Hipoglikemia diabetik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Hipoglikemia diabetik adalah komplikasi akut dari penderita diabetes melitus dikarenakan diefisiensi insulin. Hipoglikemia diabetik dimana kondisi menurunnya konsentrasi glukosa darah <70 mg/dl (<4,0 mmol/L) dengan atau tanpa adanya gejala sistem autonom dan neuroglikopenia.[1] Hipoglikemia dapat dialami oleh pasien diabetes melitus tipe 1 maupun pasien diabetes melitus tipe 2.[2] Efek hipoglikemia berpengaruh terhadap sistem saraf, pencernaan dan peredaran darah. Bahkan hipoglikemia dapat terjadi secara akut, tiba-tiba dan dapat mengancam nyawa.

Penyebab hipoglikemia diabetik[sunting | sunting sumber]

Penyebab hipoglikemia diabetik yaitu diabetes melitus, sebuah penyakit gangguan metabolik dengan peningkatan glukosa dalam darah yang diakibatkan menurunya sekresi insulin oleh pankreas. Akibatnya terhadap penderita diabetes melitus yaitu hipoglikemia, hiperglikemia, ketoasidosis diabetik, dehidrasi dan trombosis. Akan tetapi, hipoglikemia dan hiperglikemia yang sering dialami pasien.[1]

Penyebab hipoglikemia diabetik yaitu:[3]

  1. Pankreas melepaskan insulin secara berlebihan.
  2. Konsumsi obat untuk menurunkan kadar gula dengan dosis tinggi biasanya bagi penderita diabetes
  3. Masalah pada kelenjar hipofisa dan adrenal
  4. Terjadi masalah pada pembentukan glukosa di hati

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hipoglikemia pada pasien diabetes tipe 2 yaitu:[4]

  1. Demografi yang berkaitan dengan faktor usia dan jenis kelamin
  2. Konsumsi sulfonylurea dapat meningkatkan resiko hipoglikemia
  3. Tingkat pengetahuan untuk mengenali gejala sehingga akan menunda proses pengobatan
  4. Berat badan
  5. Penurunan fungsi ginjal beresiko hipoglikemia
  6. Riwayat hipoglikemia sebelumnya
  7. Aktivitas fisik atau olahraga
  8. Pola makan yang tidak teratur
  9. Durasi diabetes dapat memicu hipoglikemia

Faktor risiko hipoglikemia diabetik[sunting | sunting sumber]

Pasien dengan intensitas tinggi hipoglikemia memiliki risiko komplikasi jangka panjang hingga kematian, kualitas hidup yang menurun, meningkatkan rasa cemas dan takut, produktifitas dalam bekerja menurun, dan meningkatnya biaya kesehatan (Williams et al, 2012). Hipoglikemia berulang dikarenakan meningkatnya aktifitas fisik yang tidak direncanakan, pola makan yang kurang seimbang, memiliki riwayat diabetes, komplikasi, konsumsi obat antidiabetes sehingga bereaksi terhadap tubuh, perubahan berat badan dikarenakan perubahan produksi insulin.[5]

Ada beberapa faktor risiko hipoglikemia diabetik berdasarkan Kedia (2011) yaitu:[6]

  1. Terjadi risiko utama dalam kesadaran penderita sehingga ada kegagalan untuk mendeteksi hipoglikemia dan akibatnya
  2. Penderita memiliki kecenderungan lambat dalam melakukan tindakan korektif cepat dan menderita lebih parah

Pencegahan risiko hipoglikemia diabetik[sunting | sunting sumber]

Dalam pencegahan risiko hipoglikemia diabetik dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:[1]

  1. Melakukan pemantauan terhadap gula darah secara rutin
  2. Konsumsi kabohidrat sesuai dengan koreksi level gula darah.
  3. Memahami tanda-tanda dan gejala-gejala hipoglikemia.
  4. Meminimalisir proses farmakoterapi agar tidak memicu risiko hipoglikemia akut.
  5. Mempelajari tentang obat-obatan atau insulin terhadap dosis, waktu dan efek yang ditimbulkan.

Pengobatan hipoglikemia diabetik[sunting | sunting sumber]

Pengobatan hipoglikemia dapat disesuaikan dengan tingkat keparahan yang dialami.

  1. Untuk kondisi ringan dapat dilakukan denga cara meningkatkan konsumsi kabohidrat seperti makanan ringan, minuman yang memiliki kandungan glukosa dan tablet glukosa. Dalam penyajiannya minuman yang mengandung glukosa diberikan laurutan glukosa murni dengan takaran 20- 30 gram (1 ½ - 2 sendok makan).
  2. Sedangkan untuk kondisi yang parah memerlukan tindakan yaitu dekstrosa dan glukagon. Dekstrosa digunakan oleh pasien yang tidak bisa menelan glukosa oral karena pingsan, kejang atau perubahan perilaku sehingga dapat diberikan dekstrosa dengan menggunakan bantuan air dengan konsentrasi 50% untuk dosis orang dewasa dan 25% untuk anak-anak. Untuk glukagon dilakukan pertama atau kondisi darurat dalam mengobati hipoglikemia berat. Glukagon dapat diberikan oleh subkutan atau intramuskular injeksi oleh orang tua.[6]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c Rusdi, Mesa (2 September 2020). "HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELITUS". Diakses tanggal 13 Desember 2022. 
  2. ^ Rusdi, Mesa Sukmadani (2020-08-14). "Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus". Journal Syifa Sciences and Clinical Research (dalam bahasa Inggris). 2 (2): 83–90. doi:10.37311/jsscr.v2i2.4575. ISSN 2656-9612. 
  3. ^ "HIPOGLIKEMIA Diabetikum | PDF". Scribd. Diakses tanggal 2022-12-13. 
  4. ^ Ubaidillah, Zaqqi (16 September 2021). "Determinan Insiden Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Mallitus Tipe 2 : Studi Literatur". Jurnal Ilmiah Keperawatan. 7 (2): 289–295. 
  5. ^ Ristanto, Riki (April 2015). "Pencegahan Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus". Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti. 3 (3): 57–63. 
  6. ^ a b Hadiatma, Mega (2012). "ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD Dr. MOEWARDI" (PDF). eprints.ums.ac.id.  line feed character di |title= pada posisi 19 (bantuan)