Ibnul Jauzi
Ibnul Jauzi | |
---|---|
Gelar | Al-Imam, Al-Hafizh |
Kun-yah | Abul Faraj |
Nama | Abdurrahman |
Nasab | bin Ali bin Muhammad bin Ubaidullah bin Abdullah bin Hammadi bin Ahmad bin Muhammad bin Ja`far bin Abdullah bin al-Qasim bin an-Nadr bin al-Qasim bin Muhammad bin Abdullah bin al-Faqih Abdurahman bin al-Faqih al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakr Ash Shiddiq. |
Nisbah | Al-Baghdadi |
Etnis | Arab |
Zaman | Zaman keemasan Islam |
Wilayah aktif | Irak |
Jabatan | Pengajar |
Firkah | Sunni, Hanabilah |
Mazhab Fikih | Hambali |
Minat utama | Sejarah · tafsir · hadis · fikih |
Karya yang terkenal | Maudluat Kubra · Talbis Iblis · Minhajul Qashidin |
Dipengaruhi oleh | |
Mempengaruhi |
Ibnul Jauzi atau Abu al-Faraj ibn al-Jauzi (508 H-597 H) adalah seorang ahli fikih, sejarawan, ahli tata bahasa, ahli tafsir, pendakwah, dan syekh yang merupakan tokoh penting dalam berdirinya kota Baghdad dan pedakwah mazhab Hambali yang terkemuka di masanya. Garis keturunan (nasab) keluarganya apabila ditelusuri akan mencapai kepada sahabat nabi Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Nasab
[sunting | sunting sumber]Ibnul Jauzi lahir di distrik Darb Habib di Bagdad. Terdapat perbedaan pendapat antara para ulama mengenai tahun kelahirannya. Dua pendapat umum mengenai kelahirannya adalah pada tahun 508 Hijriyah atau pada tahun 510 Hijriyah. Pendapat yang kuat adalah bahwa ia lahir pada tahun 1114 Masehi. Pendapat ini kuat karena informasinya diperoleh langsung dari cucunya.[1]
Nama lengkapnya adalah Jamaluddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Ubaidillah bin Abdulllah. Nasabnya bersambung hingga ke Abu Bakar Ash-Shiddiq. Penisbatan "Al-Jauzi" diberikan kepadanya dan keluarganya mulai dari kakeknya. Ini diberikan karena hanya di rumahnya yang memiliki pohon pala (bahasa Arab: Al-Jauzah) di Wasith.[2]
Pengasuhan
[sunting | sunting sumber]Ibnul Jauzi merupakan anak yatim piatu. Ayahnya wafat ketika ia masih berusia 3 tahun. Sedangkan ibunya tidak dapat memberikan pengasuhan yang baik kepadanya karena suatu alasan. Pengasuhannya kemudian diambil alih oleh saudara perempuan ayahnya. Bibinya dikenal sebagai wanita salehah. Dalam pengasuhan bibinya, Ibnul Jauzi hidup di lingkungan yang baik dan selalu menjaga kehormatan diri. Dalam pengasuhan bibinya, Ibnul Jauzi diberikan pendidikan sejak usia dini. Ibnul Jauzi dibawa untuk belajar ilmu hadits kepada para syaikh. Gurunya bernama Muhammad bin Nashir.[3]
Semasa kecil, Ibnul Jauzi dikenal sebagai penyendiri. Ia tidak bergaul dengan anak-anak yang sebaya dengan usianya. Pada usia 6 tahun, ia mulai rutin ke perpustakaan dan bergaul dengan anak-anak yang usianya lebih tua dibadingkan dirinya.[3]
Perjalanan dakwah
[sunting | sunting sumber]Ibnul Jauzi menempuh pendidikan agama secara tradisional dan menempuh karier sebagai pengajar yang kemudian pada tahun 1161 M berhasil menjadi pengajar di dua perguruan tinggi agama. Ibnul Jauzi menjadi ulama yang terkemuka khususnya pada ilmu hadis sehingga ia dijuluki al-Hafizh. Ia adalah seorang penganut mazhab Hambali yang kental dan menjadi motor penggerak atas tersebarnya mazhab tersebut. Ia adalah seorang penceramah yang dikenal dan kotbahnya bersifat konservatif, terutama dalam pandangannya terhadap pemerintah yang dianggap mendukung kebijakan pemerintah yang berkuasa di Baghdad. Hal ini menyebabkan ia disukai oleh khalifah Abbasiyah, Al-Mustadi (1142-1180 M). Pada tahun 1178-1179 M ia telah menjadi guru besar dari lima perguruan tinggi di ibu kota dan menjadi pendakwah mazhab Hambali terbesar di Baghdad.
Pada dekade 1170-1180 M ia mencapai puncak kekuasaannya. Ia kemudian menjadi jaksa penyelidik setengah resmi, ia tekun mencari doktin-doktrin ajaran yang menyimpang. Dia dikenal sangat kritis dan tegas terhadap aliran mistikus (Sufi) dan Syi'ah. Namun tindakannya yang tegas ini ditentang banyak ulama liberal. Antusiasme terhadap mazhabnya menimbulkan perasaan iri dan cemburu di antara ulama lain.
Perjalanan dakwah Ibnul Jauzi mulai mengalami kemunduran akibat kehilangan teman dekat, pendukung dakwahnya, yang merupakan orang dalam dari lingkaran pejabat pemerintah, yaitu ketika Ibnu Yunus ditahan pada tahun 1194 M. Pada masa pemerintahan khalifah yang baru, putera Al-Mustadi, khalifah Nashirudinnillah (1159-1225 M), ia diasingkan ke Wasith, di sana ia tinggal lima tahun. Pada tahun 1199, dia dilepaskan dan dipulangkan ke Baghdad dan meninggal dua tahun kemudian pada usia 87 tahun.[4]
Karya ilmiah
[sunting | sunting sumber]Karya-karya Ibnul Jawzi menunjukan betapa dia mewarisi ajaran mazhab Hambali. Sebagian besar karyanya adalah bertema hagiografi dan tema-tema yang sifatnya mengandung polemik (polemical nature). Bidang ketertarikannya secara khusus adalah penilitian kritis dan mendalam terhadap aliran mistisme (tasawuf), dan menyatakan bahwa para mistikus (sufi) sejati seharusnya adalah mereka yang cara hidupnya mencocoki para sahabat nabi. Karya tulisnya disebutkan hingga mencapai 300-an judul[4] dan yang terkenal diantaranya adalah:
- Zad al-Masir, kitab tafsir Al-Qur'an;
- Maudluat Kubra, kitab kumpulan hadis-hadis palsu;
- Talbis Iblis;
- Minhajul Qashidin, sebuah kitab revisi atas kitab Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali;
- Shaidul Khatir.
Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ Jauzi 2020, hlm. 3-4.
- ^ Jauzi 2020, hlm. 3.
- ^ a b Jauzi 2020, hlm. 4.
- ^ a b ABU AMEENAH BILAL PHILIPS. "Ibn Al-Jawzi biographies". Diakses tanggal 1 Agustus 2020.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Jauzi, Ibnul (2020). 70 Dosa Besar yang Dianggap Biasa [Tadzkirah Ulil Bashair]. Jakarta Selatan: Pustaka Azzam. ISBN 978-602-236-362-0.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]http://www.sunnah.org/history/Scholars/ibn_aljawzi.htm Diarsipkan 2020-02-22 di Wayback Machine.
- http://www.goodreads.com/book/show/11059535-talbis-iblis
- Terjemah Shoidul Khotir Ibnul Jauzi Diarsipkan 2014-12-04 di Wayback Machine.