Ijtima Ulama III

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ijtima Ulama III digelar pada tanggal 1 Mei 2019 di Hotel Lor In, Sentul, Jawa Barat untuk memberikan rekomendasi terkait penyelenggaraan pemilihan umum Presiden Indonesia 2019.[1] Itjima ini dihadiri oleh para ulama pendukung calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto,[2][3] dan Prabowo sendiri hadir dalam acara ini,[4] meskipun calon wakilnya, Sandiaga Uno, mengaku bahwa ia tidak diundang.[5]

Ijtima ini mengeluarkan lima rekomendasi:[6]

1. Menyimpulkan bahwa telah terjadi berbagai kecurangan dan kejahatan bersifat terstruktur, sistematis, dan masif dalam proses penyelenggaraan Pemilu 2019.

2. Mendorong dan meminta BPN Prabowo-Sandi untuk mengajukan keberatan melalui mekanisme legal, prosedural, tentang terjadinya kejadian berbagai kecurangan, kejahatan yang terstruktur, sistematis, masif dalam proses pilpres 2019.

3. Mendesak KPU dan Bawaslu untuk memutuskan membatalkan atau mendiskualifikasi pasangan calon capres-cawapres 01.

4. Mengajak umat dan seluruh anak bangsa untuk mengawal, dan mendampingi perjuangan penegakan hukum dengan cara syar'i dan legal konstitusional dalam melawan kecurangan, dan kejahatan, serta ketidakadilan, termasuk perjuangan pembatalan/diskualifikasi paslon capres-cawapres 01 yang ikut melakukan kecurangan dan kejahatan dalam pilpres 2019.

5. Memutuskan bahwa melawan kecurangan dan kejahatan serta ketidakadilan kecurangan merupakan amar makruf nahi mungkar serta konstitusional dan sah secara hukum dengan menjaga keutuhan NKRI dan kedaulatan rakyat.

Ijtima ini sendiri dikritik oleh Wakil Pengurus Besar Nahdatul Ulama Imam Patuduh karena dianggap cenderung provokatif, sementara Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Kerukunan Umar Beragama Yusnar Yunus mengatakan bahwa ijtima ini tidak tepat karena belum ada keputusan resmi dari Komisi Pemilihan Umum selaku penyelenggara pemilu. Peneliti politik islam di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Wasisto Raharjo Jati, bahkan berpendapat bahwa ijtima ini hanya memolitisasi status ulama dan agama.[7] Sementara itu, terkait dengan tuduhan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) selaku pengawas pemilu mengakui bahwa mereka belum menemukan indikasi kecurangan semacam itu.[8]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Adyatama, Egi (2019-05-01). Amirullah, ed. "Ijtima Ulama Ketiga, Sentul Mulai Dipenuhi Peserta Pertemuan". Tempo.co. Diakses tanggal 2019-05-03. 
  2. ^ "Ijtima Ulama 3 minta KPU 'diskualifikasi Joko Widodo-Ma'ruf Amin'" (dalam bahasa Inggris). 2019-05-01. Diakses tanggal 2019-05-03. 
  3. ^ "Ijtimak Ulama III Tak Undang Ulama yang Sudah Jadi 'Cebong'". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-05-03. 
  4. ^ Adyatama, Egi (2019-05-02). Hantoro, Juli, ed. "Datang ke Ijtima Ulama, Prabowo: Cukup Komprehensif dan Tegas". Tempo.co. Diakses tanggal 2019-05-03. 
  5. ^ "Sandi Mengaku tak Diundang ke Ijtima Ulama III". Republika Online. 2019-05-01. Diakses tanggal 2019-05-03. 
  6. ^ Astuti, Nur Azizah Rizki. "Ijtimak Ulama III Minta Jokowi Didiskualifikasi, Ini Jawaban Bawaslu". detikcom. Diakses tanggal 2019-05-03. 
  7. ^ Prabowo, Haris. "Saat Ijtima Ulama 3 Direspons Negatif NU, Muhammadiyah, hingga MUI". Tirto.id. Diakses tanggal 2019-05-03. 
  8. ^ Meiliana, Diamanty (ed.). "Bawaslu Belum Temukan Indikasi Kecurangan Pemilu Terstruktur, Sistematis, dan Masif". Kompas.com. Diakses tanggal 2019-05-03.