Ahmad Sanusi: Perbedaan antara revisi
Syusuf2016 (bicara | kontrib) k template anggota BPUPKI |
Wagino Bot (bicara | kontrib) k →Karya-karya: minor cosmetic change |
||
Baris 156: | Baris 156: | ||
==Karya-karya == |
==Karya-karya == |
||
Kiai Sanusi dikenal sebagai ulama ahli [[tafsir]] dan fikih yang telah menghasilkan banyak karya.<ref name="Ensiklopedi"/><ref name="pahlawan">{{cite news|title = Dua Ulama Jabar Dapat Gelar Pahlawan Nasional |
Kiai Sanusi dikenal sebagai ulama ahli [[tafsir]] dan fikih yang telah menghasilkan banyak karya.<ref name="Ensiklopedi"/><ref name="pahlawan">{{cite news|title = Dua Ulama Jabar Dapat Gelar Pahlawan Nasional|newspaper = www.news.okezone.com|date =Sabtu, 08 November 2008 01:00 wib|author=Toni Kamajaya|url =http://news.okezone.com/read/2008/11/07/1/161854/dua-ulama-jabar-dapat-gelar-pahlawan-nasional|accessdate = 27 April 2014|archiveurl=https://archive.is/NCULl|archivedate=27 Apr 2014 03:49:15 UTC}}</ref> |
||
== Referensi == |
== Referensi == |
Revisi per 19 Maret 2016 10.06
Kyai Haji Ahmad Sanusi | |
---|---|
Berkas:Ajengan ahmad sanusi.jpg | |
Lahir | 18 September 1889 Hindia Belanda, Desa Cantayan, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat |
Meninggal | 0 Desember 1950 Indonesia, Sukabumi, Jawa Barat | (umur 60) invalid month invalid day
Kebangsaan | Indonesia |
Nama lain | Ajengan Genteng |
Pendidikan |
|
Pekerjaan |
|
Organisasi |
|
Dikenal atas | Ulama ahli tafsir, fikih, tasawuf dan kalam. |
Karya terkenal |
|
Kota asal | Desa Cantayan, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi |
Suami/istri | Siti Juwariyah binti Haji Afandi |
Orang tua | Ajengan Haji Abdurrahim bin Yasin |
Penghargaan |
|
Ahmad Sanusi atau dikenal dengan sebutan Kiai Haji Ahmad Sanusi atau Ajengan Genteng (lahir 18 September 1889 di Desa Cantayan, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi - meninggal tahun 1950 di Sukabumi pada umur 61 tahun) adalah tokoh Sarekat Islam dan pendiri Al-Ittahadul Islamiyah (AII), sebuah organisasi di bidang pendidikan dan ekonomi.[2][3] Pada awal Pemerintahan Jepang, AII dibubarkan dan secara diam-diam ia mendirikan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII).[2][4] Ia juga pendiri Pondok Pesantren Syamsul Ulum, Sukabumi.[2] Selain itu, Kiai Sanusi juga pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tahun 1945.[2][5]
Sejarah
Kiai Sanusi adalah putera dari Ajengan Haji Abdurrahim bin Yasin, pengasuh Pesantren Cantayan di Sukabumi.[2][6] Sebagai putera seorang ajengan (kiai), ia telah belajar ilmu-ilmu keislaman sejak ia masih kanak-kanak, selain ia juga banyak belajar dari para santri Senior|senior di pesantren ayahnya.[2]
Menginjak usia dewasa, Kiai Sanusi mulai mengaji di beberapa pesantren di Jawa Barat.[2] Pada usia 20 tahun, ia menikah dengan Siti Juwariyah binti Haji Afandi yang berasal dari Kebon Pedes, Baros, Sukabumi.[2] Setelah menikah, ia dikirim ayahnya ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus memperdalam ilmu-ilmu keislaman.[2] Ia belajar di Mekah selama tujuh tahun.[5] Disana Kiai Sanusi mendapat gelar imam besar Masjidil Haram.[5] ia berguru kepada ulama-ulama terkenal, khususnya dari kalangan al-Jawi (Melayu).
Mendirikan Pesantren
Pada tahun 1915, sepulang belajar dari Mekah, Kiai Sanusi kembali ke Indonesia untuk membantu ayahnya mengajar di Pesantren Cantayan.[5] Setelah tiga tahun membantu ayahnya, ia mulai merintis pembangunan pondok pesantrennya sendiri yang terletak di Kampung Genteng, sebelah utara desa Cantayan, sehingga ia kemudian dikenal dengan sebutan Ajengan Genteng.[2] Pesantrennya tersebut ia beri nama Pondok Pesantren Syamsul Ulum.[2]
Pemikiran
Ketika belajar di Mekah, Kiai Sanusi telah mengenal ide-ide pembaharuan dari Syeikh Muhammad 'Abduh, Syeikh Muhammad Rasyid Ridla, dan Jamaluddin al-Afghani, melalui buku-buku dan majalah aliran pembaharuan di Mesir, sehingga pengaruh tersebut menjadikannya ulama pembaharu ketika pulang ke Indonesia.[2] Namun demikian, ia tetap tidak meninggalkan mahzabnya, ia tetap mengikuti mazhab Syafi'i sebagaimana yang dilakukan kedua gurunya, Syeikh Ahmad Khatib dan Syeikh Mukhtar at-Tarid.[2] Bahkan dalam bidang ilmu fikih yang juga merupakan keahliannya, Kiai Sanusi terkenal sangat kritis terhadap dalam menentukan hukum Islam.[2]
Dalam bidang ilmu al-Qur'an, Kiai Sanusi berpendapat bahwa terdapat empat kategori hukum dalam al-Qur'an, yaitu: [6]
- Berkaitan dengan keimanan dan kebebasan beragama dalam memilih dan menjalankan ketentuan-ketentuan agama
- Berkaitan dengan rumah tangga dan pergaulannya seperti pernikahan dan perceraian, keturunan dan kewarisan
- Berkaitan dengan prinsip kerjasama antarsesama umat manusia seperti jual-beli, sewa-menyewa, gadai dan lain-lain
- Berkaitan dengan pemeliharaan kehidupan, yaitu berupa peraturan pidana dan perdata untuk menghukum di antara sesama manusia yang melakukan kesalahan
Karya-karya
Kiai Sanusi dikenal sebagai ulama ahli tafsir dan fikih yang telah menghasilkan banyak karya.[2][1]
Referensi
- ^ a b Toni Kamajaya (Sabtu, 08 November 2008 01:00 wib). "Dua Ulama Jabar Dapat Gelar Pahlawan Nasional". www.news.okezone.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 Apr 2014 03:49:15 UTC. Diakses tanggal 27 April 2014.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o H.M. Bibit Suprapto (2009). Ensiklopedi Ulama Nusantara. Gelegar Media Indonesia. ISBN 979-98066-1114-5. Halaman 212-215.
- ^ www.pelitatangerang.com: KH Ahmad Sanusi, Sukabumi. Diakses 27 April 2014
- ^ www.sukabumikota.go.id: PUI Telah torehkan Karya Positif bagi Bangsa dan Negara. Diakses 27 April 2014
- ^ a b c d www.ensikperadaban.com: Ahmad Sanusi. Diakses 27 April 2014
- ^ a b www.hizbut-tahrir.or.id: Ajengan Ahmad Sanusi: Pejuang Syariah Islam. Diakses 27 April 2014