Imperfect: A Journey to Self-Acceptance

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Imperfect (buku))
Imperfect: A Journey to Self-Acceptance
Imperfect Sampul Lama
PenyuntingWedha Stratesti
Claudia Von Nasution
PengarangMeira Anastasia
IlustratorJunji Studio (Ilustrasi Isi)
Rahadyan Kukuh (Foto)
Perancang sampulJunji Studio
NegaraIndonesia
BahasaIndonesia
GenreNonfiksi
Self Help
Pengembangan diri
PenerbitGramedia Pustaka Utama
Tanggal terbit
07 Mei 2018
Halaman172 halaman;20 cm
ISBNISBN ISBN 978-602-038-218-0 Invalid ISBN

Imperfect: A Journey to Self-Acceptance adalah Buku nonfiksi yang diterbitkan pada tahun 2018 dan ditulis Meira Anastasia .Meira membagikan pengalaman dirinya yang bangkit dari keterpurukan. Bahwa salah satu cara menerima diri sendiri adalah dengan mencintai diri sendiri.Jadikan dirimu apa yang kamu mau.[1]

Deskripsi[sunting | sunting sumber]

Buku bersampul oranye itu bercerita tentang Meira yang mencurahkan pengalaman hidupnya sebagai istri komedian yang beberapa tahun terakhir ini merangkap sebagai sutradara film Ernest Prakasa. Ernest yang dikenal humoris dan rupawan memiliki akun Instagram untuk mengepos foto-foto dirinya.

Pada suatu ketika, Meira pernah membaca sebuah komentar di akun Instagram suaminya tersebut. Sebuah komentar yang membuatnya sedih dan merasa tidak percaya diri. Komentar itu tertulis, “Ternyata, orang ganteng belum tentu istrinya cantik!”

Bagi sebagian orang, komentar tersebut terlihat biasa-biasa saja. Namun, bisakah setidaknya memikirkan ulang kembali kata-kata yang akan dilontarkan sebelum mengirimkannya? Hal ini jugalah yang jadi salah satu perhatian utama Meira.

“Mungkin nggak sih kalau sebenarnya yang perlu diperbaiki adalah sikap orang yang tega menulis komentar seperti itu, bukan orang yang merasa tersakiti atau sensitif terhadap komentarnya?” (hlm. 11)

Dalam “Imperfect”, Meira membagikan pengalaman dirinya yang bangkit dari keterpurukan. Bahwa salah satu cara menerima diri sendiri adalah dengan mencintai diri sendiri. Jadikan dirimu apa yang kamu mau. Dari situlah Meira mencoba berolahraga dan sempat juga melakukan operasi payudara.

Setelah mencintai diri sendiri, kita pun akan lebih mudah menerima ketidaksempurnaan yang ada dalam diri. Dengan begitu, kita tidak mudah terpengaruh dengan omongan negatif atau gunjingan orang lain terutama mereka yang tidak begitu kita kenal di media sosial.

“Setelah aku berani untuk mengakuinya, ketidaksempurnaanku akhirnya menjadi sempurna.” (hlm. 128)

Pada bagian akhir buku, Meira yang dulunya memiliki berat badan di atas normal memberikan cara-cara dirinya menurunkan berat badan melalui “Workout Tutorial” lengkap dengan pengertian istilah dan jenis-jenis programnya. Meira juga menyertakan foto gerakan-gerakannya sehingga mudah untuk ditiru.[2][3]

Adaptasi Film[sunting | sunting sumber]

Ide dalam buku “Imperfect” kemudian dituangkan ke dalam film dengan judul yang sama walaupun dengan cerita yang berbeda. Film yang kemudian diberi judul “Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan" itu digarap oleh Ernest Prakasa.

Film “Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan” dibintangi oleh Jessica Mila dan Reza Rahadian. Konon, Jessica Mila harus menambah berat badannya hingga 10 kilogram untuk perannya dalam film.

Alasan kenapa Imperfect diadaptasi menjadi sebuah film, Meira menjawab bahwa isu yang diangkat di sini memang sudah harus segera disebarluaskan. Menurut Meira, film adalah salah satu medium yang bisa diterima untuk menyampaikan pesan semacam ini ketimbang seminar yang akan lebih mudah dilupakan oleh pesertanya.

Meira juga menyebutkan bahwa di dalam filmnya nanti ceritanya bukan tentang dia—berbeda dengan bukunya yang berkisah tentang dirinya sendiri. Namun, pesan yang akan disampaikan sama.Baik lewat buku atau film, Meira sama-sama bersuara tentang body shaming yang kini semakin banyak terjadi. Meira berharap, teman-teman yang sudah membaca Imperfect dapat juga menikmati filmnya.

[4]

Adaptasi Seri Web[sunting | sunting sumber]

Setelah sukses dengan film Imperfect yang meraih 2.6 juta penonton, penulis dan sutradara Ernest Prakasa telah menggarap cerita kelanjutannya berupa seri khusus atau spin off yang menceritakan kelanjutan kisah anggota genk kosan di film sebelumnya itu.

Keberhasilan "geng kosan" dalam memerankan karakternya di film Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan membuat Ernest Prakasa selaku sutradara tertarik membuatkan spin-off untuk mereka.[5] Ernest akan bertindak selaku produser didampingi dengan Chand Parwez Servia, produser di setiap film yang Ernest sutradarai.[6]


Serial Imperfect ini bakal berfokus ke empat tokoh kocak yang sukses menarik perhatian penonton di film Imperfect (2019). Mereka adalah Kiki Saputri, Aci Resti, Neneng Wulandari dan Zsa Zsa Utari.

Seri ini sudah melewati proses persiapan pra produksinya.Proses persiapan pra produksi untuk serial Imperfect dilakukan secara online sejak Maret 2020.Selama proses itu, Ernest mengaku tetap menjalankan protokol kesehatan pra produksi agar tidak mencederai pemain dan kru filmnya.

Seri ini memulai syuting pada 05 September 2020 disutradarai oleh Naya Anindita.

[7]

Buku Edisi Sampul Film[sunting | sunting sumber]

Imperfect: A Journey to Self-Acceptance
Imperfect Sampul Film
PenyuntingWedha Stratesti
Claudia Von Nasution
PengarangMeira Anastasia
IlustratorJunji Studio (Ilustrasi isi)
Puty Puar (Comic Strip)
Rahadyan Kukuh (Foto)
Perancang sampulThovfa EndOneStuff (Poster Film)
NegaraIndonesia
BahasaIndonesia
GenreNonfiksi
Self Help
Pengembangan diri
PenerbitGramedia Pustaka Utama
Tanggal terbit
02 Desember 2019
Halaman216 Halaman;20 cm
ISBNISBN ISBN 978-602-063-667-2 Invalid ISBN

Memeriahkan rilisnya film “Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan”, Meira dan penerbit Gramedia Pustaka Utama memutuskan untuk menerbitkan edisi spesial “Imperfect” sampul film. Dalam edisi spesial ini, Meira menambahkan catatan berbentuk surat dari para perempuan yang berkontribusi di film “Imperfect”, juga komik strip yang segar dan menggelikan.[8]

Kutipan[sunting | sunting sumber]

  • Melalui buku ini, aku ingin mengajakmu bersama-sama belajar menghargai, mencintai, menerima, dan berdamai dengan tubuhmu. (Halaman 8)
  • Komentar – komentar yang katanya “cuma main-main” atau “namanya juga bercanda” Itu, sebenarnya bisa menjadi sangat menyakitkan untuk si penerima. Dan dengan tingkat insecurity yang akut, orang itu bisa jadi sangat menyakahkan dirinya sendiri. (halaman 12)
  • Namun, itulah kenyataannya. Ketika seseorang sudah sering mendengar komentar negatif terhadap tubuhnya sejak kecil, apalagi kalau terjadi di lingkungan terdekatnya, kemungkinan besar dianakan terus mengingat penilaian itu hingga dewasa. Lama kelamaan, perasaan itu bisa membuat seseorang menjadi membenci (halaman 13)
  • Dan, yang lebih penting untuk diingat: Ada banyak hal yang bisa kita bicarakan selain penampilan fisik. (halaman 16)
  • Karena kita sendiri pasti lebih senang kalau diberi komentar positif. Makanya, yuk kita coba praktikkan ke orang lain. (halaman 17)
  • Ternyata, aku bukannya terlalu sensitif. Ternyata, memang nggak enak kok jadi korban komentar-komentar negatif seperti itu. (halaman 18)
  • Jadi ingin pakai earplugs setiap kali ada acara keluarga. Padahal, seharusnya hari raya dan kumpul keluarga jadi waktu yang membuat senang karena bisa berkangen-kangenan. Senenarnya ada banyak banget topik selain fisik yang bisa dibahas, kalau memang niat nyari topik ya. (halaman 23)
  • Aku harus mengubah mindset bahwa makanan bukanlah reward. Makan apapun diperlukan, bukan makan apa pun kapan pun aku mau. Karena itu nggak sehat juga. (halaman 30)
  • Dan yang paling penting, berubahlah karena kamu merasa perubahan itu akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik lagi daripada sebelumnya. Bukan HANYA karena apa yang pikirkan tentangmu. Atau karena orang lain yang memintamu berubah. (halaman 32)
  • “berubahlah untuk dirimu sendiri, bukan untuk orang lain.” Karena orang lain juga bisa berubah, untuk dirinya sendiri, tanpa memikirkan perasaanmu (halaman 37)
  • Kadang-kadang kita perlu jatuh dulu untuk bisa bangkit, berdiri, dan berlari lebih jauh. (halaman 38)
  • Daripada kita stress memikirkan “kenapa ya kita udah baik sama orang lain, tapi mereka kok malah mengecewakan kita,” mendingan kita belajar mengatur ekspektasi dan tidak terlalu memikirkan perlakuan buruk mereka terhadap kita. (halaman 39)
  • Intinya : Apa pun yang dikatakan atau dilakukan orang kepada kita, jangan terlalu dimasukkan ke hati. (halaman 39)
  • Aku merasa kalau kita nggak nyakitin orang lain, orang lain juga nggak akan nyakitin kita. Tapi ternyata… Kita tidak bisa mengatur orang, berharap orang tidak menyakiti kita. (halaman 40)
  • Nggak perlu melakukan hal-hal luar biasa. Bisa menyebarkan hal positif dan memberikan semangat pada orang-orang terdekat, juga merupakan hal mulia. Kadang-kadang, orang hanya butuh diberikan semangat dan diingatkan kalau ada orang yang mencintai mereka di dunia ini. Mmeberikan semangat pada orang yang membutuhkan, bisa menyelamatkan mereka dari hal-hal yang tidak diinginkan. (halaman 44)
  • Kita tidak pernah tahu kalau sebuah pelukan atau bahkan sesimpel senyuman bisa membuat seseorang menjadi bahagia dan merasa bahwa kehidupn patut dipertahankan. (halaman 44)
  • Mungkin ini familier, sebanyak apa pun dukungan dari orang-orang sekitarmu tapi kalau bukan kita yang memulai, ya nggak akan bisa. (halaman 45)
  • Pada suatu saat, kita hrus menjadi dewasa, mengambil keputusan yang mungkin salah, tapi menerima konsekuensinya, dan mulai lagi sampai mendapat hasil yang diinginkan. (halaman 45)
  • Itulah gunanya memperbaiki mindset, untuk siapa kita mau berubah. Untuk kebaikan diri kita sendiri atau untuk orang lain? Kalau untuk orang lain, ya capek banget sih pastinya. Karena kita tidak akan pernah bisa menyenangkan semua orang. (halaman 56)
  • Meng-upgrade mindset jauh lebih penting daripada meng-upgrade fisik. Sesempurna apa pun fisik kita, kalau diam-diam mindset kita tetap meragukan dan menjatuhkan diri sendiri, kita akan tetap tersiksa. Sometimes, we are own worst enemy! (halaman 59)
  • “Akuu tidak perlu dibela dengan cara kamu marah-marah sama orang yang sudah membuatku sakit hati. Aku lebih tenang dan nyaman kalau kamu bisa menenangkan ku.” (halaman 73)
  • His hug is my happy place. Always (halama 74)
  • Hidup memang penuh dengan pilhan-pilihan sulit yang harus kita ambil. Tapi sebelumnya, lakukan riset dengan seksama dan ketahui apa saja konsekuensinya. Jangan sampai ada penyesalan, karena kamu yang paling tahu pa yang bisa membuat hidupmu menjadi lebih baik. I’m not going to judge! I was is tha same position too. I know that feeling. I know that struggle! But, never ( i repeat) never, change yourself to plaase other people. (halaman 79)
  • Perjuanganku adalah berdamai dan menerima diriku sendiri. Dan perjuangan orang lain mungkin berbeda denganku. Pelajarannya, nggak semua masalah bisa dilihat di permukaan. Ada masalah-masalah yang nggak kelihatan, tapi juga berdampak sangat buruk terhadap diri kita. Salah satunya ya itu, membenci diri sendiri. (halaman 85)
  • Ada kerjaannya traveling melulu. Nggak pernah diam di rumah, location tagging-nya ganti-ganti terus, foto di kursi pesawat bussiness class, padahal kerjaannya nulis-nulis di blog #dreamjob (halaman 86)
  • Ingat saja, kalau dibalik kesempurnaan yang terlihat, mereka juga manusia yang pasti punya kelemahan. Kalaupun mereka nggak share itu, ya nggak apa-apa karena itu hak masing-masing. Yang penting kita bisa mengatur agar nggak langsung membandingkan dengan diri sendiri dan nggak menelan bulat-bulat apa pun yang dilihat di media sosial. (halaman 89)
  • Di balik semua yang terlihat menyenangkan, selalu ada perjuangannya. (halaman 90)
  • Kadang-kadang, kalau kita terlalu berkutat dengan media sosial, kita jadi lebih susah bersyukur kerena lebih sering membandingkan apa yang kita punya dengan apa yang orang lain punya. LIFE IS MORE THAN WHAT WE SEE THE SCREEN! (halaman 91)
  • Anyway, kadang-kadang proses itu nggak kelihatan. Karena proses nggak seksi, nggak seru, dan nggak bikin orang berdecak kagum. Proses biasanya lambat, pelan, bertahap, dan kadang-kadang maju kadang-kadang mundur. (halaman 93)
  • Healthier = happier! Aku sangat percaya kalau olahraga bisa mebuat kita lebih bahagia. Karena berkeringat dan olahraga membuat tubuh kita memproduksi endorfin. Ini akan mebuat kita lebih percaya sama diri kita sendiri, kalau kita bisa mencapai goal tertentu yang tadinya nggak pernah terpikirkan bisa kita capai. (halaman 100)
  • Mendingn kita kasih wkatu tubuh kita untuk berubah dengan proses. Kalau bukan kita yang menyayangi tubuh kita, siapa lagi dong? Kita berencana memakai tubuh kita sampai waktu yang lama, kan? Jadi, mendingan kita rawat, kita sayang-sayang, biar tubuh juga sayang sama kita. Jangan tiba-tiba menyerah dengan cara yang nggak benar. Don’t punish your own body! (halaman 104)
  • Jadikan olahraga seperti seorang sahabat baik, yang selalu ada untuk kita, dan mengajarkan kita untuk berpikiran positif sehingga selalu bisa memberikan tantangan baru yang seru dan membantu kita bertumbuh menjadi manusia yang lebih kuat dan lebih baik lagi. (halaman 108)
  • Aku nggak mau menilai orang dari luarnya saja, karena ternyata nggak enak banget diperlakukan seperi itu. (halaman 116)
  • Mari belajar berempati (lagi) sebelum kita mengeluarkan komentar tentang penampilan fisik orang lain. (halaman 108)
  • Setelah aku berani mengakuinya, ketidaksempurnaanku akhirnya menjadi sempurna. (halaman 128)
  • Kita nggak bisa memuaskan semua orang. Jadi aku memilih fokus pada mereka yang mau menerima aku apa adanya dan pada mereka yang memilih untuk memakai kacamata positifnya. Karena hidup ini sudah terlalu berat untuk ditambah dengan segala macam kenegatifan. (halaman 128)

[9]

Referensi[sunting | sunting sumber]