Hukum Titius–Bode

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Hukum Titius–Bode (terkadang hanya disebut hukum Bode) adalah sebuah hipotesis yang menyatakan bahwa benda-benda dalam beberapa sistem orbit, termasuk Tata Surya, mengorbit pada sumbu semi-mayor dalam sebuah fungsi sekuen planet.[1]

Rumus[sunting | sunting sumber]

Sumbu semi-mayor, diwakili , setiap planet dimulai dari yang terdekat Matahari mengikuti besaran di mana sumbu Bumi bernilai 10:

dengan . Selain pada nilai pertama, masing-masing bernilai dua kali sebelumnya.

Terdapat rumus lain:

dengan .

Nilai hasilnya dapat dibagi 10 untuk dikonversi menjadi satuan astronomi (au), menghasilkan rumus:

dengan .

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Angka-angka yang mendekati hukum Titius-Bode pertama kali ditemukan dalam The Elements of Astronomy oleh David Gregory yang diterbitkan pada tahun 1715. Dia menyatakan bahwa jika jarak Bumi dari Matahari dibagi menjadi sepuluh bagian yang sama, akan didapati jarak Merkurius sekitar empat, Venus tujuh, Mars lima belas, Jupiter lima puluh dua, dan Saturnus sembilan puluh lima.[2] Pola ini diadaptasi oleh beberapa orang seperti Christian Wolff, seorang filsuf, dan dua astronomer Jerman, Johan Daniel Titius dan Johann Elert Bode dalam tulisan berbeda dalam masa yang berbeda pula.[3]

Pada tahun 1764, Charles Bonnet menuliskan dalam karyanya Contemplation de la Nature bahwa, "Kita tahu tujuh belas planet yang masuk ke dalam susunan tata surya kita [yaitu, planet-planet besar dan satelitnya]; tetapi kita tidak yakin tidak ada lagi planet yang lain." Pada tahun 1766,[4] Titius menerjemahkan tulisan berbahasa Prancis tersebut ke bahasa Jerman dan menambahkan dua paragraf baru.[5]

Kutipan paragraf tambahan Titius:[5]

Perhatikan jarak satu planet ke planet lain, dan ketahuilah bahwa hampir semua terpisah satu sama lain dalam proporsi yang sesuai dengan besaran tubuhnya. Bagilah jarak dari Matahari ke Saturnus menjadi 100 bagian; kemudian Merkurius dipisahkan oleh empat bagian ke Matahari, Venus 4 + 3 = 7 bagian tersebut, Bumi 4 + 6 = 10, Mars 4 + 12 = 16. Namun, perhatikan bahwa dari Mars ke Jupiter terjadi penyimpangan dari perkiraan yang begitu tepat ini. Dari Mars, terdapat ruang 4 + 24 = 28 bagian, tetapi sejauh ini tidak ada planet yang terlihat di sana. Namun, apakah ruang tersebut dibiarkan kosong? Tidak sama sekali. Oleh karena itu, mari kita asumsikan bahwa di ruang ini terdapat satelit Mars yang masih belum ditemukan, kita tambahkan juga kemungkinan bahwa Jupiter masih memiliki beberapa satelit yang lebih kecil di sekitarnya yang belum terlihat oleh teleskop. Setelah ruang yang belum dijelajahi tersebut, gaya tarik Jupiter muncul pada 4 + 48 = 52 bagian; dan Saturnus pada 4 + 96 = 100 bagian.

Pada tahun 1768, di usia sembilan belas tahun, Bode menerbitkan edisi kedua ringkasan astronomi Anleitung zur Kenntniss des gestirnten Himmels "Panduan untuk Mengenal Langit Berbintang". Bode menemukan hubungan yang dicetuskan oleh Titius dan memasukkannya sebagai catatan kaki dalam teksnya:[5]

Poin terakhir ini tampaknya mengikuti hubungan menakjubkan yang terlihat pada jarak enam planet dari Matahari. Jika jarak Matahari ke Saturnus dimisalkan 100 bagian, maka Merkurius dipisahkan oleh 4 bagian seperti itu ke Matahari. Venus terpisah 4+3=7. Bumi 4+6=10. Mars 4+12=16. Sekarang muncul celah dalam prediksi yang begitu teratur ini. Setelah Mars, selanjutnya ada ruang 4+ 24=28 bagian, di mana belum ada planet yang terlihat. Dapatkah kita percaya bahwa Pendiri alam semesta telah mengosongkan ruang ini? Tentu tidak. Dari sini kita sampai pada jarak Jupiter sebesar 4+48=52 bagian, dan akhirnya ke jarak Saturnus sebesar 4+96 = 100 bagian.

Ketika pertama kali diterbitkan, hukum tersebut hampir dipenuhi oleh semua planet yang dikenal saat itu, dari Merkurius sampai Saturnus, dengan celah antara Mars dan Jupiter. Pada tahun 1781, penemuan planet baru Uranus yang berjarak sesuai prediksi menjadikan Hukum Bode kemudian diterima secara luas. Berdasarkan penemuan ini, Bode mendesak pencarian planet kelima di antara Mars dan Jupiter. Pada celah tersebut kemudian ditemukan Ceres, asteroid terbesar di Tata Surya, di tahun 1801. Namun, penemuan planet Neptunus pada 1846 menunjukkan ketidakakuratan prediksi Bode.[6] Penemuan sejumlah besar asteroid di daerah yang kemudian disebut sabuk asteroid juga menyebabkan Ceres tidak lagi disebut planet.[7]

Penjelasan teoretis[sunting | sunting sumber]

Tidak ada penjelasan teoretis yang kuat yang mendasari hukum Titius-Bode, tetapi ada kemungkinan bahwa dengan kombinasi resonansi orbit dan kekurangan derajat kebebasan, sistem planet yang stabil memiliki kemungkinan tinggi untuk memenuhi hubungan yang diprediksi hukum Titius-Bode.[8] Karena hal ini mungkin kebetulan matematis dan bukan "hukum alam", kadang-kadang ia disebut sebagai aturan, bukan "hukum".[9] Astrofisikawan Alan Boss menyatakan bahwa ini hanya kebetulan,[10] dan jurnal ilmu keplanetan Icarus tidak lagi menerima tulisan ilmiah yang mencoba memberikan versi lain "hukum" tersebut.[11] Data dari sistem eksoplanet juga tidak menunjukkan berlakunya aturan ini di sistem planet lain.[12]

Data[sunting | sunting sumber]

Hukum Titius–Bode memprediksi jarak setiap objek dalam satuan astronomi. Di bawah ini, jarak prediksi dibandingkan dengan jarak beberapa planet dan planet katai sebenarnya.[13]

Grafik delapan planet, Pluto, dan Ceres dibandingkan dengan sepuluh jarak objek pertama hasil prediksi.
Planet Jarak prediksi (AU) Jarak sebenarnya (AU)
Merkurius 0.4 0.39
Venus 0.7 0.72
Earth 1.0 1.00
Mars 1.6 1.52
Asteroid 2.8 2.77
Jupiter 5.2 5.20
Saturnus 10.0 9.54
Uranus 19.6 19.19
Neptunus 38.8 30.07
Pluto 77.2 39.52

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Dawn: Where Should the Planets Be? The Law of Proportionalities". Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 March 2016. Diakses tanggal 16 March 2018. 
  2. ^ Gregory, David (Savilian Professor at Oxford) (1715). The Elements of Astronomy, Physical and Geometrical (dalam bahasa Inggris). J. Nicholson. hlm. 2. 
  3. ^ Yamani, Avivah (2017-08-20). "Jejak Asteroid dari Masa ke Masa: Sabuk Asteroid". langitselatan. Diakses tanggal 11 Oktober 2020. 
  4. ^ Nieto, M. M. (1970). "Conclusions about the Titius Bode Law of Planetary Distances". Astronomy and Astrophysics. 8: 105. 
  5. ^ a b c Linsky, Jeffrey L.; Serio, Salvatore (2012-12-06). Physics of Solar and Stellar Coronae: G.S. Vaiana Memorial Symposium: Proceedings of a Conference of the International Astronomical Union, Held in Palermo, Italy, 22–26 June, 1992 (dalam bahasa Inggris). Springer Science & Business Media. hlm. 38–39. ISBN 978-94-011-1964-1. 
  6. ^ "Titius-Bode Rule". www.spaceacademy.net.au. Diakses tanggal 16 Oktober 2020. 
  7. ^ Woo, Marcus (28 Agustus 2015). "Ceres: The planet that wasn't". www.bbc.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 16 Oktober 2020. Ceres also once enjoyed full membership in the solar system's planetary fraternity. When astronomers discovered it in 1801, it was the only object known between Mars and Jupiter. Its story echoes Pluto's. After astronomers found more bodies in similar orbits - objects that became part of what's now known as the asteroid belt - they reclassified Ceres as an asteroid. 
  8. ^ Scafetta, N. (2014-01-15). "The complex planetary synchronization structure of the solar system". Pattern Recognition in Physics. 2 (1): 5. doi:10.5194/prp-2-1-2014. ISSN 2195-9250. Very likely any stable planetary system may satisfy a Titius–Bode-type relationship due to a combination of orbital resonance and shortage of degrees of freedom. 
  9. ^ Carroll, Bradley W.; Ostlie, Dale A. (2017-09-07). An Introduction to Modern Astrophysics (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. 716–717. ISBN 978-1-108-42216-1. 
  10. ^ Ricciarelli, John; October 1. "Is it a coincidence that most of the planets fall within the Titius-B". Astronomy.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 11 Oktober 2020. 
  11. ^ Elsevier. "Guide for authors - Icarus - ISSN 0019-1035". www.elsevier.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 11 Oktober 2020. Icarus does not publish papers that provide "improved" versions of Bode's law, or other numerical relations, without a sound physical basis. 
  12. ^ Huang, Chelsea X.; Bakos, Gáspár Á (2014-07-21). "Testing the Titius-Bode law predictions for Kepler multi-planet systems". Monthly Notices of the Royal Astronomical Society. 442 (1): 14. doi:10.1093/mnras/stu906. ISSN 1365-2966. The Titius-Bode relation as been a recurrent theme in astronomy over the past two centuries. Investigations were all based on our Solar System - lacking other multiplanet systems. It is for the first time that validity of the TB relation can be tested on a statistically meaningful sample – thanks to hundred of multi-planet discoveries made by the Kepler Space mission. 
  13. ^ "A mathematical formulation of Bode's Law". Popular Astronomy. 57: 197. 

Bacaan tambahan[sunting | sunting sumber]