Lompat ke isi

Feminisme Muslim di Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dalam masyarakat yang konservatif dan religius seperti Indonesia, sering kali terdapat penafsiran ajaran agama dan keyakinan yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak setara atau bahkan lebih rendah dibanding laki-laki. Akibatnya, diskriminasi sistematis terhadap perempuan pun muncul.[1]

Profesor Alimatul Qibtiyah, guru besar Ilmu Kajian Gender di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, menyatakan bahwa untuk mengatasi diskriminasi terhadap perempuan, perlu dilakukan gerakan serta penerapan nilai-nilai feminisme dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam ranah agama, khususnya Islam.

Sejak awal 1990-an, banyak karya feminis Muslim dunia, seperti tulisan Fatima Mernissi, Amina Wadud, Nawal El-Saadawi, dan Asma Barlas, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Karya-karya tersebut berperan besar dalam meningkatkan kesadaran umat Islam di Indonesia bahwa Islam adalah agama yang mendukung kesetaraan dan keadilan. Namun, ajaran tersebut sering kali tersamarkan oleh tafsir patriarkal yang cenderung menempatkan perempuan pada posisi subordinat.

Menurut Profesor Alimatul Qibtiyah, dalam pidato pengukuhan guru besarnya pada 17 September 2020, feminisme Muslim hadir dalam diskursus gerakan perempuan di Indonesia sebagai upaya untuk memastikan bahwa perempuan tidak mengalami diskriminasi akibat pemahaman dan praktik beragama yang mereka yakini sebagai kebenaran.[1]

Pendekatan Feminisme Muslim di Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Alimatul menjelaskan bahwa dalam memperjuangkan keadilan gender di Indonesia, feminis Muslim menerapkan pendekatan sejarah dan hermeneutika untuk menelaah serta menafsirkan kembali ayat-ayat suci.[1]

"Langkah ini dilakukan untuk mengungkap bias gender dan patriarki yang telah mengakar dalam budaya masyarakat Indonesia," ungkapnya.

Selain pendekatan hermeneutika dan sejarah, Alimatul juga menyebut bahwa feminis Muslim memanfaatkan pendekatan bayani, burhani, dan irfani. Pendekatan bayani berlandaskan pada norma-norma dari ayat Al-Qur’an dan hadis, sementara burhani didasarkan pada ilmu pengetahuan serta fenomena empiris. Adapun irfani mengacu pada hati nurani dan nilai-nilai kemanusiaan.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c V.D, Jasmine Floretta (2020-12-18). "Feminisme Muslim Indonesia: Gerakan Perempuan Lawan Konservatisme Agama". Magdalene.co. Diakses tanggal 2025-03-08.