Bandar Udara Internasional Kemayoran: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 153: Baris 153:
Kemayoran menjadi sibuk di era [[1970]]-an, sehingga pemerintah untuk sementara waktu memindahkan penerbangan internasional ke [[Bandar Udara Halim Perdanakusuma]] pada tanggal [[10 Januari]] [[1974]]. Namun penerbangan domestik seluruhnya masih bertahan di Kemayoran. Kesibukan Kemayoran pada saat itu hanya ditandingi oleh [[Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman]] di [[Balikpapan]], yang saat itu ramai dalam kegiatan pertambangan, perminyakan dan perkayuan.
Kemayoran menjadi sibuk di era [[1970]]-an, sehingga pemerintah untuk sementara waktu memindahkan penerbangan internasional ke [[Bandar Udara Halim Perdanakusuma]] pada tanggal [[10 Januari]] [[1974]]. Namun penerbangan domestik seluruhnya masih bertahan di Kemayoran. Kesibukan Kemayoran pada saat itu hanya ditandingi oleh [[Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman]] di [[Balikpapan]], yang saat itu ramai dalam kegiatan pertambangan, perminyakan dan perkayuan.


=== Rencana pemindahan dan penutupan bandar udara ===
=== pemindahan lokasi dan penutupan bandar udara ===
menjelang pertengahan tahun 1970-an, Kemayoran dianggap terlalu dekat dengan basis militer Indonesia, [[Bandar Udara Halim Perdanakusuma]]. Penerbangan sipil di area tersebut menjadi sempit, sementara lalu lintas udara meningkat cepat, yang mana mengancam lalu lintas internasional. Hal itu yang kemudian pemerintah berencana untuk memindahkan aktifitas Bandar Udara ini ke Bandar Udara yang baru. Dengan bantuan [[USAID]], dipilihlah Cengkareng sebagai lokasi Bandar Udara yang baru.<ref name="Journal">{{cite book|author=Fadli Arfan|title=Kemayoran Journal, first edition, March, 2009}}</ref>
menjelang pertengahan tahun 1970-an, Kemayoran dianggap terlalu dekat dengan basis militer Indonesia, [[Bandar Udara Halim Perdanakusuma]]. Penerbangan sipil di area tersebut menjadi sempit, sementara lalu lintas udara meningkat cepat, yang mana mengancam lalu lintas internasional. Hal itu yang kemudian pemerintah berencana untuk memindahkan aktifitas Bandar Udara ini ke Bandar Udara yang baru. Dengan bantuan [[USAID]], dipilihlah Cengkareng sebagai lokasi Bandar Udara yang baru.<ref name="Journal">{{cite book|author=Fadli Arfan|title=Kemayoran Journal, first edition, March, 2009}}</ref>



Revisi per 16 Juli 2016 06.26

Bandar Udara Internasional Kemayoran

Kemayoran International Airport
Berkas:Suasana Bandara Kemayoran tahun 1976.jpg
Bandar Udara Internasional Kemayoran disaat masa kejayaannya
Informasi
JenisPublik/Militer
PemilikPemerintah Indonesia
PengelolaPerusahaan Negara Angkasa Pura
MelayaniJakarta
LokasiKemayoran, Jakarta Pusat, Indonesia
Dibuka8 Juli 1940
Ditutup1 Januari 1983
31 Maret 1985 (resmi)
Maskapai penghubung
Ketinggian dpl4 mdpl
Peta
Bandar Udara Internasional Kemayoran di Jakarta
Bandar Udara Internasional Kemayoran
Bandar Udara Internasional Kemayoran
Landasan pacu
Arah Panjang Permukaan
kaki m
17/35 7,500[1] 2,475[2] Aspal
08/26 6,234 1,900[2] Aspal

Bandar Udara Internasional Kemayoran (IATA: JKTICAO: WIID) merupakan bandar udara pertama di Indonesia yang dibuka untuk penerbangan internasional. Landasan bandar udara ini dibangun pada tahun 1934[3] dan secara resmi dibuka pada tanggal 8 Juli 1940. Namun sebenarnya mulai tanggal 6 Juli 1940 tercatat bandar udara ini sudah mulai beroperasi dimulai dengan pesawat pertama yang mendarat jenis DC-3 Dakota milik perusahaan penerbangan Hindia Belanda, KNILM (Koningkelije Nederlands Indische Luchtvaart Maatschapij) yang diterbangkan dari Lapangan Terbang Tjililitan.[4] Tercatat pesawat ini beroperasi di Kemayoran sampai akhir beroperasi.

Bandar udara yang dahulu terkenal dengan nama Kemajoran ini perlahan mulai berhenti beroperasi pada tanggal 1 Januari 1983 dan resmi berhenti beroperasi pada tanggal 31 Maret 1985 dengan dimulainya pemindahan aktivitas penerbangan ke Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta yang baru saja diresmikan.[5]

Bandar udara ini memiliki dua landasan pacu yang bersilangan, yakni landasan pacu utara-selatan (17-35) dengan ukuran 2.475 x 45 meter dan landasan pacu barat-timur (08-26) dengan ukuran 1.850 x 30 meter.

Sejarah

Era Pemerintahan Hindia Belanda

Bandar Udara Internasional Kemayoran di bulan Agustus 1940. Beberapa hari setelah diresmikan

Jauh sebelum didirikan bandar udara, daerah Kemayoran merupakan sebuah tanah yang dimiliki oleh Komandan VOC, Isaac de l'Ostal de Saint-Martin (1629–1696). Sekitar akhir abad ke-17, Issac memiliki tanah di Pulau Jawa yang meliputi daerah Kemayoran, Ancol, Krukut, dan Cinere. Nama "Mayoran" pertama muncul pada tahun 1816 di dalam iklan Java Government Gazette sebagai "tanah yang terletak di dekat Weltevreden, Batavia". Setelah itu, daerah tersebut dikenal dengan sebutan "Kemayoran".[6] Hingga awal abad ke-20, daerah Kemayoran masih berupa rawa, areal persawahan, serta pemukiman penduduk. Kemudian pada tahun 1934, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan sebuah Bandar udara di daerah tersebut dan diresmikan pada tanggal 8 Juli 1940. Menjadikan Kemayoran sebagai Bandar Udara Internasional pertama di Indonesia. Pengelolaan Bandar udara ini oleh pemerintah Hindia Belanda dipercayakan kepada Koningkelije Nederlands Indische Luchtvaart Maatschapij sampai masa pendudukan Jepang.

Dua hari sebelum peresmiannya (6 Juli, 1940), pesawat pertama yang mendarat adalah DC-3 milik KNILM yang diterbangkan dari Lapangan Terbang Tjililitan. Pesawat sejenis, yakni DC-3 berregistrasi PK-AJW juga yang pertama bertolak dari Kemayoran menuju Australia, sehari kemudian [4].

Pada hari peresmiannya, KNILM menggelar beberapa pesawat miliknya, antara lain :

Baru sekitar dua bulan kemudian KNILM mendatangkan pesawat baru, seperti :

Pameran Kedirgantaraan pertama juga diselenggarakan di Kemayoran, yaitu bertepatan dengan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina pada tanggal 31 Agustus 1940. Selain pesawat milik KNILM, sejumlah pesawat-pesawat pribadi yang bernaung dalam Aeroclub di Batavia ikut meramaikannya. Pesawat-pesawat tersebut antara lain:

Pada masa itu, terjadi perang di Asia Pasifik yang mulai berkecamuk. Kemayoran digunakan untuk penerbangan pesawat-pesawat militer, walaupun aktivitas penerbangan komersial tetap berjalan. Pesawat-pesawat militer yang sempat singgah antara lain :

Ketika perang semakin sengit, Kemayoran tak luput dari serangan pesawat-pesawat penyerang milik Angkatan Udara Kekaisaran Jepang. Pada tanggal 9 Februari 1942, dua DC-5, dua Brewster dan sebuah F.VII terkena serangan Jepang, memaksa KNILM mengungsikan pesawatnya ke Australia dan pada akhirnya Kemayoran berhasil diduduki oleh Angkatan Udara Kekaisaran Jepang.

Era Pemerintahan Kekaisaran Jepang

Pada bulan Maret 1942, Bandar udara ini mulai diambil alih oleh Kekaisaran Jepang. Pesawat-pesawat buatan Jepang yang pernah singgah di Kemayoran antara lain :

Era Perang Kemerdekaan Indonesia

Setelah peristiwa Hiroshima dan Nagasaki yang memaksa Jepang menyerah kepada Sekutu pada Agustus 1945, Bandar udara ini langsung diambil alih oleh Sekutu dan Nederlandsch Indië Civil Administratie karena pada saat itu pemerintah Indonesia berkedudukan di Yogyakarta. Kemudian Kemayoran mulai dihuni oleh pesawat-pesawat milik Sekutu seperti :

Selain itu juga berdatangan pesawat-pesawat penumpang, di antaranya :

Pada tanggal 1 Agustus 1947, Bandar Udara Internasional Kemayoran menjadi saksi lahirnya maskapai penerbangan KLM Interinsulair Bedrijf yang kemudian dinasionalisasikan menjadi maskapai penerbangan nasional pertama di Indonesia, yaitu Garuda Indonesian Airways.

Era Pemerintahan Indonesia dan perkembangan selanjutnya

Pada tahun 1950-an setelah selesai perang kemerdekaan, pengelolaan penerbangan sipil dan pelabuhan udara langsung dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Baru pada tahun 1958 dikelola oleh Djawatan Penerbangan Sipil, yang sekarang lebih dikenal sebagai Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

Antara tahun 1960 pengelolaan Kemayoran diserahkan kepada BUMN yang diberi nama Perusahaan Negara Angkasa Pura Kemayoran. Untuk ini, pemerintah menanam modal awal sebesar Rp 15 Juta Rupiah pada masa itu. Selanjutnya pemerintah menambah modal dengan mengalihkan bangunan terminal, bangunan penunjang lain, runway, taxiway, apron, hanggar dan peralatan operasional. Sampai akhir beroperasi pada tahun 1985 pengelolaan dilakukan oleh Perum Angkasa Pura I setelah berganti nama sesuai perkembangan.

Bandar Udara Internasional Kemayoran mengalami masa fase-fase bersejarah Indonesia dari masa pemerintahan Hindia Belanda, pendudukan Jepang hingga kemerdekaan Indonesia (Orde Lama, dan Orde Baru), terutama sekali di dunia penerbangan. Dari pesawat-pesawat sipil hingga pesawat militer mulai awal perkembangannya dengan bermesin piston, propeler hingga turbojet mendarat di sini. Misalkan tercatat pesawat jenis Fokker dari mulai Fokker F-VIIb-3 dengan mesin torak, Fokker Friendship dengan mesin turbo hingga Fokker F-28 yang bermesin jet mendarat di sini. Kemudian pesawat jenis DC-3 Dakota yang tercatat mendarat dan terbang dari sejak awal dan akhir dioperasikannya bandar udara ini. Serta hadirnya pesawat berbadan lebar generasi awal seperti Boeing 747 seri 200, DC-10 dan Airbus A-300.

Selain itu, beberapa peristiwa kelam juga mewarnai pengoperasian bandar udara ini. Antara lain pesawat Beechcraft yang kecelakaan ketika mendarat, kemudian Convair-340 yang mendarat tanpa roda, pesawat DC-3 Dakota yang terbakar dan pesawat DC-9 yang mengalami patah badan ketika mendarat di landasan. Kemudian pesawat Fokker F-27 yang ketika tinggal landas menukik dan membelok kebawah hingga hancur terbakar dalam penerbangan latihan. Tercatat pula pesawat yang tidak pernah kembali setelah lepas landas dari Kemayoran.

Bandar Udara Internasional Kemayoran juga dikenal dalam salah satu episode cerita dalam komik Tintin yakni Penerbangan 714 ke Sydney, dengan menampilkan terminal bandar udara dan menara pemandu lalu lintas (ATC tower) Kemayoran. Gambar yang ditampilkan sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Kemayoran menjadi sibuk di era 1970-an, sehingga pemerintah untuk sementara waktu memindahkan penerbangan internasional ke Bandar Udara Halim Perdanakusuma pada tanggal 10 Januari 1974. Namun penerbangan domestik seluruhnya masih bertahan di Kemayoran. Kesibukan Kemayoran pada saat itu hanya ditandingi oleh Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman di Balikpapan, yang saat itu ramai dalam kegiatan pertambangan, perminyakan dan perkayuan.

pemindahan lokasi dan penutupan bandar udara

menjelang pertengahan tahun 1970-an, Kemayoran dianggap terlalu dekat dengan basis militer Indonesia, Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Penerbangan sipil di area tersebut menjadi sempit, sementara lalu lintas udara meningkat cepat, yang mana mengancam lalu lintas internasional. Hal itu yang kemudian pemerintah berencana untuk memindahkan aktifitas Bandar Udara ini ke Bandar Udara yang baru. Dengan bantuan USAID, dipilihlah Cengkareng sebagai lokasi Bandar Udara yang baru.[5]

Sesuai dengan diresmikannya Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Bandar Udara Internasional Kemayoran perlahan mulai ditutup dan hingga akhirnya resmi berhenti beroperasi pada tanggal 31 Maret 1985 tepatnya pukul 00:00 WIB.[5] Pada saat itu seluruh penumpang yang sudah boarding di Kemayoran langsung dibawa oleh bus menuju Soekarno-Hatta karena seluruh penerbangan dari Kemayoran sudah dipindahkan ke bandar udara tersebut.

Perkembangan setelah bandar udara tidak dioperasikan

Sebelum benar-benar beralih fungsi, Kemayoran pernah menjadi tempat test flight pesawat buatan Industri Pesawat Terbang Nusantara, CN-235 dan sempat menjadi tuan rumah ajang dirgantara bergengsi Indonesian Air Show di tahun 1986.[7]

Setelah dihentikan kegiatan operasionalnya, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No 31 tahun 1985, untuk menghindarkan perebutan kewenangan antar instansi terhadap areal bekas bandar udara itu, berdasarkan peraturan itu, kekayaan negara yang merupakan sebagian modal Perum Angkasa Pura I ditarik kembali sebagai kekayaan negara.

Untuk pemanfaatan lebih lanjut, maka dibentuklah Badan Pengelola Komplek Kemayoran (BPKK) berdasarkan Keputusan Presiden RI no. 53 Tahun 1985 jo Keppres No. 73 tahun 1999. Sebagai pelaksana, diunjuklah DP3KK yang melaksanakan pembangunan dengan memanfaatkan pihak swasta di Indonesia. Pembangunan dimulai pada 1990-an dengan rumah susun sederhana pada tahun 1988 di bekas Apron bandar udara dengan nama jalan-jalan yang mengambil nama pesawat seperti Jl. Dakota. Kemudian pembangunan kondominium dan proyek kotabaru Kemayoran yang sempat menuai masalah. Juga sempat diselenggarakan proyek Menara Jakarta (Jakarta Tower) dengan ketinggian 558 meter di depan gedung perkantoran PT Jakarta International Trade Fair Corporation. Namun rencana ini kandas karena badai Krisis Asia pada tahun 1990. Bahkan ironisnya, pada saat krisis ekonomi tersebut, menara ini dijuluki masyarakat sebagai Menara Kesenjangan.

Selain itu, di bekas Bandar Udara Kemayoran juga diselenggarakan Jakarta Fairground Kemayoran (JFK) yang dulu dikenal sebagai Pekan Raya Jakarta (PRJ) yang sebelumnya diselenggarakan di taman Monumen Nasional (Monas) Jakarta yang diselenggarakan setiap hari ulang tahun DKI Jakarta setiap 22 Juni.

Rencana lain, kawasan ini adalah dijadikan sebagai kawasan hutan wisata yang selanjutnya akan dijadikan sebagai suaka margasatwa atau bird sanctuary bagi burung-burung di kawasan ini, namun karena banyaknya proyek konstruksi, maka kawasan bird sanctuary ditempatkan di Pulau Rambut, salah satu dari gugusan Kepulauan Seribu di Teluk Jakarta. Suaka Margasatwa ini juga akan memelihara menara pemandangan serta bekas tower bandar udara yang akan dipertahankan sebagai kawasan situs bersejarah bahwa dahulunya tempat ini adalah Bandar Udara Internasional.

Sementara dua landasan pacu tetap dipertahankan sebagai jalan utama dengan median (pembatas jalan) yang tidak permanen untuk sewaktu waktu digunakan sebagai landasan pacu guna kepentingan militer karena struktur landasannya yang menggunakan konstruksi standar landas pacu bandar udara internasional yang kuat. Pada bekas landas pacu utara-selatan diberi nama Jalan Benyamin Sueb, nama seorang tokoh dan artis serbabisa kelahiran Jakarta yang merupakan warga asli Kemayoran, oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta.

Sesuai dengan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993, bekas menara ATC Bandar Udara Kemayoran dijadikan Bangunan Cagar Budaya yang harus dilestarikan. Surat Keputusan tersebut langsung ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta Soerjadi Soedirja.[8]

Karena bandar udara ini dinilai bersejarah dalam perkembangan kedirgantaraan Indonesia, maka banyak komunitas-komunitas pencinta kedirgantaraan Indonesia yang menginginkan agar bekas bandar udara ini segera dilestarikan, serta dimuseumkan. Mereka adalah Komunitas Tintin Indonesia, Komunitas Save Ex Airport Kemajoran-Kemayoran (KMO), IndoFlyer, dan Komunitas ATCO Indonesia yang bersama-sama membuat petisi lalu akan segera diserahkan kepada Presiden Republik Indonesia dan Gubernur DKI Jakarta.[9]

Namun, baru-baru ini pihak PT Angkasa Pura I, Komunitas Save Ex Airport Kemajoran-Kemayoran (KMO), dan Komunitas Tintin Indonesia, mengadakan pertemuan pada tanggal 31 Mei 2016 di Jakarta. Pertemuan ini adalah membahas mengenai rencana pembangunan sebuah Museum Bandar Udara Kemajoran Indonesia di bekas terminal Bandar udara. Gagasan ini rupanya disambut positif oleh Pusat Pengelola Kawasan (PPK) Kemayoran, yang ditindak lanjuti dengan napak tilas ke lokasi pada tanggal 5 Juni 2016.[10]


Galeri

Rujukan

  1. ^ Stroud, John (1980). Airports of the World. ISBN 978-0-370-30037-5. 
  2. ^ a b Amrullah, Himanda (2012). Suara Masa Lalu Kemayoran. V2 Digest. 
  3. ^ Setiati, Eni (1980). Ensiklopedia Jakarta. Lentera Abadi. ISBN 978-979-3535-54-8. 
  4. ^ a b "Kemayoran, Bandara". Diakses tanggal 14 Juli2012. 
  5. ^ a b c Fadli Arfan. Kemayoran Journal, first edition, March, 2009. 
  6. ^ "Tuan Tanah Kemayoran". seputarkemayoran. seputarkemayoran.blogspot.com. Diakses tanggal 2010-02-26. 
  7. ^ Suara Masa Lalu Kemayoran
  8. ^ Daftar Bangunan Cagar Budaya di DKI Jakarta
  9. ^ Petisi yang berisi tentang pelestarian Bandar Udara Kemayoran
  10. ^ AP I Punya Rencana Lain Untuk Bandara Kemayoran
  • Majalah Angkasa No. 5 Februari 1992, No. 4 Januari 1996 dan No.2 November 1999.

Lihat pula