Hokokai

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Himpunan Kebaktian Rakjat (奉公会, Hōkōkai) merupakan perkumpulan yang dibentuk oleh Jepang pada 8 Januari 1944 sebagai pengganti Pusat Tenaga Rakyat. Hokokai awalnya dibentuk di Jawa oleh Panglima Tentara Keenambelas, Jendral Kumakici Harada.[1] Hal ini dilakukan karena Jepang sadar bahwa Poetera lebih bermanfaat bagi perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia dibandingkan membela kepentingan Jepang untuk berperang melawan sekutu.

Hokokai dibentuk berdasarkan model Asosiasi Asistensi untuk Pemerintahan Kekaisaran di Jepang. Berbeda dengan Poetera yang telah didirikan sebelumnya, Hokokai tidak memasukkan unsur pejabat Jepang di dalam organisasinya. Hokokai menghimpun semua pimpinan dari setiap golongan masyarakat baik pribumi maupun kelompok etnis lain seperti Tionghoa, India, dan Arab.[2]

Jawa[sunting | sunting sumber]

Ir. Soekarno merupakan penasihat utama Jawa Hokokai.

Jawa Hokokai merupakan organisasi resmi pemerintah dan berada langsung di bawah pengawasan pejabat Jepang.[3] Tujuan pendirian organisasi ini adalah untuk penghimpunan tenaga rakyat, baik secara lahir ataupun batin sesuai dengan hokosishin (semangat kebaktian). Adapun yang termasuk semangat kebaktian itu di antaranya mengorbankan diri, mempertebal persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bukti. Pemimpin tertinggi perkumpulan ini adalah Gunseikan dan Soekarno menjadi penasihat utamanya. Jawa Hokokai dibentuk sebagai organisasi pusat yang merupakan kumpulan dari Hokokai (奉公会, Hōkōkai, secara literal Himpunan Pengabdi Masyarakat) atau jenis pekerjaan (profesi), antara lain Himpunan Kebaktian Dokter (Jepang: 医師 奉公会, Hepburn: Ishi Hōkōkai, Nihon-shiki: Izi Hôkôkai), Himpunan Kebaktian Pendidik (教育奉公会, Kyōiku Hōkōkai), Organisasi Wanita (婦人会, Fujinkai) dan Pusat Budaya (啓民文化指導所, Keimin Bunka Shidōsho). Perkumpulan ini adalah pelaksana pengerahan atau mobilisasi (penggerakan) barang yang berguna untuk kepentingan perang. Keanggotaan Jawa Hokokai adalah para pemuda yang berusia minimal 14 tahun dan maksimal 22 tahun.[4]

Kegiatan[sunting | sunting sumber]

Jawa Hokokai berasal dari Hoko Seishin (semangat kebangkitan). Kebangkitan yang dimaksud memiliki tiga dasar, yaitu mengorbankan diri, memperkuat persaudaraan, dan melakukan seluruh tugas yang dibebankan oleh Jepang. Tiga hal ini sangat dituntut oleh Jepang karena sudah terdesak dalam peperangan. Adapun tiga kegiatan yang dilakukan oleh Jawa Hokokai adalah sebagai berikut.

  • Melakukan sesuatu dengan ikhlas dan sekuat tenaga untuk mewujudkan kepentingan Jepang.
  • Memimpin rakyat untuk menyumbangkan seluruh tenaga berdasarkan rasa persaudaraan antar sesama bangsa.
  • Memperkokoh pembelaan tanah air.[5]

Selain itu, Jawa Hokokai juga merupakan organisasi pusat dengan unit kegiatan di bidang pembelajaran atau keguruan, organisasi budaya, dan perusahaan. Organisasi ini juga diberi tugas untuk memobilisasi masa dalam rangka mengumpulkan padi, permata, besi tua, dan menanam jarak untuk diserahkan ke Jepang.[3] Pengendalian politik yang dilakukan oleh Jawa Hokokai harus atas sepengetahuan Jepang dan khusus untuk kepentingan Jepang pula.[5]

Setelah Gerakan Tiga A dan Putera dibubarkan, Jepang perlu membentuk organisasi sosial lainnya. Organisasi ini dibutuhkan untuk menguatkan dukungan rakyat pribumi.

Apalagi, pada tahun 1944, Jepang mulai terhimpit dalam perang melawan negara-negara Barat. Sebagai pengganti Gerakan Tiga A dan Putera, Jepang membentuk Jawa Hokokai.

Panglima Tentara ke-16 Jepang, Jenderal Kumaikici Harada membentuk Jawa Hokokai atau Himpunan Kebaktian Jawa pada 8 Januari 1944. Jawa Hokokai dibentuk untuk menumbuhkan persatuan dan semangat rakyat.

Untuk menghadapi perang Jepang, rakyat diharapkan memberi darma baktinya terhadap pemerintah demi kemenangan perang. Kebaktian yang dimaksud yaitu:

1). Mengorbankan diri 2). Mempertebal persaudaraan, dan 3). Melaksanakan suatu tindakan dengan bukti

Berbeda dengan Putera yang digerakkan oleh tokoh pergerakan nasional, Jawa Hokokai benar-benar organisasi resmi pemerintah.

Pimpinan pusat, Gunseikan, dan dipegang oleh orang Jepang. Pimpinan daerah dari daerah syu (dipimpin syukocan), desa (ku dipimpin kuco), hingga tingkat rukun tetangga gumi, dipegang orang Jepang.

Soekarno dan Hasyim Asy'ari hanya berperan sebagai penasihat.

Jawa Hokokai dibentuk sampai rukun tetangga untuk mengorganisasikan 10 hingga 20 keluaga.

Pengerahan tenaga rakyat Program-program Jawa Hokokai yakni:

1). Melaksanakan segala tindakan dengan nyata dan ikhlas demi pemerintah Jepang
2). Memimpin rakyat untuk mengembangkan tenaganya berdasarkan semangat persaudaraan
3). Memperkokoh pembelaan tanah air

Jawa Hokokai terdiri dari hokokai (himpunan kebaktian) sesuai dengan bidang profesi. Ada Kyoiku Hokokai (kebaktian para pendidik guru-guru) dan Izi Hokokai (wadah kebaktian para dokter).

Ada juga anggota istimewa Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan) dan Fujinkai.

Fujinkai adalah organisasi perempuan yang meleburkan seluruh organisasi perempuan Indonesia. Jepang memerlukan organisasi ini sebagai tenaga bantuan untuk mengatasi masalah sosial ekonomi yang buruk pada masa itu.

Fujinkai dipimpin oleh Nyonya Sunarjo Mangunpuspito, tokoh pergerakan nasional. Melalui Fujinkai, diadakan kegiatan sosial di kampung-kampung di dalam kota, antara lain penyuluhan-penyuluhan tentang kesehatan.

Fujinkai juga mengadakan kegiatan bertanam kapas, memintal benang, dan menenun. Pada dasarnya, kegiatan Fujinkai adalah untuk membantu meringankan penderitaan rakyat.

Untuk memenangkan perang Jepang, anggota Jawa Hokokai memang diminta mengerahkan tenaga dan hasil bumi sesuai dengan target yang di tentukan.

Jawa Hokokai hanya berkembang di Pulau Jawa. Di Sumatra, organisasi seperti Jawa Hokokai sulit dibentuk. Hal ini dikarenakan Sumatra punya suku, bahasa, dan adat istiadat, sehingga sulit dibentuk organisasi yang terpusat.

Di luar Jawa, hanya ada organisasi lokal yang di tingkat daerah. Golongan nasionalis di luar Jawa pun tidak mendapatkan wadah.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Djawa Hokoka | Portal Resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta". jakarta.go.id. Diakses tanggal 2020-08-13. [pranala nonaktif permanen]
  2. ^ Zed, Mestika; Amri, Emizal; Edmihardi (2002). Sejarah perjuangan kemerdekaan 1945-1949 di Kota Padang dan sekitarnya. Yayasan Citra Budaya Indonesia. ISBN 978-979-95830-5-5. 
  3. ^ a b S.Pd, Drs Tugiyono Ks , Drs Tri Widiarto, M. Pd , Drs, Henny Dewi Koeswanti, M. Pd , Drs Sunardi, Drs Jono Trimanto, Drs Mirza Fansyuri, Ratna Evy Kristina. Pengetahuan Sosial Sejarah 2. Grasindo. ISBN 978-979-732-383-7. 
  4. ^ Sejarah. Yudhistira Ghalia Indonesia. ISBN 978-979-746-195-9. 
  5. ^ a b ix, untuk smp/mts kelas. Ilmu Pengetahuan Sosial 3. Grasindo. ISBN 978-979-462-882-9.