangsa Jin]] di Tiongkok mulai berkuasa dan tak lama kemudian pecah menjadi dua kekaisaran, yang satu menguasai wilayah barat laut Tiongkok, dan yang lain menguasai wilayah tenggara Tiongkok. Pada 420, penaklukan dan pengunduran diri kedua wangsa ini berujung pada zaman kekuasaan perdana [[Dinasti Selatan dan Utara|wangsa-wangsa selatan dan utara]]. Zaman kekuasaan wangsa-wangsa selatan dan utara terus berlangsung hingga akhirnya, menjelang 557, [[Dinasti Zhou Utara|wangsa Zhou Utara]] memerintah atas wilayah utara dan [[Dinasti Chen|wangsa Chen]] memerintah atas wilayah selatan.


==Sejarah pertengahan==
==Sejarah pertengahan==
Baris 94: Baris 94:
{{main|Kekhalifahan Umayyah}}
{{main|Kekhalifahan Umayyah}}
[[File:Muhammad 11.jpg|thumb|left|190px|Muhammad digambarkan berada dalam sebuah mesjid tanpa memperlihatkan satu pun anggota tubuhnya.]]
[[File:Muhammad 11.jpg|thumb|left|190px|Muhammad digambarkan berada dalam sebuah mesjid tanpa memperlihatkan satu pun anggota tubuhnya.]]
Sejak 613 sampai pada 630, [[Muhammad]] menyebarkan agama Islam di gurun Arabia, berpuncak pada kemenangannya di [[Mekah]]. Ia kemudian mempersatukan suku-suku Arab menjadi sebuah Kekaisaran Islam yang dikepalai oleh seorang pemimpin agama dan politik, [[khalifah]]. Gabungan suku-suku Arab ini kelak maju menaklukkan Kekaisaran Sasania serta wilayah-wilayah yang kini disebut [[Suriah]], [[Palestina]], [[Mesir]], dan [[Libya]].{{sfn|Stearns|2011|page=148=149}} Sebuah bala pasukan laut Arab dibentuk dan tak lama kemudian menguasai Mediterania, membuat Kekaisaran Bizantium tidak berdaya dalam kepungannya sampai berabad-abad kemudian.{{sfn|Stearns|2011|page=148-149}} Permasalahan-permasalahan seputar penentuan para khalifah pengganti Muhammad berakibat meletusnya [[Perang Riddah]] dan pada akhirnya mengakibatkan perpecahan [[Sunni]]-[[Syi'ah]], dua golongan umat Islam yang saling bertentangan; kaum Sunni pada akhirnya menjadi golongan yang dominan dan mendirikan [[Kekhalifahan Umayyah]].{{sfn|Stearns|2011|page=148-149}}
Sejak 613 sampai pada 630, [[Muhammad]] menyebarkan agama Islam di gurun Arabia, berpuncak pada kemenangannya di [[Mekah]]. Ia kemudian mempersatukan suku-suku Arab menjadi sebuah Kekaisaran Islam yang dikepalai oleh seorang pemimpin agama dan politik, [[khalifah]]. Gabungan suku-suku Arab ini kelak maju menaklukkan Kekaisaran Sasania serta wilayah-wilayah yang kini disebut [[Suriah]], [[Palestina]], [[Mesir]], dan [[Libya]].{{sfn|Stearns|2011|page=148=149}} Sebuah bala pasukan laut Arab dibentuk dan tak lama kemudian menguasai Mediterania, membuat Kekaisaran Bizantium tidak berdaya dalam kepungannya sampai berabad-abad kemudian.{{sfn|Stearns|2011|page=148-149}} Permasalahan-permasalahan seputar penentuan para khalifah pengganti Muhammad berakibat meletusnya [[Perang Riddah]] dan pada akhirnya mengakibatkan perpecahan [[Sunni]]-[[Syi'ah]], dua golongan umat Islam yang saling bertentangan; kaum Sunni pada akhirnya menjadi golongan yang dominan dan mendirikan [[Kekhalifahan Umayyah|Kekhalifahan Umawiyah]].{{sfn|Stearns|2011|page=148-149}}

Kekhalifahan Umawiyah berpusat di ibu kota mereka, [[Damaskus|Damsyik]] di Suriah sekarang ini. Bani Umayyah melakukan lebih banyak lagi penaklukan yang menjadikan mereka penguasa atas Asia Tengah, sebagian besar Afrika Utara, dan dari situ ke [[Semenanjung Iberia]] (sekarang [[Spanyol]] dan [[Portugal]]). Hanya sedikit konversi agama yang terjadi kala itu akibat dari kurangnya rasa hormat terhadap kaum Muslim non-Arab ([[bahasa Arab]]: موالي, Mawali), yang ditunjukkan oleh Bani Umayyah. Umat [[Kristen]] dan [[Yahudi]] lebih dihargai sebagai kaum yang dilindungi (bahasa Arab: أهل الذمة, Ahl al-Dzimmah), dan khususnya sebagai kaum berkitab (bahasa Arab: أهل الكتاب, Ahl al-Kitab), mengacu pada [[Alkitab|Kitab Suci]] mereka. Di masa kekuasaan Bani Umayyah, posisi perempuan meningkat ke taraf yang lebih baik dibanding semasa Arab pra-Islam; ajaran Muhammad melarang zinah, mendorong perkawinan dan perlakuan baik terhadap isteri dan anak perempuan, serta memproklamirkan kesetaraan wanita dan pria "di mata Tuhan."{{sfn|Stearns|2011|page=151}}

====Kekaisaran Abbasiyah====
{{main|Kekhalifahan Abbasiyah}}
[[File:Abbasid Caliphate most extant.png|230px|thumb|Keseluruhan wilayah yang pernah dikuasai Kekaisaran Abbasiyah]]
Kekaisaran Umawiyah mengalami kemunduran sejak permulaan abad ke-8 tatkala para pemimpinnya makin lama makin menjauh dari rakyat, terutama dari para pejuang yang telah mempertaruhkan nyawa dalam perang-perang penaklukan.{{sfn|Stearns|2011|page=151}} Sebuah golongan politik baru, Bani Abbas, bergabung dengan golongan-golongan yang memendam kekecewaan, yakni para pejuang, kaum Syi'ah, dan kaum Mawali, kemudian menumbangkan Bani Umayyah pada 750 dalam [[Pertempuran Zab]]. Sisa-sisa Bani Umayyah melarikan diri ke [[Iberia|Semenanjung Iberia]], kemudian mendirikan di sana sebuah kerajaan Islam merdeka, [[Kekhalifahan Kordoba]]. Pembentukan [[Kekhalifahan Abbasiyah]] bermula dengan pemindahan ibu kota ke [[Baghdad]] di Persia (sekarang Irak) pada 762, dan bersamaan dengan itu terjadi pula penerapan tata lembaga politik Persia, seperti pembentukan monarki absolut yang berkuasa penuh secara mutlak tanpa tentangan, serta suatu birokrasi yang lebih baik di bawah kepemimpinan seorang [[Wazir]] yang mengambil alih hampir seluruh tanggung jawab politik dan administrasi yang sebelumnya diemban Khalifah.{{sfn|Stearns|2011|page=154}} Pemerintahan Bani Abbas juga mengalami suatu lonjakan besar di bidang perniagaan, khususnya perniagaan di laut, dengan mengirim kapal-kapal [[dhow|dow]] (bahasa Arab: داو, dāw) yang melanjutkan ekspansi, pertama-tama dengan mengutus para saudagar dan misionaris ke [[India]] dan [[Asia Tenggara]]. Pada akhirnya timbul konflik akibat dari masalah-masalah perompakan di India yang mendorong Bani Abbas mulai berupaya menaklukkan wilayah barat India yang menjadi mitra dagang mereka. Ekspedisi pertama dipimpin oleh seorang panglima berkebangsaan [[bangsa Turk|Turk]], [[Qutb-ud-din Aybak]], dan berjaya mendirikan [[Kesultanan Mamluk (Delhi)|Kesultanan Mamluk]] pada 1206 yang diperintah oleh seorang sultan (bahasa Arab: سلطان) yang berarti "penguasa."

[[File:Saladin in Jerusalem.jpg|thumb|left|180px|Para prajurit Perang Salib Kristen di hadapan Saladin di Yerusalem]]

Akan tetapi pemerintahan Bani Abbas tak lama kemudian tumbang oleh penyebab yang sama dengan penyebab kejatuhan Bani Umayyah. Golongan-golongan yang berbeda-beda di kalangan istana, khususnya sejumlah kelompok [[bangsa Turk|orang Turk]], bertarung memperebutkan kekuasaan. Khalifah mulai bergantung pada para penasihat yang berasal dari keluarga-keluarga kaya, yang kadang-kadang menjadikannya sebagai boneka mereka belaka. Semua ini terjadi tatkala [[Dinasti Buya|wangsa Buya]] berkebangsaan Persia berdiri pada 934. Pemerintah Syi'ah ini hanya mampu bertahan selama seabad lebih, dan dengan cepat dikalahkan bangsa Turk yang kelak membentuk [[dinasti Seljuk|wangsa Seljuk]] menjelang 1051 dan menegakkan kembali pemerintahan Sunni.


==Sejarah kontemporer==
==Sejarah kontemporer==
Baris 104: Baris 115:
Jelang [[Perang Dunia II]], pecah perang saudara di Tiongkok antara Partai Komunis pimpinan [[Mao Zedong]] melawan Partai Nasionalis pimpinan [[Chiang Kai-shek]]; kaum nasionalis tampak memimpin. Meskipun demikian, tatkala [[Perang Tiongkok-Jepang Kedua|Jepang menginvasi]] pada 1937, kedua belah pihak terpaksa sepakat mengadakan gencatan senjata sementara dalam rangka mempertahankan Tiongkok. Kaum nasionalis mengalami banyak kekalahan dalam pertempuran yang mengakibatkan mereka kehilangan wilayah teritorial, dan oleh karena itu juga kehilangan rasa hormat dari rakyat Tiongkok. Berbeda dari kaum nasionalis, kaum komunis menggunakan taktik perang gerilya (di bawah pimpinan [[Lin Biao]]) yang terbukti efektif melawan metode-metode perang konvensional yang digunakan Jepang sehingga menempatkan Partai Komunis di posisi puncak menjelang 1945. Mereka juga mendapatkan popularitas dari upaya-upaya perbaikan yang sudah diterapkan di wilayah-wilayah yang mereka kuasai, seperti distribusi ulang tanah, reformasi pendidikan, dan karya pemeliharaan kesehatan sampai ke pelosok-pelosok daerah. Empat tahun berikutnya digunakan untuk memukul mundur kaum nasionalis ke pulau kecil di sebelah timur Tiongkok, yang dikenal dengan nama [[Taiwan]] (sebelumnya dikenal dengan nama Formosa), tempat mereka sekarang menetap. Di daratan Tiongkok, Partai Komunis mendirikan [[Republik Rakyat Tiongkok]], dengan [[Mao Zedong]] sebagai [[Presiden Republik Rakyat Tiongkok|kepala negara]].
Jelang [[Perang Dunia II]], pecah perang saudara di Tiongkok antara Partai Komunis pimpinan [[Mao Zedong]] melawan Partai Nasionalis pimpinan [[Chiang Kai-shek]]; kaum nasionalis tampak memimpin. Meskipun demikian, tatkala [[Perang Tiongkok-Jepang Kedua|Jepang menginvasi]] pada 1937, kedua belah pihak terpaksa sepakat mengadakan gencatan senjata sementara dalam rangka mempertahankan Tiongkok. Kaum nasionalis mengalami banyak kekalahan dalam pertempuran yang mengakibatkan mereka kehilangan wilayah teritorial, dan oleh karena itu juga kehilangan rasa hormat dari rakyat Tiongkok. Berbeda dari kaum nasionalis, kaum komunis menggunakan taktik perang gerilya (di bawah pimpinan [[Lin Biao]]) yang terbukti efektif melawan metode-metode perang konvensional yang digunakan Jepang sehingga menempatkan Partai Komunis di posisi puncak menjelang 1945. Mereka juga mendapatkan popularitas dari upaya-upaya perbaikan yang sudah diterapkan di wilayah-wilayah yang mereka kuasai, seperti distribusi ulang tanah, reformasi pendidikan, dan karya pemeliharaan kesehatan sampai ke pelosok-pelosok daerah. Empat tahun berikutnya digunakan untuk memukul mundur kaum nasionalis ke pulau kecil di sebelah timur Tiongkok, yang dikenal dengan nama [[Taiwan]] (sebelumnya dikenal dengan nama Formosa), tempat mereka sekarang menetap. Di daratan Tiongkok, Partai Komunis mendirikan [[Republik Rakyat Tiongkok]], dengan [[Mao Zedong]] sebagai [[Presiden Republik Rakyat Tiongkok|kepala negara]].


Pemerintah komunis di Tiongkok terbentuk dari para [[partai pelindung|kader partai]]. Pejabat-pejabat garis keras ini mengendalikan [[Tentara Pembebasan Rakyat]], dan Tentara Pembebasan Rakyat itu sendiri mengendalikan sejumlah besar birokrasi. Sistem ini selanjutnya dikendalikan oleh [[Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok|Komite Sentral]], yang selain itu juga mendukung kepala negara sebagai kepala pemerintahan. Kebijakan-kebijakan luar negeri Republik Rakyat Tiongkok mencakup menekan upaya-upaya pemisahan diri di Mongolia dan Tibet, mendukung [[Korea Utara]] dalam [[Perang Korea]], dan mendukung [[Vietnam Utara]] dalam [[Perang Vietnam]]. Selain itu, menjelang 1960 Tiongkok mulai memutus hubungan-hubungan dengan Uni Soviet karena masalah perbatasan dan semakin meningkatnya rasa superioritas Tiongkok, khususnya terkait sentimen pribadi Mao terhadap pemimpin Rusia, [[Nikita Khrushchev]].
Pemerintah komunis di Tiongkok terbentuk dari para [[partai pelindung|kader partai]]. Pejabat-pejabat garis keras ini mengendalikan [[Tentara Pembebasan Rakyat]], dan Tentara Pembebasan Rakyat itu sendiri mengendalikan sejumlah besar birokrasi. Sistem ini selanjutnya dikendalikan oleh [[Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok|Komite Sentral]], yang selain itu juga mendukung kepala negara sebagai kepala pemerintahan. Kebijakan-kebijakan luar negeri Republik Rakyat Tiongkok mencakup menekan upaya-upaya pemisahan diri di Mongolia dan Tibet, mendukung [[Korea Utara]] dalam [[Perang Korea]], dan mendukung [[Vietnam Utara]] dalam [[Perang Vietnam]]. Selain itu, menjelang 1960 Tiongkok mulai memutus hubungan-hubungan dengan Uni Soviet karena masalah perbatasan, semakin meningkatnya rasa superioritas Tiongkok, dan khususnya karena ketidaksukaan pribadi Mao terhadap pemimpin Rusia, [[Nikita Khrushchev]].


Kini Tiongkok, India, Korea Selatan, Jepang, dan [[Rusia]] memainkan peranan penting dalam perekonomian dan perpolitikan dunia. Tiongkok sekarang ini adalah negara dengan perekononomian terbesar kedua di dunia, sekaligus negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat kedua di dunia. Perekonomian India menempati peringkat terbesar ke-7 di dunia berdasarkan [[Produk domestik bruto|PDB]] nominal, dan peringkat terbesar ke-3 di dunia berdasarkan paritas daya beli, serta merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.
Kini Tiongkok, India, Korea Selatan, Jepang, dan [[Rusia]] memainkan peranan penting dalam perekonomian dan perpolitikan dunia. Tiongkok sekarang ini adalah negara dengan perekononomian terbesar kedua di dunia, sekaligus negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat kedua di dunia. Perekonomian India menempati peringkat terbesar ke-7 di dunia berdasarkan [[Produk domestik bruto|PDB]] nominal, dan peringkat terbesar ke-3 di dunia berdasarkan paritas daya beli, serta merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.

Revisi per 4 September 2016 07.52

Selembar sutra Tiongkok dari abad ke-4 SM. Perniagaan sutra melalui Jalur Sutra menghubungkan berbagai negeri mulai dari Tiongkok, India, Asia Tengah dan Timur Tengah, hingga Eropa dan Afrika.

Sejarah Asia dapat dilihat sebagai sejarah kolektif dari tiga wilayah di pesisir benua Asia, yakni Asia Timur, Asia Selatan, dan Timur Tengah, yang dipertautkan satu sama lain oleh bentangan luas stepa Eurasia.

wilayah-wilayah pesisir adalah sarang bagi peradaban-peradaban terawal di dunia, dan di masing-masing wilayah itu peradaban bertumbuh di sekitar lembah-lembah sungai yang subur. Lembah-lembah ini subur karena tanahnya kaya dan dapat ditanami banyak jenis umbi-umbian. Peradaban-peradaban yang tumbuh di Mesopotamia, Lembah Sungai Indus, dan Tiongkok memiliki banyak kemiripan dan agaknya saling bertukar teknologi dan gagasan semisal matematika dan roda. Produk-produk budaya lain seperti tulisan agaknya dikembangkan sendiri-sendiri di wilayah masing-masing. Kota-kota, negara-negara, dan kelak kekaisaran-kekaisaran berkembang di lembah-lembah persisir ini.

Kawasan stepa sejak lama dihuni oleh kaum pengembara berkuda, dan dari tengah-tengah kawasan itu mereka sanggup berkelana sampai ke seluruh pelosok benua Asia. Bagian utara benua, yang meliputi sebagian besar Siberia, adalah wilayah yang tak dapat dimasuki para pengembara stepa ini karena dihalangi hutan-hutan lebat dan tundra. Di Siberia, kawasan-kawasan ini sangat jarang penduduknya.

Pedalaman dan pesisir dipisahkan oleh pegunungan-pegunungan dan gurun-gurun. Kaukasus, Himalaya, Gurun Karakum, dan Gurun Gobi menjadi penghalang yang hanya dapat diterobos oleh para penunggang kuda dari stepa dengan susah-payah. Meskipun di bidang teknologi dan budaya para penghuni kota lebih maju, tak banyak yang dapat mereka lakukan di bidang militer untuk mempertahankan diri terhadap gerombolan-gerombolan berkuda dari stepa. Akan tetapi para pemukim lembah pesisir tidak memiliki bentangan padang rumput yang cukup luas untuk menampung sebala besar pasukan berkuda. Oleh karena itulah kaum pengembara yang menaklukkan negara-negara di Timur Tengah tak lama kemudian terpaksa beradaptasi dengan masyarakat-masyarakat setempat.

Sejarah Asia memperkenalkan perkembangan-perkembangan besar yang tampak di belahan-belahan dunia lainnya, serta peristiwa-peristiwa yang berdampak terhadap kawasan-kawasan lain. Termasuk di dalamnya adalah perniagaan di Jalur Sutra, yang menyebarkan budaya-budaya, bahasa-bahasa, agama, dan penyakit di sepanjang jalur perniagaan Afrika-Eurasia. Kemajuan besar lainnya adalah penemuan serbuk mesiu di Tiongkok pada zaman pertengahan, yang menjadi cikal bakal kemajuan dalam cara-cara berperang melalui penggunaan senjata api.

Prasejarah

Dalam sebuah laporan yang ditulis oleh arkeolog Rakesh Tewari perihal Lahuradewa di India, tercantum penanggalan atas dasar uji C14 baru yang berkisar antara 9000 sampai 8000 SM sehubungan dengan padi, yang menjadikan Lahuradewa sebagai situs Zaman Batu Muda terawal di seluruh Asia Selatan.[1]

Situs prasejarah Beifudi dekat Yixian di Provinsi Hebei, Tiongkok, menyimpan sisa-sisa peninggalan sebuah peradaban yang sezaman dengan peradaban Cishan dan peradaban Xinglongwa dari sekitar 8000–7000 SM, peradaban-peradaban Zaman Batu Muda di sebelah timur Pegunungan Taihang, mengisi kesenjangan arkeologis di antara kedua peradaban Tiongkok Utara itu. Luas seluruh lahan yang diekskavasi melebihi 1.200 meter persegi dan kumpulan temuan-temuan dari Zaman Batu Muda terdiri atas dua fase.[2]

Sekitar 5500 SM peradaban Halafi tampil di Levant, Libanon, Palestina, Suriah, Anatolia, dan kawasan utara Mesopotamia, berasaskan pertanian tadah hujan.

Di kawasan selatan Mesopotamia terdapat dataran tanah endapan tempat Sumer dan Elam berdiri. Karena rendahnya curah hujan di daerah itu, maka diperlukan sistem irigasi. Peradaban Ubaid berkembang semenjak 5500 SM.

Sejarah kuno

Zaman perunggu

Zaman Tembaga bermula sekitar 4500 SM, disusul Zaman Perunggu yang bermula sekitar 3500 SM, menggantikan peradaban Zaman Batu Muda.

Peradaban Lembah Sungai Indus adalah peradaban Zaman Perunggu (3300–1300 SM; periode kedewasaan 2600–1900 SM) yang berpusat di bagian barat dari Anak Benua India; ada anggapan bahwa pada zaman peradaban ini sudah dipraktekkan suatu bentuk awal agama Hindu. Beberapa kota besar dari peradaban ini adalah Harappa dan Mohenjo-daro, yang memiliki perencanaan tata kota dan seni rupa bertaraf tinggi. Penyebab hancurnya wilayah ini sekitar 1700 SM masih diperdebatkan, meskipun bukti-bukti yang ada telah menimbulkan dugaan bahwa bencana alam (khususnya banjir) adalah penyebabnya.[3] Era ini menandai Zaman Weda di India, yang berlangsung sejak kira-kira 1500 sampai 500 SM. Pada zaman ini, bahasa Sanskerta berkembang dan kitab-kitab Weda ditulis, yakni kidung-kidung pujian yang bertutur tentang dewa-dewi dan peperangan. Inilah dasar agama Weda, yang kelak bertumbuh dan berkembang menjadi agama Hindu, sebuah agama yang berasaskan sistem kasta (yang terdiri atas empat warna), kepemimpinan kaum brahmana di bidang kerohanian, dan ajaran semi-monoteisme yang berkembang.[4]

Tiongkok dan Vietnam juga adalah pusat-pusat kriya logam. Semenjak Zaman Batu Muda, tambur-tambur perunggu yang pertama, yang disebut nekara atau tambur Dong Son telah ditemukan di kawasan-kawasan muara Sungai Merah (bahasa Tionghoa: 紅河 dalam aksara tradisional atau 红河 dalam aksara yang disederhanakan, pinyin: Hóng Hé; bahasa Vietnam: Sông Hồng) dan sekitarnya di Vietnam dan Tiongkok Selatan. Nekara-nekara ini berkaitan dengan peradaban prasejarah Dong Son di Vietnam.

Di Ban Chiang, Thailand (Asia Tenggara), telah ditemukan artefak-artefak perunggu yang berasal dari 2100 SM. Pada penggalian di Nyaunggan, Birma, telah didapati peralatan perunggu bersama dengan tembikar dan artefak-artefak batu. Penentuan penanggalannya sampai sekarang masih luas berkisar antara 3500 sampai 500 SM).

Zaman Besi

Pada Zaman Besi terjadi perluasan penggunaan peralatan, persenjataan, dan perlengkapan pelindung dari besi di seluruh peradaban besar Asia.

Timur Tengah

Wangsa Akhaimeni di Kekaisaran Persia, didirikan oleh Koresy Agung, menguasai wilayah luas yang membentang dari Yunani dan Turki sampai ke Sungai Indus dan Asia Tengah pada abad ke-6 sampai abad ke-4 SM. Kebijakan-kebijakan pemerintah Persia di antaranya adalah toleransi terhadap budaya-budaya lain, struktur pemerintahan yang sangat terpusat, dan pengembangan infrastruktur yang signifikan. Kelak, pada masa pemerintahan Darius Agung, wilayah-wilayah kekuasaan dipersatukan, suatu sistem birokrasi dikembangkan, kaum bangsawan diberi jabatan-jabatan militer, pemungutan cukai diatur dengan saksama, dan mata-mata disebar untuk menyelidiki kesetiaan kepala-kepala daerah. Agama utama di Persia kala itu adalah Zoroastrianisme, yang diajarkan oleh filsuf Zoroaster. Agama ini memperkenalkan suatu bentuk awal monoteisme di wilayah itu. Agama ini melarang kurban hewan dan pemakaian ramuan-ramuan memabukkan dalam upacara-upacara keagamaan; serta memperkenalkan konsep keselamatan rohani melalui amal dan perbuatan pribadi, konsep akhir zaman, dan konsep penghakiman baik atas bangsa-bangsa maupun atas pribadi-pribadi dengan ganjaran surga atau neraka. Konsep-konsep ini kelak sangat mempengaruhi para penguasa dan rakyat kekaisaran Persia. Lebih dari pada itu, Zoroastrianisme adalah agama terpenting yang mendahului keberadaan agama-agama samawi seperti Kristen, Islam, dan Yahudi. Kekaisaran Persia berjaya menegakkan perdamaian dan stabilitas di seluruh Timur Tengah dan memberi pengaruh besar terhadap seni rupa, politik (mempengaruhi para pemimpin Helenistis), dan agama.

Aleksander Agung menaklukkan wangsa ini pada abad ke-4 SM, dan menciptakan suatu zaman Helenistis yang berlangsung singkat. Ia tidak sanggup menegakkan stabilitas dan sesudah kematiannya, Persia pecah menjadi wangsa-wangsa kecil yang lemah, termasuk wangsa Seleukia, disusul oleh Kekaisaran Parthia. Menjelang akhir Zaman Kuno, Persia telah dikonsolidasikan kembali menjadi Kekaisaran Sasania yang dikenal pula sebagai Kekaisaran Persia yang kedua.

Kekaisaran Romawi kelak menguasai sebagian Asia Barat. Wangsa-wangsa Seleukia, Parthia, dan Sasania dari Persia menguasai Asia Barat selama berabad-abad.

India

Kekaisaran Maurya dan Kekaisaran Gupta disebut-sebut sebagai Zaman Keemasan India dan ditandai oleh banyak penemuan dan hasil karya di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni rupa, agama, dan filsafat yang mengkristalisasi unsur-unsur dari apa yang secara umum dikenal sebagai kebudayaan India. Agama Hindu dan agama Buddha, yang bermula di Anak Benua India, berpengaruh besar atas Asia Selatan, Timur, dan Tenggara.

Menjelang 600 SM, India telah terpecah-pecah menjadi enam belas negara daerah yang kadang-kadang saling memerangi. Pada 327 SM, Aleksander Agung datang ke India dengan cita-cita menaklukkan seluruh dunia. Ia menyeberangi barat laut India dan menciptakan Provinsi Baktria tetapi tidak dapat maju lebih jauh lagi karena pasukannya ketakutan menghadapi prajurit-prajurit berjalan kaki India. Tak lama sebelumnya, para prajurit Candragupta Maurya mulai menguasai Sungai Gangga dan kemudian mendirikan Kekaisaran Maurya. Kekaisaran Maurya (bahasa Sanskerta: मौर्य राजवंश, Maurya Rājawangśya) adalah kekaisaran yang secara geografis sangat luas dan sangat kuat di India Kuno, diperintah oleh wangsa Maurya sejak 321 sampai 185 SM. Kekaisaran ini adalah salah satu kekaisaran terbesar di dunia kala itu, yang pada puncaknya pernah membentang jauh sampai ke Pegunungan Himalaya di utara, daerah yang kini disebut Assam di timur, mungkin sekali melampaui wilayah Pakistan moderen di barat, dan menganeksasi Balochistan beserta sebagian besar dari wilayah yang kini dikenal sebagai Afganistan. India dipersatukan untuk pertama kalinya oleh Kekaisaran Maurya. Pemerintahan yang dibentuk Candragupta dikepalai oleh seorang raja otokratis, yang sangat mengandalkan kekuatan militer untuk menegakkan kekuasaannya.[5] Pemerintahan Chandragupta juga memanfaatkan suatu struktur birokrasi dan bahkan menyelenggarakan suatu pelayanan pengiriman.[5] Cucu Candragupta, Asoka, memperluas wilayah kekaisaran dengan menaklukkan sebagian besar dari wilayah India sekarang ini (selain ujung selatan). Namun ia akhirnya beralih keyakinan memeluk agama Buddha dan mulai hidup dengan tenang sambil mendakwahkan agama itu serta cara-cara yang manusiawi ke seluruh India. Kekaisaran Maurya terpecah-belah segera sesudah kematian Asoka dan ditaklukkan oleh bangsa Kusyan yang menyerbu dari barat laut lalu mendirikan Kekaisaran Kusyan. Peralihan keyakinan bangsa Kusyan ke agama Buddha mengakibatkan agama itu mulai dikait-kaitkan dengan bangsa asing sehingga popularitasnya pun merosot.[5]

Kekaisaran Kusyan tumbang menjelang 220 Masehi, menambah kisruh politik di India. Kemudian pada 320, Kekaisaran Gupta (bahasa Sanskerta: गुप्त राजवंश, Gupta Rājawangśya) berdiri dan meliputi sebagian besar Anak Benua India. Didirikan oleh Maharaja Sri-Gupta, wangsa ini menjadi suri-teladan dari peradaban kuno. Raja-raja Gupta lebih sering mempersatukan daerah-daerah kekuasaannya melalui perundingan dengan para penguasa dan keluarga-keluarga setempat serta melalui taktik perkawinan putra-puteri antar daerah.[6] Pemerintahan mereka meliputi wilayah yang tidak seluas wilayah Kekaisaran Maurya, tetapi sangat berhasil menegakkan stabilitas.[6] Pada 535, kekaisaran ini berakhir tatkala India dikuasai bangsa Hun.

Tiongkok kuno

Wangsa Zhou

Sejak 1029 SM, wangsa Zhou (Hanzi: 周朝; Pinyin: Zhōu Cháo; Wade–Giles: Chou Ch'ao) sudah bertahta di Tiongkok dan terus memerintah sampai pada 258 SM.[7] Wangsa Zhou telah memberlakukan suatu sistem feodal dengan cara memberi wewenang kepada kaum bangsawan di tiap-tiap daerah asalnya dan mengandalkan kesetiaan mereka untuk mengendalikan wilayah kekuasaannya yang begitu luas.[7] Kebijakan ini mengakibatkan pemerintah Tiongkok kala itu cenderung tidak terpusat dan lemah, kerap kali hanya sedikit yang dapat diperbuat kaisar untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan bangsa. Sekalipun demikian, pemerintah mampu mempertahankan keberadaannya dengan menciptakan gagasan Mandat Langit, yang mengagung-agungkan kaisar sebagai pemimpin pilihan ilahi. Wangsa Zhou juga melarang kurban manusia yang berasal dari zaman-zaman sebelumnya dan mempersatukan bahasa Tionghoa. Pada akhirnya, pemerintah Zhou mendorong warganya untuk berpindah ke lembah Sungai Yangtze, sehingga membentuk Kerajaan Tengah Tiongkok.

Tetapi menjelang 500 SM, stabilitas politiknya mulai merosot akibat berulang kali diterjang kaum pengembara[7] dan juga akibat pertikaian internal yang timbul dari perselisihan antar petinggi dan antar keluarga. Keadaan ini tertolong oleh banyaknya gerakan filsafat, dimulai dengan kehidupan Konfusius. Tulisan-tulisan filfasatnya (disebut Konfusianisme) mengenai hormat pada tetua dan negara kelak luas digunakan di masa kekuasaaan wangsa Han. Selain itu, konsep-konsep Taoisme dari Laozi, termasuk konsep yin dan yang, serta konsep dualitas dan keseimbangan asali alam dan jagad raya, menjadi populer pada zaman itu. Meskipun demikian, wangsa Zhou akhirnya tercerai-berai begitu para bangsawan daerah mulai meraup kekuasaan yang lebih besar dan perselisihan di antara mereka lambat-laun menggiring Tiongkok memasuki zaman negara-negara berperang, mulai 402 sampai 201 SM.[8]

Wangsa Qin

Salah satu pemimpin daerah akhirnya berjaya menempati posisi puncak, Qin Shi Huang (Hanzi: 始皇帝, Shǐ Huángdì), yang menjatuhkan kaisar Zhou terakhir dan mendirikan wangsa Qin.[7] Wangsa Qin (bahasa Tionghoa: 秦朝; pinyin: Qín Cháo) adalah wangsa pertama yang memerintah atas Kekaisaran Tiongkok, bertahan sejak 221 sampai 207 SM.[9] Kaisar baru ini menghapuskan sistem feodal dan secara langsung menunjuk sebuah birokrasi yang bergantung padanya demi kekuasaan. Pasukan-pasukan kekaisaran Huang memberantas setiap pembangkangan di daerah-daerah, dan memajukan Kekaisaran Tiongkok dengan berekspansi ke Laut Tiongkok Selatan dan kawasan utara Vietnam. Organisasi yang lebih besar menghasilkan sistem cukai yang seragam, sensus nasional, regulasi pembangunan jalan raya (dan lebar kereta), ukuran-ukuran standar, uang logam standar, serta bahasa lisan dan tulisan yang resmi.[10] Perbaikan-perbaikan selanjutnya mencakup pula proyek-proyek irigasi baru, peningkatan produksi sutra,[10] dan (yang paling masyhur) dimulainya pendirian Tembok Besar Tiongkok—dirancang untuk menghalangi kaum pengembara yang terus-menerus datang merampok dan menindas rakyat. Meskipun demikian, Shi Huang juga dikenal karena tindakan sewenang-wenangnya, memaksa rakyat membangun Tembok Besar, mengenakan cukai yang memberatkan, dan menghukum dengan kejam semua orang yang berani menentangnya. Ia menekan Konfusius dan mempromosikan paham Legalisme yang mengajarkan bahwa rakyat pada hakikatnya jahat sehingga diperlukan pemerintah yang kuat dan berkuasa untuk mengendalikan mereka. Legalisme dipekatkan dengan pandangan-pandangan logis yang realistis dan menolak kegemaran berbincang secara ilmiah sebagai perbuatan yang tidak berfaedah. Semua ini menjadikan Shi Huang sangat tidak populer di mata rakyat. Begitu Qin mulai melemah, berbagai golongan pun mulai bangkit bertarung memperebutkan kekuasaan atas Tiongkok.

Wangsa Han

Wangsa Han (bahasa Tionghoa: 汉朝 (aksara yang disederhanakan) atau 漢朝 (aksara tradisional); pinyin: Hàn Cháo; 206 SM – 220 Masehi) adalah wangsa penguasa kekaisaran Tiongkok yang kedua, didahului oleh wangsa Qin dan digantikan oleh Tiga Kerajaan (220–265 Masehi). Rentang masa kekuasaannya yang mencapai empat abad menjadikan zaman wangsa Han dipandang sebagai zaman keemasan dalam sejarah Tiongkok. Salah satu kaisar terbesar wangsa Han, Kaisar Wu dari wangsa Han, menegakkan perdamaian di seluruh Tiongkok, sebanding dengan Pax Romana di Mediterania seratus tahun kemudian.[10] Sampai sekarang, kelompok etnis mayoritas di Tiongkok menyebut dirinya "orang Han". Wangsa Han bermula ketika dua orang pria dari kalangan rakyat jelata berjaya bangkit melawan pengganti Shi Huang yakni peteranya yang jauh lebih lemah. Pemerintah Han yang baru mempertahankan sistem sentralisasi dan birokrasi warisan Qin, tetapi mengurangi banyak sekali penindasan yang dilakukan pemerintah sebelumnya. Pemerintah Han memperluas wilayah teritorial sampai ke Korea, Vietnam, dan Asia Tengah, menjadikan Kekaisaran Tiongkok jauh lebih besar dibanding pada zaman Qin.

Melalui Jalur Sutra, pemerintah Han menjalin kontak dengan Kekaisaran Persia di Timur Tengah dan dengan bangsa Romawi, sehingga dapat memperdagangkan banyak komoditas dengan mereka, terutama sutra. Banyak peradaban kuno mendapatkan pengaruh dari luar melalui Jalur Sutra, yang menghubungkan Tiongkok, India, Timur Tengah, dan Eropa. Kaisar-kaisar Han seperti Wu juga mempromosikan ajaran Konfusius sebagai "agama" bangsa (meskipun para teolog memperdebatkan, apakah konfusianisme dimaknai sebagai suatu agama ataukah filsafat). Rumah-rumah peribadatan yang dibaktikan bagi Konfusius didirikan dan filsafat Konfusius diajarkan kepada semua cendekiawan yang masuk ke birokrasi Tiongkok. Birokrasi dikembangkan lebih lanjut dengan memperkenalkan sebuah sistem ujian yang menyaring para cendekiawan berilmu tinggi. Kebanyakan para birokrat ini adalah warga kelas atas yang dididik di sekolah-sekolah khusus, tetapi kekuasaan mereka diimbangi pemeriksaan oleh warga kelas bawah yang dimasukkan ke dalam birokrasi berkat keterampilan mereka. Birokrasi Kekaisaran Tiongkok sangat efektif, sangat dihormati seluruh rakyat, dan bertahan lebih dari 2.000 tahun. Pemerintah Han yang sangat teratur itu mengurusi bidang militer, kehakiman (yang mempergunakan sistem peradilan dan hukum-hukum yang tegas), produksi pertanian, perekonomian, dan kehidupan rakyat pada umumnya. Pemerintah juga mempromosikan filsafat intelektual, kajian ilmiah, dan pencatatan sejarah secara rinci.

Meskipun demikian, dengan segala stabilitas yang mengagumkan ini, kekuasaan pusat mulai kehilangan kendali menjelang peralihan dari kurun Sebelum Masehi ke kurun Masehi. Seiring kemerosotan wangsa Han, banyak permasalahan datang bertubi-tubi menimpa dan menjadikannya tak berdaya sehingga Tiongkok terpuruk dalam kekacauan. Menjelang 100 Masehi, kegiatan filsafat melamban, dan korupsi dalam birokrasi tak terbendung lagi. Para tuan tanah di daerah mulai mengambil alih kendali tatkala para cendekiawan menelantarkan tugas-tugas mereka, akibatnya rakyat jelata harus menanggung beban cukai yang berat. Para pengikut ajaran Tao mulai mendapat dukungan yang signifikan dan memprotes kemerosotan yang tengah berlangsung. Mereka mulai mengaku-aku menguasai ilmu sihir dan berjanji akan menggunakannya demi menyelamatkan Tiongkok; Pemberontakan Serban Kuning yang dikobarkan kaum Tao pada 184 (dipimpin para pemberontak yang mengenakan destar kuning) berakhir dengan kegagalan namun mampu melemahkan pemerintah. Serbuan bangsa Hun bersamaan dengan merebaknya wabah penyakit membunuh setengah dari keseluruhan populasi dan secara resmi mengakhiri kekuasaan wangsa Han pada 220. Zaman kekacauan yang mengikutinya teramat parah sampai-sampai berlangsung selama tiga abad. Selama itu pula tak satu pun pemimpin dan wangsa daerah yang mampu menegakkan ketertiban di Tiongkok. Zaman kekacauan beserta upaya-upaya penegakkan ketertiban ini secara umum dikenal sebagai zaman enam wangsa. Babak pertama dari zaman ini meliputi zaman tiga kerajaan yang dimulai pada 220 dan diisi oleh "wangsa-wangsa" lemah yang silih berganti berkuasa dalam jangka pendek sesudah tumbangnya pemerintah Han. Pada 265, wangsa Jin di Tiongkok mulai berkuasa dan tak lama kemudian pecah menjadi dua kekaisaran, yang satu menguasai wilayah barat laut Tiongkok, dan yang lain menguasai wilayah tenggara Tiongkok. Pada 420, penaklukan dan pengunduran diri kedua wangsa ini berujung pada zaman kekuasaan perdana wangsa-wangsa selatan dan utara. Zaman kekuasaan wangsa-wangsa selatan dan utara terus berlangsung hingga akhirnya, menjelang 557, wangsa Zhou Utara memerintah atas wilayah utara dan wangsa Chen memerintah atas wilayah selatan.

Sejarah pertengahan

Pada zaman ini, kekaisaran-kekaisaran dunia Timur terus-menerus berekspansi melalui perniagaan, perpindahan penduduk, dan penaklukkan wilayah-wilayah jiran. Serbuk mesiu dipergunakan secara luas seawal abad ke-11, dan alat cetak yang dapat dibongkar-pasang sudah dipergunakan lima ratus tahun sebelum Gutenberg menciptakan mesin cetaknya. Ajaran-ajaran Buddha, Tao, dan Konfusius adalah paham-paham filsafat yang dominan di Timur Jauh pada zaman pertengahan. Marco Polo bukanlah orang barat pertama yang berkunjung ke timur lalu pulang membawa kisah-kisah menakjubkan tentang peradaban lain, tetapi catatan kisah-kisahnya yang diterbitkan pada penghujung abad ke-13 dan permulaan abad ke-14 adalah yang pertama dibaca khalayak ramai di seluruh Eropa.

Timur Tengah Islam

Kekhalifahan Islam dan negara-negara Islam lainnya mengambil alih kekuasaan atas Timur Tengah, Kaukasus, dan Asia Tengah selama penaklukan kaum Muslim di abad ke-7, dan di kemudian hari berekspansi ke Anak Benua India dan Kepulauan Melayu.

Di awal Zaman Pertengahan pada 500, Timur Tengah terdiri atas negara-negara kecil yang lemah; dua negara yang paling terkemuka adalah Kekaisaran Sasania di Persia (sekarang Iran), dan Kekaisaran Bizantium di Turki. Di semenanjung Arabia (sekarang Arab Saudi), suku-suku pengembara Badawi mendominasi wilayah padang pasir, tempat mereka menyembah berhala-berhala dan hidup dalam puak-puak kecil yang saling berkerabat.[11] Urbanisasi dan pertanian sangat terbatas, kecuali di beberapa daerah dekat pesisir pantai. Mekah dan Madinah adalah dua di antara kota-kota yang menjadi pangkalan-pangkalan dagang di antara Afrika dan Eurasia. Perdagangan menjadi urat nadi kehidupan kota, sehingga sebagian besar warganya adalah para saudagar.

Kekaisaran Islam perdana

Muhammad digambarkan berada dalam sebuah mesjid tanpa memperlihatkan satu pun anggota tubuhnya.

Sejak 613 sampai pada 630, Muhammad menyebarkan agama Islam di gurun Arabia, berpuncak pada kemenangannya di Mekah. Ia kemudian mempersatukan suku-suku Arab menjadi sebuah Kekaisaran Islam yang dikepalai oleh seorang pemimpin agama dan politik, khalifah. Gabungan suku-suku Arab ini kelak maju menaklukkan Kekaisaran Sasania serta wilayah-wilayah yang kini disebut Suriah, Palestina, Mesir, dan Libya.[12] Sebuah bala pasukan laut Arab dibentuk dan tak lama kemudian menguasai Mediterania, membuat Kekaisaran Bizantium tidak berdaya dalam kepungannya sampai berabad-abad kemudian.[13] Permasalahan-permasalahan seputar penentuan para khalifah pengganti Muhammad berakibat meletusnya Perang Riddah dan pada akhirnya mengakibatkan perpecahan Sunni-Syi'ah, dua golongan umat Islam yang saling bertentangan; kaum Sunni pada akhirnya menjadi golongan yang dominan dan mendirikan Kekhalifahan Umawiyah.[13]

Kekhalifahan Umawiyah berpusat di ibu kota mereka, Damsyik di Suriah sekarang ini. Bani Umayyah melakukan lebih banyak lagi penaklukan yang menjadikan mereka penguasa atas Asia Tengah, sebagian besar Afrika Utara, dan dari situ ke Semenanjung Iberia (sekarang Spanyol dan Portugal). Hanya sedikit konversi agama yang terjadi kala itu akibat dari kurangnya rasa hormat terhadap kaum Muslim non-Arab (bahasa Arab: موالي, Mawali), yang ditunjukkan oleh Bani Umayyah. Umat Kristen dan Yahudi lebih dihargai sebagai kaum yang dilindungi (bahasa Arab: أهل الذمة, Ahl al-Dzimmah), dan khususnya sebagai kaum berkitab (bahasa Arab: أهل الكتاب, Ahl al-Kitab), mengacu pada Kitab Suci mereka. Di masa kekuasaan Bani Umayyah, posisi perempuan meningkat ke taraf yang lebih baik dibanding semasa Arab pra-Islam; ajaran Muhammad melarang zinah, mendorong perkawinan dan perlakuan baik terhadap isteri dan anak perempuan, serta memproklamirkan kesetaraan wanita dan pria "di mata Tuhan."[14]

Kekaisaran Abbasiyah

Keseluruhan wilayah yang pernah dikuasai Kekaisaran Abbasiyah

Kekaisaran Umawiyah mengalami kemunduran sejak permulaan abad ke-8 tatkala para pemimpinnya makin lama makin menjauh dari rakyat, terutama dari para pejuang yang telah mempertaruhkan nyawa dalam perang-perang penaklukan.[14] Sebuah golongan politik baru, Bani Abbas, bergabung dengan golongan-golongan yang memendam kekecewaan, yakni para pejuang, kaum Syi'ah, dan kaum Mawali, kemudian menumbangkan Bani Umayyah pada 750 dalam Pertempuran Zab. Sisa-sisa Bani Umayyah melarikan diri ke Semenanjung Iberia, kemudian mendirikan di sana sebuah kerajaan Islam merdeka, Kekhalifahan Kordoba. Pembentukan Kekhalifahan Abbasiyah bermula dengan pemindahan ibu kota ke Baghdad di Persia (sekarang Irak) pada 762, dan bersamaan dengan itu terjadi pula penerapan tata lembaga politik Persia, seperti pembentukan monarki absolut yang berkuasa penuh secara mutlak tanpa tentangan, serta suatu birokrasi yang lebih baik di bawah kepemimpinan seorang Wazir yang mengambil alih hampir seluruh tanggung jawab politik dan administrasi yang sebelumnya diemban Khalifah.[15] Pemerintahan Bani Abbas juga mengalami suatu lonjakan besar di bidang perniagaan, khususnya perniagaan di laut, dengan mengirim kapal-kapal dow (bahasa Arab: داو, dāw) yang melanjutkan ekspansi, pertama-tama dengan mengutus para saudagar dan misionaris ke India dan Asia Tenggara. Pada akhirnya timbul konflik akibat dari masalah-masalah perompakan di India yang mendorong Bani Abbas mulai berupaya menaklukkan wilayah barat India yang menjadi mitra dagang mereka. Ekspedisi pertama dipimpin oleh seorang panglima berkebangsaan Turk, Qutb-ud-din Aybak, dan berjaya mendirikan Kesultanan Mamluk pada 1206 yang diperintah oleh seorang sultan (bahasa Arab: سلطان) yang berarti "penguasa."

Para prajurit Perang Salib Kristen di hadapan Saladin di Yerusalem

Akan tetapi pemerintahan Bani Abbas tak lama kemudian tumbang oleh penyebab yang sama dengan penyebab kejatuhan Bani Umayyah. Golongan-golongan yang berbeda-beda di kalangan istana, khususnya sejumlah kelompok orang Turk, bertarung memperebutkan kekuasaan. Khalifah mulai bergantung pada para penasihat yang berasal dari keluarga-keluarga kaya, yang kadang-kadang menjadikannya sebagai boneka mereka belaka. Semua ini terjadi tatkala wangsa Buya berkebangsaan Persia berdiri pada 934. Pemerintah Syi'ah ini hanya mampu bertahan selama seabad lebih, dan dengan cepat dikalahkan bangsa Turk yang kelak membentuk wangsa Seljuk menjelang 1051 dan menegakkan kembali pemerintahan Sunni.

Sejarah kontemporer

Bangsa-bangsa Eropa menjajah berbagai wilayah Asia menjelang awal abad ke-20, misalnya Hindia Inggris, Indocina Perancis, Hindia Timur Spanyol, serta Makau dan Goa Portugis. Permainan Besar antara Rusia dan Inggris adalah perebutan kekuasaan di wilayah Asia Tengah pada abad ke-19. Jalur kereta api Trans-Siberia, lintas Asia dengan kereta api, rampung menjelang 1916. Beberapa wilayah Asia tetap merdeka dari kendali Eropa, meskipun tidak lepas dari pengaruhnya, misalnya Persia, Thailand, dan sebagian besar Tiongkok. Pada abad ke-20, Kekaisaran Jepang berekspansi ke Tiongkok dan Asia Tenggara dalam Perang Dunia II. Seusai perang, banyak negara Asia merdeka dari penjajahan bangsa-bangsa Eropa. Selama Perang Dingin, bagian utara Asia yang berpaham komunis berpihak pada Uni Soviet dan Republik Rakyat Tiongkok, sementara sekutu-sekutu barat membentuk pakta-pakta seperti CENTO dan SEATO. Konflik-konflik seperti Perang Korea, Perang Vietnam, dan Invasi Soviet atas Afganistan adalah pertempuran-pertempuran komunis lawan anti komunis. Dalam beberapa dasawarsa usai Perang Dunia II, sebuah program restrukturisasi besar-besaran berhasil memajukan Jepang menjadi raksasa ekonomi nomor dua di dunia, suatu fenomena yang dikenal sebagai mukjizat ekonomi pascaperang Jepang. Konflik Arab-Israel mendominasi sejarah moderen Timur Tengah. Seusai tumbangnya Uni Soviet pada 1991, tumbuh banyak negara merdeka baru di Asia Tengah.

Tiongkok

Jelang Perang Dunia II, pecah perang saudara di Tiongkok antara Partai Komunis pimpinan Mao Zedong melawan Partai Nasionalis pimpinan Chiang Kai-shek; kaum nasionalis tampak memimpin. Meskipun demikian, tatkala Jepang menginvasi pada 1937, kedua belah pihak terpaksa sepakat mengadakan gencatan senjata sementara dalam rangka mempertahankan Tiongkok. Kaum nasionalis mengalami banyak kekalahan dalam pertempuran yang mengakibatkan mereka kehilangan wilayah teritorial, dan oleh karena itu juga kehilangan rasa hormat dari rakyat Tiongkok. Berbeda dari kaum nasionalis, kaum komunis menggunakan taktik perang gerilya (di bawah pimpinan Lin Biao) yang terbukti efektif melawan metode-metode perang konvensional yang digunakan Jepang sehingga menempatkan Partai Komunis di posisi puncak menjelang 1945. Mereka juga mendapatkan popularitas dari upaya-upaya perbaikan yang sudah diterapkan di wilayah-wilayah yang mereka kuasai, seperti distribusi ulang tanah, reformasi pendidikan, dan karya pemeliharaan kesehatan sampai ke pelosok-pelosok daerah. Empat tahun berikutnya digunakan untuk memukul mundur kaum nasionalis ke pulau kecil di sebelah timur Tiongkok, yang dikenal dengan nama Taiwan (sebelumnya dikenal dengan nama Formosa), tempat mereka sekarang menetap. Di daratan Tiongkok, Partai Komunis mendirikan Republik Rakyat Tiongkok, dengan Mao Zedong sebagai kepala negara.

Pemerintah komunis di Tiongkok terbentuk dari para kader partai. Pejabat-pejabat garis keras ini mengendalikan Tentara Pembebasan Rakyat, dan Tentara Pembebasan Rakyat itu sendiri mengendalikan sejumlah besar birokrasi. Sistem ini selanjutnya dikendalikan oleh Komite Sentral, yang selain itu juga mendukung kepala negara sebagai kepala pemerintahan. Kebijakan-kebijakan luar negeri Republik Rakyat Tiongkok mencakup menekan upaya-upaya pemisahan diri di Mongolia dan Tibet, mendukung Korea Utara dalam Perang Korea, dan mendukung Vietnam Utara dalam Perang Vietnam. Selain itu, menjelang 1960 Tiongkok mulai memutus hubungan-hubungan dengan Uni Soviet karena masalah perbatasan, semakin meningkatnya rasa superioritas Tiongkok, dan khususnya karena ketidaksukaan pribadi Mao terhadap pemimpin Rusia, Nikita Khrushchev.

Kini Tiongkok, India, Korea Selatan, Jepang, dan Rusia memainkan peranan penting dalam perekonomian dan perpolitikan dunia. Tiongkok sekarang ini adalah negara dengan perekononomian terbesar kedua di dunia, sekaligus negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat kedua di dunia. Perekonomian India menempati peringkat terbesar ke-7 di dunia berdasarkan PDB nominal, dan peringkat terbesar ke-3 di dunia berdasarkan paritas daya beli, serta merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "Second preliminary report of the excavations at Lahuradewa district" (PDF). Directorate of Archaeology (U.P,India). 
  2. ^ "New Archaeological Discoveries and Researches in 2004 — The Fourth Archaeology Forum of CASS". Institute of Archaeology — Chinese Academy of Social Sciences. Diakses tanggal 2007-09-18. 
  3. ^ "The Indus Valley Civilisation". ThinkQuest. Diakses tanggal 9 Februari 2013. 
  4. ^ Stearns 2011, hlm. 68.
  5. ^ a b c Stearns 2011, hlm. 65.
  6. ^ a b Stearns 2011, hlm. 66.
  7. ^ a b c d Stearns 2011, hlm. 43.
  8. ^ Stearns 2011, hlm. 44.
  9. ^ Stearns 2011, hlm. 42.
  10. ^ a b c Stearns 2011, hlm. 45.
  11. ^ Stearns 2011, hlm. 138.
  12. ^ Stearns 2011, hlm. 148=149.
  13. ^ a b Stearns 2011, hlm. 148-149.
  14. ^ a b Stearns 2011, hlm. 151.
  15. ^ Stearns 2011, hlm. 154.

Daftar pustaka