Chairuddin Ismail: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
{{rapikan|date=2010}}
{{rapikan|date=2010}}
{{Infobox Officeholder
[[Berkas:Cismail.gif|right|thumb|Chairuddin Ismail]]
|honorific-prefix =
'''Jenderal (Purn) Chairudin Ismail''' adalah [[Kapolri]] yang menggantikan Jenderal [[Suroyo Bimantoro]], dan pernah menjadi tim sukses pasangan capres [[Jusuf Kalla|JK]]-[[Wiranto]].
|name = {{PAGENAME}}
|image = Cismail.gif
|imagesize = 200px
|caption =
|order = 16
|office = [[Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia]]
|president = [[Abdurrahman Wahid]]
|term_start = [[23 September]] [[2000]]
|term_end = [[21 Juli]] [[2001]]
|predecessor = [[Surojo Bimantoro]]
|successor = [[Da'i Bachtiar]]
|birth_date = {{Tanggal lahir dan umur|1946|11|1}}
|birth_place = {{negara|Indonesia}} [[Indonesia]]
|death_date =
|death_place =
|party =
|spouse =
|children =
|residence =
|alma_mater =
|occupation =
|religion =
}}
[[Jenderal Polisi]] (Purn.) '''Chairudin Ismail''' adalah [[Kapolri]] yang menggantikan Jenderal [[Suroyo Bimantoro]], dan pernah menjadi tim sukses pasangan capres [[Jusuf Kalla|JK]]-[[Wiranto]].


Pada masa kepemimpinan [[Suroyo Bimantoro]] terjadi polemik kekisruhan di tubuh [[Polri]]. Presiden dan para pendukungnya memang belakangan sukses membujuk parlemen agar menerima pengangkatan Bimantoro, meski dengan syarat.{{fact}} Tetapi belakangan, muncul ironi baru: Presiden mengulangi kekeliruan dengan "memecat" Bimantoro dan mengangkat Jenderal Chaerudin Ismail tanpa persetujuan parlemen.{{fact}} Dan situasi berbalik, Bimantroro menjadi salah satu pion DPR dalam perang politiknya melawan Presiden.{{fact}} Bagaimanapun, masa bulan madu antara Bimantoro dan Presiden memang hanya sebentar. Baru satu bulan menjadi Kapolri, Bimantoro sudah berseberangan pikiran dengan Presiden.{{fact}} Mereka berbeda dalam penanganan gerakan Papua Merdeka. Presiden Abdurrahman memperbolehkan pengibaran [[Bendera Bintang Kejora|Bintang Kejora]], simbol [[Organisasi Papua Merdeka]], sedangkan Bimantoro tegas tidak menoleransinya.{{fact}} Perbedaan pendapat itulah yang menurut Kepala Badan Hubungan Masyarakat Mabes Polri menjadi awal mula kerenggangan hubungan antara Polri dan Istana.
Pada masa kepemimpinan [[Suroyo Bimantoro]] terjadi polemik kekisruhan di tubuh [[Polri]]. Presiden dan para pendukungnya memang belakangan sukses membujuk parlemen agar menerima pengangkatan Bimantoro, meski dengan syarat.{{fact}} Tetapi belakangan, muncul ironi baru: Presiden mengulangi kekeliruan dengan "memecat" Bimantoro dan mengangkat Jenderal Chaerudin Ismail tanpa persetujuan parlemen.{{fact}} Dan situasi berbalik, Bimantroro menjadi salah satu pion DPR dalam perang politiknya melawan Presiden.{{fact}} Bagaimanapun, masa bulan madu antara Bimantoro dan Presiden memang hanya sebentar. Baru satu bulan menjadi Kapolri, Bimantoro sudah berseberangan pikiran dengan Presiden.{{fact}} Mereka berbeda dalam penanganan gerakan Papua Merdeka. Presiden Abdurrahman memperbolehkan pengibaran [[Bendera Bintang Kejora|Bintang Kejora]], simbol [[Organisasi Papua Merdeka]], sedangkan Bimantoro tegas tidak menoleransinya.{{fact}} Perbedaan pendapat itulah yang menurut Kepala Badan Hubungan Masyarakat Mabes Polri menjadi awal mula kerenggangan hubungan antara Polri dan Istana.
Baris 10: Baris 34:


Pengangkatan Chaerudin memunculkan penolakan 102 jenderal polisi yang tidak menghendaki ada politisasi di tubuh Polri.{{fact}} Masalah Polri ini semakin berlarut-larut.{{fact}} Bertepatan dengan peringatan [[Hari Bhayangkara]], 1 Juli, Presiden mengumumkan pemberhentian Kapolri nonaktif Bimantoro, dan akan menugasi mantan Asisten Operasi Mabes Polri itu sebagai [[Duta Besar]] RI di [[Malaysia]]<ref>[http://www.tempo.co.id/harian/fokus/64/2,1,6,id.html "Bimantoro Non-Aktif, Chairuddin Jadi Wakapolri"]</ref>. Beberapa jam kemudian, lagi-lagi Bimantoro menolak. Situasi Mabes Polri semakin panas, apalagi muncul pernyataan sikap para perwira menengah Polri, meminta Bimantoro ikhlas mundur, ditambah lagi berita akan ditangkapnya Bimantoro karena dianggap telah membangkang terhadap perintah Presiden. Bimantoro tidak goyah, dan memaksa Presiden melakukan langkah lebih dramatis. Pada tanggal [[21 Juli]] [[2001]], dia melantik Chaerudin Ismail resmi sebagai Pejabat Sementara Kapolri, meski dengan bayaran yang mahal. Pelantikan itu memicu krisis politik baru: DPR meminta MPR segera menyelenggarakan [[sidang istimewa]], meski Presiden mengangkat Chaerudin hanya sebagai Pejabat Sementara Kapolri dengan pangkat jenderal penuh bintang empat.{{fact}}
Pengangkatan Chaerudin memunculkan penolakan 102 jenderal polisi yang tidak menghendaki ada politisasi di tubuh Polri.{{fact}} Masalah Polri ini semakin berlarut-larut.{{fact}} Bertepatan dengan peringatan [[Hari Bhayangkara]], 1 Juli, Presiden mengumumkan pemberhentian Kapolri nonaktif Bimantoro, dan akan menugasi mantan Asisten Operasi Mabes Polri itu sebagai [[Duta Besar]] RI di [[Malaysia]]<ref>[http://www.tempo.co.id/harian/fokus/64/2,1,6,id.html "Bimantoro Non-Aktif, Chairuddin Jadi Wakapolri"]</ref>. Beberapa jam kemudian, lagi-lagi Bimantoro menolak. Situasi Mabes Polri semakin panas, apalagi muncul pernyataan sikap para perwira menengah Polri, meminta Bimantoro ikhlas mundur, ditambah lagi berita akan ditangkapnya Bimantoro karena dianggap telah membangkang terhadap perintah Presiden. Bimantoro tidak goyah, dan memaksa Presiden melakukan langkah lebih dramatis. Pada tanggal [[21 Juli]] [[2001]], dia melantik Chaerudin Ismail resmi sebagai Pejabat Sementara Kapolri, meski dengan bayaran yang mahal. Pelantikan itu memicu krisis politik baru: DPR meminta MPR segera menyelenggarakan [[sidang istimewa]], meski Presiden mengangkat Chaerudin hanya sebagai Pejabat Sementara Kapolri dengan pangkat jenderal penuh bintang empat.{{fact}}

==Referensi==
{{reflist}}


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
* [[Kepolisian Republik Indonesia]]
* [[Kepolisian Republik Indonesia]]
* [[Abdurrahman Wahid]]
* [[Abdurrahman Wahid]]

==Rujukan==
{{reflist}}


{{kotak mulai}}
{{kotak mulai}}
{{s-pol}}
{{kotak suksesi|jabatan=[[Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia]]|pendahulu=[[Surojo Bimantoro]]|pengganti=[[Da'i Bachtiar]]|tahun=2000–2001}}
{{kotak suksesi|jabatan=[[Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia]]|pendahulu=[[Surojo Bimantoro]]|pengganti=[[Da'i Bachtiar]]|tahun=2000–2001}}
{{kotak selesai}}
{{kotak selesai}}

{{indo-bio-stub}}


{{DEFAULTSORT:Ismail, Chairuddin}}
{{DEFAULTSORT:Ismail, Chairuddin}}

Revisi per 14 Oktober 2015 01.24

Chairuddin Ismail
Berkas:Cismail.gif
[[Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia]] 16
Masa jabatan
23 September 2000 – 21 Juli 2001
PresidenAbdurrahman Wahid
Informasi pribadi
Lahir1 November 1946 (umur 77)
Indonesia Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Jenderal Polisi (Purn.) Chairudin Ismail adalah Kapolri yang menggantikan Jenderal Suroyo Bimantoro, dan pernah menjadi tim sukses pasangan capres JK-Wiranto.

Pada masa kepemimpinan Suroyo Bimantoro terjadi polemik kekisruhan di tubuh Polri. Presiden dan para pendukungnya memang belakangan sukses membujuk parlemen agar menerima pengangkatan Bimantoro, meski dengan syarat.[butuh rujukan] Tetapi belakangan, muncul ironi baru: Presiden mengulangi kekeliruan dengan "memecat" Bimantoro dan mengangkat Jenderal Chaerudin Ismail tanpa persetujuan parlemen.[butuh rujukan] Dan situasi berbalik, Bimantroro menjadi salah satu pion DPR dalam perang politiknya melawan Presiden.[butuh rujukan] Bagaimanapun, masa bulan madu antara Bimantoro dan Presiden memang hanya sebentar. Baru satu bulan menjadi Kapolri, Bimantoro sudah berseberangan pikiran dengan Presiden.[butuh rujukan] Mereka berbeda dalam penanganan gerakan Papua Merdeka. Presiden Abdurrahman memperbolehkan pengibaran Bintang Kejora, simbol Organisasi Papua Merdeka, sedangkan Bimantoro tegas tidak menoleransinya.[butuh rujukan] Perbedaan pendapat itulah yang menurut Kepala Badan Hubungan Masyarakat Mabes Polri menjadi awal mula kerenggangan hubungan antara Polri dan Istana.

Hubungan baik tidak dapat diraih, keretakan semakin bertambah, dan Bimantoro semakin tidak populer di mata Presiden.[butuh rujukan] Kasus penangkapan dua eksekutif perusahaan asuransi berkebangsaan Kanada yang diduga terlibat dalam pembelian saham ganda menjalar menjadi persoalan diplomatik Indonesia-Kanada.[butuh rujukan] Lewat Menteri Luar Negeri Alwi Shihab, Presiden gagal menghentikan persoalan ini di polisi.[butuh rujukan] Penuntutan kasus itu baru bisa dihentikan setelah Jaksa Agung Marzuki Darusman ikut turun tangan.[butuh rujukan] Seiring dengan memanasnya suhu politik nasional, ketika DPR menelorkan Memorandum II pada Mei lalu, lagi-lagi polisi dituding tidak bersikap adil oleh Presiden.[butuh rujukan] Polisi, misalnya, dituding terlalu ketat melakukan razia terhadap para pendukung Presiden yang hadir ke Jakarta untuk mengikuti "doa politik" mempertahankan Abdurrahman Wahid, sementara mereka membiarkan demonstran yang membawa pedang ke Istana.[butuh rujukan] Puncak ketegangan hubungan Presiden dengan Kapolri terjadi menyusul penanganan demonstrasi para pendukung Abdurrahman Wahid di Pasuruan, Jawa Timur, Juni lalu.[butuh rujukan] Dalam insiden itu, jatuh satu pendukung Presiden, tewas diterjang peluru aparat[butuh rujukan]. Presiden marah besar. Ia menuduh polisi tidak proporsional menembak orang yang, kata dia, sedang berada di warung makan.

Pada awal Juni itu, hampir bersamaan waktu dengan pergantian lima menteri dan Jaksa Agung, Presiden meminta Bimantoro mengundurkan diri.[butuh rujukan] Namun, Bimantoro menolak.[butuh rujukan] Pada tanggal 2 Juni 2001, Presiden melantik Inspektur Jenderal Chaerudin Ismail sebagai Wakil Kapolri[1]. Yang menarik, jabatan Wakil Kapolri ini sebenarnya telah dihapuskan oleh Presiden sendiri melalui Keppres No. 54/2001 tertanggal 1 April 2001.[butuh rujukan] Pengangkatan Chaerudin sekaligus merevisi keppres tersebut dengan keluarnya Keppres No. 77 tertanggal 21 Juni[butuh rujukan], yang berlaku surut 1 Juni 2001.[butuh rujukan] Kasus ini telah memuncakkan dualisme dalam tubuh kepolisian dan perseturan Presiden dengan parlemen.[butuh rujukan]

Pengangkatan Chaerudin memunculkan penolakan 102 jenderal polisi yang tidak menghendaki ada politisasi di tubuh Polri.[butuh rujukan] Masalah Polri ini semakin berlarut-larut.[butuh rujukan] Bertepatan dengan peringatan Hari Bhayangkara, 1 Juli, Presiden mengumumkan pemberhentian Kapolri nonaktif Bimantoro, dan akan menugasi mantan Asisten Operasi Mabes Polri itu sebagai Duta Besar RI di Malaysia[2]. Beberapa jam kemudian, lagi-lagi Bimantoro menolak. Situasi Mabes Polri semakin panas, apalagi muncul pernyataan sikap para perwira menengah Polri, meminta Bimantoro ikhlas mundur, ditambah lagi berita akan ditangkapnya Bimantoro karena dianggap telah membangkang terhadap perintah Presiden. Bimantoro tidak goyah, dan memaksa Presiden melakukan langkah lebih dramatis. Pada tanggal 21 Juli 2001, dia melantik Chaerudin Ismail resmi sebagai Pejabat Sementara Kapolri, meski dengan bayaran yang mahal. Pelantikan itu memicu krisis politik baru: DPR meminta MPR segera menyelenggarakan sidang istimewa, meski Presiden mengangkat Chaerudin hanya sebagai Pejabat Sementara Kapolri dengan pangkat jenderal penuh bintang empat.[butuh rujukan]

Referensi

Lihat pula

Jabatan kepolisian
Didahului oleh:
Surojo Bimantoro
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
2000–2001
Diteruskan oleh:
Da'i Bachtiar