Yudhonegoro: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
Penambahan bagian "pernikahan" |
||
Baris 19: | Baris 19: | ||
==Masa kecil dan pendidikan== |
==Masa kecil dan pendidikan== |
||
Ia lahir dan dibesarkan di Jakarta. Dia kemudian melanjutkan kuliah di [[Institut Pemerintahan Dalam Negeri]] di [[Bandung]], dan meraih gelar M.Si. Ia melanjutkan pendidikannya [[S-3]] di [[Universitas Yamaguchi]], Jepang. Di sana ia mengambil bidang ''public policy''.<ref>[http://lifestyle.okezone.com/read/2014/01/29/196/933451/kph-yudanegara-tak-permasalahkan-jenis-kelamin-anak Okezone.com]</ref> |
Ia lahir dan dibesarkan di Jakarta. Dia kemudian melanjutkan kuliah di [[Institut Pemerintahan Dalam Negeri]] di [[Bandung]], dan meraih gelar M.Si. Ia melanjutkan pendidikannya [[S-3]] di [[Universitas Yamaguchi]], Jepang. Di sana ia mengambil bidang ''public policy''.<ref>[http://lifestyle.okezone.com/read/2014/01/29/196/933451/kph-yudanegara-tak-permasalahkan-jenis-kelamin-anak Okezone.com]</ref> |
||
==Pernikahan== |
|||
[[Kanjeng Pangeran Haryo Yudonegoro ]] menikah dengan GKR Bendoro pada tanggal 18 Oktober 2011. Pernikahan ini berlangsung pada tahun yang sama dengan pernikahan [[Pangeran William, Adipati Cambridge]]. Pada pernikahan tersebut dikunjungi sekitar 2.500 tamu undangan.<ref>[http://www.thejakartapost.com/news/2011/10/17/2500-guests-expected-kraton-wedding.html 2.500 tamu undangan menghadiri pernikahan keraton]</ref> |
|||
Sesuai dengan adat keraton, sebelum menikah GKR Bendoro harus menjalani upacara langkahan. Dikarenakan ia mendahului kakaknya [[GKR Hayu]] untuk menikah.<ref>[http://www.solopos.com/2011/10/16/mendahului-kakak-menikah-gkr-Bendoro-laksanakan-tradisi-plangkahan-119841 Mendahului kakak menikah, GKR Bendoro laksanakan tradisi plangkahan]</ref> Dalam upacara ini, calon penganti wanita memohon izin dari kakaknya untuk mendahului menikah serta menyerahkan ''plangkah'' berupa setandan ''pisang sanggan'' disertai seperangkat baju dan perhiasan wanita untuk kakaknya. Upacara langkahan adalah bagian dari tradisi yang biasa dilakukan di beberapa kebudayaan di Indonesia bila seorang adik mendahului kakaknya dalam pernikahan. <ref>[http://kidemangsodron78.wordpress.com/acara-khusus/langkahan/ Acara khusu langkahan]</ref> Sebelum menikah, calon pengantin pria yang berasal dari luar keraton terlebih dahulu diwisuda menjadi ''abdi dalem'' (pegawai keraton). Calon pengantin pria Achmad Ubaidillah dianugrahi gelar ''Kanjeng Pangeran Haryo'' dengan nama Yudonegoro. Penganugerahan gelar ini dilangsungkan dalam upacara wisuda yang dilakukan tiga bulan sebelum [[upacara pernikahan]].<ref>[http://www.tribunnews.com/nasional/2011/07/05/kisah-kesuksesan-si-ganteng-yudanegara-meminang-anak-sultan-yogya Kisah kesuksesan Achmad Ubaidillah meminang anak Sultan Yogyakarta]</ref>. Sementara itu, calon istrinya juga telah menerima gelar dan nama baru yang sebelumnya Gusti Raden Ajeng Nurastuti Wijareni menjadi Gusti Kanjeng Ratu Bendoro. |
|||
Kemudian calon pengantin pria mengawali rentetan acara pernikahan dengan upacara ''nyantri''. Dalam upacara ini, pengantin pria dijemput dengan [[kereta kencana]] untuk memasuki tembok keraton, dan diperkenalkan dengan tata cara keraton. Selanjutnya kedua pengantin melalui [[upacara siraman]] di tempat yang berbeda ([[kesatrian]] dan [[keputren]]). Upacara ini bermakna membersihkan diri dari kotoran lahir dan batin sebelum memasuki jenjang pernikahan.<ref>[http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2011/10/17/163033 KPH Yudonegoro Nyantri, GKR Bendoro Dipingit]</ref> Pada malam harinya, calon pengantin wanita menjalani upacara ''tantingan'', yakni GKR Bendoro ditanya (''ditanting'') langsung oleh ayahnya akan kesiapannya menikah. Upacara ini dilakukan karena pada keesokan harinya, ayahnya sendiri yang akan menikahkan putrinya dengan pengantin pria tanpa kehadiran pengantin wanita.<ref>[http://www.tempo.co/read/news/2011/10/17/177361886/Sebelum-Dinikahkan-GKR-Bendoro-Ditanting-Sultan-HB-X Sebelum dinikahkan, GKR Bendoro ditanting oleh Sultan Hamengkubuwono X]</ref> |
|||
Pada keesokan harinya, sesuai dengan adat yang berlaku di keraton, Sri Sultan sendiri yang menikahkan putrinya dengan KPH Yudonegoro dalam upacara [[ijab kabul]] yang dilakukan di [[masjid]] dalam lingkungan keraton. [[Akad nikah]] menggunakan [[bahasa Jawa]] yang dilakukan antara ayah pengantin wanita dengan pengantin pria.<ref>[http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/10/18/lt8ul7-yudanegara-gunakan-bahasa-jawa-saat-ijab-kabul Yudonegoro menggunakan bahasa Jawa saat ijab kabul]</ref> Setelah resmi menikah, barulah kedua pengantin dipertemukan dalam upacara ''panggih'' yang dilakukan di bangsal kencana. <ref>[http://www.solopos.com/2011/10/18/pengantin-keraton-bersua-di-prosesi-panggih-120090 Pengantin keraton bersua di panggih]</ref>. Upacara ini dihadiri oleh tamu-tamu undangan penting termasuk Presiden [[Susilo Bambang Yudhoyono]] dan Wakil Presiden [[Budiono]].<ref>http://news.detik.com/read/2011/10/18/105500/1746446/10/sby-boediono-hadiri-panggih-pengantin-putri-sultan-hb-x</ref>. Acara ini juga dihadiri oleh para pejabat tinggi negara serta [[duta besar]] perwakilan negara-negara sahabat.<ref>[http://jogjanews.com/istimewa-prosesi-panggih-pernikahan-agung-kraton-yogyakarta Pernikahan agung keraton Yogyakarta]</ref>. Dalam upacara panggih, dilaksanakan tradisi ''pondongan'' yang hanya dilakukan di dalam lingkungan keraton. Tradisi pondongan ini hanya dilakukan jika pengantin wanita adalah putri raja. Dalam tradisi ini, pengantin pria ''memondong'' (mengangkat) istrinya yang dibantu salah seorang [[paman]] dari mempelai wanita ([[GBPH Suryodiningrat]]). Ini merupakan tradisi sebagai simbol meninggikan posisi seorang [[istri]]. |
|||
Setelah upacara panggih panggih, kedua mempelai kemudian dikenalkan kepada masyarakat melalui prosesi ''kirab''. Sebagai putri bungsu, GKR Bendoro tidak boleh menjalani ''kirab'' keliling benteng keraton. Sebagai gantinya ''kirab'' dilaksanakan dari Keraton Yogyakarta ke Kepatihan yang merupakan tempat acara resepsi pernikahan digelar.<ref>[http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2011/10/16/162882 Pernikahan Putri Sultan Tanpa Kirab Mubeng Beteng]</ref> |
|||
Pernikahan KPH Yudonegoro dengan GKR Bendoro dikaruniai seorang putri yang diberi nama Raden Ajeng Nisaka Irdina Yudonegoro. Putri pertama mereka ini lahir di Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 2014.<ref>[http://www.harianjogja.com/baca/2014/03/04/cucu-sultan-jeng-reni-melahirkan-bayi-perempuan-493661 Jeng Reni melahirkan bayi perempuan]</ref> |
|||
==Karier== |
==Karier== |
Revisi per 5 Januari 2016 10.22
Yudhonegoro | |||||
---|---|---|---|---|---|
Kanjeng Pangeran Haryo | |||||
Kelahiran | 26 Oktober 1981 Jakarta | ||||
Wangsa | Hamengkubuwono | ||||
| |||||
Ayah | H. Jusami Ali Akbar [1] | ||||
Ibu | Hj. Nurbaiti Helmi | ||||
Pasangan | Gusti Kanjeng Ratu Bendoro | ||||
Anak | Raden Ajeng Nisaka Irdina Yudonegoro |
Keluarga Sultan Yogyakarta |
---|
Sri Sultan Hamengkubawana X Keluarga Inti
Keluarga Besar
|
Kanjeng Pangeran Haryo Yudhonegoro sebelumnya bernama Achmad Ubaidillah (lahir 26 Oktober 1981) adalah suami dari Gusti Kanjeng Ratu Bendoro.
Masa kecil dan pendidikan
Ia lahir dan dibesarkan di Jakarta. Dia kemudian melanjutkan kuliah di Institut Pemerintahan Dalam Negeri di Bandung, dan meraih gelar M.Si. Ia melanjutkan pendidikannya S-3 di Universitas Yamaguchi, Jepang. Di sana ia mengambil bidang public policy.[2]
Pernikahan
Kanjeng Pangeran Haryo Yudonegoro menikah dengan GKR Bendoro pada tanggal 18 Oktober 2011. Pernikahan ini berlangsung pada tahun yang sama dengan pernikahan Pangeran William, Adipati Cambridge. Pada pernikahan tersebut dikunjungi sekitar 2.500 tamu undangan.[3]
Sesuai dengan adat keraton, sebelum menikah GKR Bendoro harus menjalani upacara langkahan. Dikarenakan ia mendahului kakaknya GKR Hayu untuk menikah.[4] Dalam upacara ini, calon penganti wanita memohon izin dari kakaknya untuk mendahului menikah serta menyerahkan plangkah berupa setandan pisang sanggan disertai seperangkat baju dan perhiasan wanita untuk kakaknya. Upacara langkahan adalah bagian dari tradisi yang biasa dilakukan di beberapa kebudayaan di Indonesia bila seorang adik mendahului kakaknya dalam pernikahan. [5] Sebelum menikah, calon pengantin pria yang berasal dari luar keraton terlebih dahulu diwisuda menjadi abdi dalem (pegawai keraton). Calon pengantin pria Achmad Ubaidillah dianugrahi gelar Kanjeng Pangeran Haryo dengan nama Yudonegoro. Penganugerahan gelar ini dilangsungkan dalam upacara wisuda yang dilakukan tiga bulan sebelum upacara pernikahan.[6]. Sementara itu, calon istrinya juga telah menerima gelar dan nama baru yang sebelumnya Gusti Raden Ajeng Nurastuti Wijareni menjadi Gusti Kanjeng Ratu Bendoro.
Kemudian calon pengantin pria mengawali rentetan acara pernikahan dengan upacara nyantri. Dalam upacara ini, pengantin pria dijemput dengan kereta kencana untuk memasuki tembok keraton, dan diperkenalkan dengan tata cara keraton. Selanjutnya kedua pengantin melalui upacara siraman di tempat yang berbeda (kesatrian dan keputren). Upacara ini bermakna membersihkan diri dari kotoran lahir dan batin sebelum memasuki jenjang pernikahan.[7] Pada malam harinya, calon pengantin wanita menjalani upacara tantingan, yakni GKR Bendoro ditanya (ditanting) langsung oleh ayahnya akan kesiapannya menikah. Upacara ini dilakukan karena pada keesokan harinya, ayahnya sendiri yang akan menikahkan putrinya dengan pengantin pria tanpa kehadiran pengantin wanita.[8]
Pada keesokan harinya, sesuai dengan adat yang berlaku di keraton, Sri Sultan sendiri yang menikahkan putrinya dengan KPH Yudonegoro dalam upacara ijab kabul yang dilakukan di masjid dalam lingkungan keraton. Akad nikah menggunakan bahasa Jawa yang dilakukan antara ayah pengantin wanita dengan pengantin pria.[9] Setelah resmi menikah, barulah kedua pengantin dipertemukan dalam upacara panggih yang dilakukan di bangsal kencana. [10]. Upacara ini dihadiri oleh tamu-tamu undangan penting termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Budiono.[11]. Acara ini juga dihadiri oleh para pejabat tinggi negara serta duta besar perwakilan negara-negara sahabat.[12]. Dalam upacara panggih, dilaksanakan tradisi pondongan yang hanya dilakukan di dalam lingkungan keraton. Tradisi pondongan ini hanya dilakukan jika pengantin wanita adalah putri raja. Dalam tradisi ini, pengantin pria memondong (mengangkat) istrinya yang dibantu salah seorang paman dari mempelai wanita (GBPH Suryodiningrat). Ini merupakan tradisi sebagai simbol meninggikan posisi seorang istri.
Setelah upacara panggih panggih, kedua mempelai kemudian dikenalkan kepada masyarakat melalui prosesi kirab. Sebagai putri bungsu, GKR Bendoro tidak boleh menjalani kirab keliling benteng keraton. Sebagai gantinya kirab dilaksanakan dari Keraton Yogyakarta ke Kepatihan yang merupakan tempat acara resepsi pernikahan digelar.[13]
Pernikahan KPH Yudonegoro dengan GKR Bendoro dikaruniai seorang putri yang diberi nama Raden Ajeng Nisaka Irdina Yudonegoro. Putri pertama mereka ini lahir di Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 2014.[14]
Karier
KPH Yudhonegoro adalah seorang pegawai negeri sipil yang saat ini sedang cuti untuk tugas belajar ke Jepang.
Jabatan dalam pemerintahan
- 2003-2003: Staf Biro Umum Departemen Dalam Negeri
- 2003-2004: Ajudan Gubernur Lampung
- 2004-2006: Protokol Menteri Dalam Negeri
- 2006-2007: Staff Direktorat Pejabat Negara Depdagri
- 2007–2009: Ajudan Sekertaris Wakil Presiden
- 2009–2011: Sekertaris Pimpinan pada Sub Bagian TUP Kediaman Resmi Wapres
- 2011-2013: Kepala Substansi Komunikasi Politik Bidang Media Cetak Sekertariat Wakil Presiden
Pendidikan dan latihan
- 2004: Diklat Bimbingan Teknis Keprotokolan Departemen Dalam Negeri
- 2005: Diklat Bimbingan Teknis Pengurusan Peraturan Perundang-undangan Terhadap Aparatur di Lingkungan Departemen Dalam Negeri
- 2006: Diklat Bimbingan Teknis Pelatihan Tenaga Pelatih Pembauran Daerah (TPPD) Direktorat Kesatuan Bangsa Departement Dalam Negeri
- 2009: Singapore Corporate Programme Protocol Advance Training
Aktivitas
- Duta Sepeda Yogyakarta Sego Segawe[15]
Referensi
- ^ Tabloid Nova
- ^ Okezone.com
- ^ 2.500 tamu undangan menghadiri pernikahan keraton
- ^ Mendahului kakak menikah, GKR Bendoro laksanakan tradisi plangkahan
- ^ Acara khusu langkahan
- ^ Kisah kesuksesan Achmad Ubaidillah meminang anak Sultan Yogyakarta
- ^ KPH Yudonegoro Nyantri, GKR Bendoro Dipingit
- ^ Sebelum dinikahkan, GKR Bendoro ditanting oleh Sultan Hamengkubuwono X
- ^ Yudonegoro menggunakan bahasa Jawa saat ijab kabul
- ^ Pengantin keraton bersua di panggih
- ^ http://news.detik.com/read/2011/10/18/105500/1746446/10/sby-boediono-hadiri-panggih-pengantin-putri-sultan-hb-x
- ^ Pernikahan agung keraton Yogyakarta
- ^ Pernikahan Putri Sultan Tanpa Kirab Mubeng Beteng
- ^ Jeng Reni melahirkan bayi perempuan
- ^ Jogja News