Ideologi penerjemahan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Penerjemahan

Ideologi penerjemahan adalah prinsip atau keyakinan tentang “betul-salah” atau “baik-buruk” dalam penerjemahan, yaitu terjemahan seperti apa yang terbaik bagi pembaca dan terjemahan seperti apa yang cocok dan disukai pembaca.[1]

Dalam pengertian lain, Ideologi penerjemahan adalah suatu keyakinan tentang yang benar dan salah dalam penerjemahan meliputi strategi atau metode yang dilakukan oleh penerjemah yaitu Pengasingan (Foreignizing ideology ) dan Domestikasi (Domestication ideology).[2]

Jenis[sunting | sunting sumber]

Ideologi Pengasingan (Foreignizing Ideology)[sunting | sunting sumber]

Ideologi Pengasingan adalah ideologi penerjemahan yang berorientasi pada Bahasa Sumber (BSu).[2]. Ideologi ini meyakni bahwa penerjemahan yang betul, berterima, dan baik adalah yang sesuai dengan selera dan harapan pembaca, yang menginginkan kehadiran kebudayaan teks sumber atau menganggap kehadiran kebudayaan asing bermanfaat bagi masyarakat.[2].Dalam perwujudannya ideologi ini menggunakan cara transferensi, yaitu menerjemahkan dengan menghadirkan nilai-nilai bahasa sumber.[1].Penerjemahan yang berorientasi pada ideologi ini bertumpu pada konsep makro yaitu tetap mempertahankan istilah-istilah asing.[3] Jika digambarkan melalui Diagram V-Newmark, metode yang digunakan dalam ideologi ini adalah model penerjemahan setia atau penerjemahan semantik.[4]

Ideologi Domestikasi (Domestication Ideology)[sunting | sunting sumber]

Ideologi Domestikasi adalah ideologi penerjemahan yang berorientasi pada Bahasa Sasaran (BSa).[2]. Ideologi ini meyakini bahwa penerjemahan yang betul, berterima, dan baik adalah yang sesuai dengan selera dan harapan pembaca dengan mengubah istilah-istilah asing ke dalam bahasa sasaran.[2] Ada tiga istilah kunci yang dikemukakan oleh penganut ideologi ini yaitu kelancaran,transparansi dan domestikasi.[1] Ideologi jenis ini menginginkan agar terjemahan tidak dirasakan sebagai sebuah terjemahan, tetapi lebih dapat dirasakan sebagai bagian dari tradisi asli bahasa sasaran.[5] Lalu bila digambarkan dalam Diagram-V Newmark, metode yang dipilih biasanya dimulai dari adaptasi, kemudian semakin mendekati bahasa sumber dengan penerjemahan bebas, penerjemahan idiomatik dan yang paling jauh dari Bahasa Sasaran adalah penerjemahan komunikatif.[4]

Ciri[sunting | sunting sumber]

Ideologi Pengasingan[sunting | sunting sumber]

  1. Ideologi penerjemahan ini berorientasi pada bahasa sumber, dimana kehadiran kebudayaan asing bermanfaat bagi masyarakat.[2]
  2. Penerjemah sepenuhnya berada dibawah kendali bahasa sumber dengan menggunakan jenis penerjemahan setia dan penerjemahan semantik.[2]
  3. Tidak menerjemahkan kata-kata asing seperti Mr, Mrs, Mom, Dad dan sejumlah kata asing lainnya dalam penerjemahan dari bahasa inggris dengan alasan sapaan seperti itu tidak asing bagi pembaca.[2]
  4. Bahasa terjemahan juga tetap mempertahankan kata-kata dan ungkapan asing dengan memperlihatkan hubungan yang kuat terhadap budaya asing sebagai pilihan bagi metode pengasingan.[2]
  5. Ideologi pengasingan meliputi jenis-jenis penerjemahan penerjemahan per-kata, penerjemahan harfiah, penerjemahan setia dan penerjemahan semantik.[2]
  6. Ideologi ini menggunakan kata-kata istilah dan ungkapan yang meminjam bahasa sumber.[2]

Ideologi Domestikasi[sunting | sunting sumber]

  1. Ideologi penerjemahan berorientasi pada bahasa sasaran dan sesuai dengan kebudayaan masyarakat.[2]
  2. Penerjemah menentukan apa yang diperlukan agar terjemahannya tidak dirasakan sebagai karya asing.[2]
  3. Metode yang dipakai adalah adaptasi, penerjemahan idiomatik, dan penerjemahan komunikatif.[2]
  4. Kata-kata asing seperti Mr, Mrs, Mom, Dad diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.[2]
  5. Penerjemah berusaha memperkenalkan budaya Indonesia pada dunia luar.[2]

Kelebihan dan Kekurangan Ideologi Pengasingan[sunting | sunting sumber]

Kelebihan[sunting | sunting sumber]

  • Pembaca teks bahasa sasaran bisa memahami budaya bahasa sumber.[2]
  • Teks terjemahan bisa menghadirkan nuansa budaya bahasa sumber.[2]
  • Memungkinkan terjadinya pemahaman budaya.[2]

Kekurangan[sunting | sunting sumber]

  • Pembaca teks sasaran mungkin merasa asing dengan beberapa istilah.[2]
  • Teks bahasa sasaran kadang terasa kompleks dan tidak natural dalam penggunaan bahasanya.[2]
  • Aspek-aspek negative budaya dalam bahasa sumber bisa mudah masuk dan berpengaruh pada pembaca.[2]

Kelebihan dan Kekurangan Ideologi Domestikasi[sunting | sunting sumber]

Kelebihan[sunting | sunting sumber]

  • Pembaca teks bahasa sasaran bisa memahami teks terjemahan dengan mudah.[2]
  • Teks terjemahan terasa natural dan komunikatif.[2]
  • Memungkinkan terjadinya asimilasi budaya.[2]

Kekurangan[sunting | sunting sumber]

  • Aspek-aspek budaya dalam bahasa sumber sering kali pudar.[2]
  • Pembaca teks sasaran tidak bisa memberikan interpretasi terhadap teks, dilakukan oleh penerjemah.[2]
  • Pembaca teks bahasa sasaran tidak mendapatkan pengetahuan budaya bahasa sumber.[2]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c Hoed, Beny. 2006. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Jaya
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab Kardimin. 2013. Pintar Menerjemahkan Wawasan Teoritik dan Praktik.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
  3. ^ Venuti, L.1995.The Transalator’s Invisibility. A History of Translation. London/New York: Routledge
  4. ^ a b Newmark. Peter. 1981. Approaches to Translation. Oxford: Permagon Press
  5. ^ Nida,E.A. dan Ch.R.Taber.1974(1969). The Teory and Practice of Translation. Helps for Translators. Den Haag: Brill