Jogomulyo, Buayan, Kebumen: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
Nama desa : Jogo Mulyo |
|||
nama =Jogomulyo |
|||
provinsi =Jawa Tengah |
|||
Kecamatan : Buayan |
|||
dati2 =Kabupaten |
|||
nama dati2 =Kebumen |
|||
Kabupaten : Kebumen |
|||
kecamatan =Buayan |
|||
Kode Pos : 54474 |
|||
Baris 28: | Baris 29: | ||
sekejap mata, setelah ia, sang pertapa berkata seperti itu, ia langsung menghilang atau lebih tepatnya terbang pulang ke Mojokerto. Lalu warga tersebut menyampaikan ke seluruh warga pesan dari sang pertapa sambil mengkisahkan pertemuan tersebut. |
sekejap mata, setelah ia, sang pertapa berkata seperti itu, ia langsung menghilang atau lebih tepatnya terbang pulang ke Mojokerto. Lalu warga tersebut menyampaikan ke seluruh warga pesan dari sang pertapa sambil mengkisahkan pertemuan tersebut. |
||
Editing terakhir, 04 April 2016. |
|||
Alfanjariy |
Revisi per 4 April 2016 18.32
Nama desa : Jogo Mulyo
Kecamatan : Buayan
Kabupaten : Kebumen
Kode Pos : 54474
Merupakan desa yang terdiri dari tiga dukuh, yaitu dukuh Combong, dukuh Jagabela, dan dukuh Siwajik.
Awal penamaan desa ini menjadi Jogo Mulyo, yaitu dari pesan leluhur, kepada anak cucunya.
Yaitu agar menjaga kemuliaan hidup,
Mulia dalam bersosialisasi bertetangga juga dalam mencari jalan kematian.
Dahulu kala, ada-lah seorang resi bernama Shamarta Jaya Tritungga yang berasal dari kerajaan Maja pahit. beliau bertapa di salah satu tempat yang sekarang masuk dukuh Siwajik.
Suatu hari, sang pertapa tersebut mengakhiri tapanya, yang mana beliau telah berhasil menyempurnakan spiritualnya dalam bertapa. Ketika itu, ia merasa haus dan lapar, kemudian ia mendatangi salah satu penduduk untuk mencari dharma, beliau membantu salah seorang warga, bekerja mencangkul.
Kemudian, setelah selesai bekerja, ia makan bersama dengan warga tersebut.
Saat itu, tiba-tiba petir menyambar-nyambar, pertanda panggilan dari sang raja Majapahit, Bre Kertabhumi, maka, setelah mereka mengisi perut, sang pertaapa pamit. sebelum berpamitan, beliau sempat melemparkan sebuah mustika kasturi ke arah timur, kemungkinan jatuh di sekitar Goa Kidang. Dan memberi wejangan ke warga tersebut, "Kelak, kampung ini akan sentausa, maka jagalah apa yang harus di jaga, yaitu sifat manembah mring gusthi Hyang Agung, dan kemuliaan harga diri duniawi, jangan sesekali mengambil yg bukan haknya, jagalah mulyaning hurip.."
sekejap mata, setelah ia, sang pertapa berkata seperti itu, ia langsung menghilang atau lebih tepatnya terbang pulang ke Mojokerto. Lalu warga tersebut menyampaikan ke seluruh warga pesan dari sang pertapa sambil mengkisahkan pertemuan tersebut.
Editing terakhir, 04 April 2016.
Alfanjariy