Enterococcus faecalis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Enterococcus faecalis

Pewarnaan GramGram-positif
Taksonomi
SuperdomainBiota
DomainBacteria
KerajaanBacillati
FilumBacillota
KelasBacilli
OrdoLactobacillales
FamiliEnterococcaceae
GenusEnterococcus
SpesiesEnterococcus faecalis
Schleifer dan Kilpper-Bälz, 1984

Enterococci Faecalis (disingkat E. Faecalis) merupakan bakteri gram positif yang terbentuk sendiri-sendiri, berpasangan atau berantai dengan berbagai panjang, mampu bertahan dalam kondisi yang ekstrim, dan termasuk anaerob fakultatif yang mampu mekatabolisme berbagai sumber energi dengan produk akhir metaboliknya selalu asam laktat, serta mudah tumbuh pada kondisi sangat asam atau basa pada pH 4,0 hingga 9,6.[1] Sistem pengelompokkan Lancefield berdasarkan serologi mengklasifikasikan E. faecalis kedalam kelompok D Streptococcus sejak tahun 1906 sampai tahun 1984, sehingga E. faecalis disebut juga Streptococcus faecalis.[1] Butuh waktu hampir 80 tahun, hingga akhirnya pengklasifikasian ini dapat ditetapkan dan diterima.

E. Faecalis bisa ditularkan melalui konsumsi makanan yang telah terkontaminasi E. Faecalis sehingga dapat menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan terutama pada mulut dan gigi.[2] E. Faecalis juga merupakan patogen oportunistik, yang biasa hidup dalam saluran akar dan tetap hidup didalamnya meski telah dilakukan perawatan yang akan menginfeksi gigi. Enterococcus Faecalis mengkontaminasi saluran akar dan membentuk koloni di permukaan dentin dengan bantuan liphoteichoic acid sedangkan agreggate substance dan surface adhesin lainnya berperan pada perlekatan di kolagen.[3]

E. Faecalis termasuk ke dalam kelompok bakteri asam laktat yang menghasilkan enterosin sebagai probiotik dan antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan S. aureus dan B. cereus. Namun, meningkatnya insiden resistensi antibiotik terhadap vancomicin menjadi alasan utama membatasi pengguaan E. Faecalis sebagai probiotik.[4]

Klasifikasi Ilmiah / Taksonomi[5][sunting | sunting sumber]

Enterococcus faecalis

Kingdom: Bacteria

Filum: Firmicutes

Kelas: Bacili

Ordo: Lactobacilles

Family: Enterococcaceae

Genus: enterococcusumbuha dan

Spesies: Enterococcus faecalis

Pertumbuhan dan Penghambatan[sunting | sunting sumber]

Enterococcus Faecalis dapat tumbuh dengan ada atau tidaknya oksigen dan merupakan flora normal yang biasanya terdapat di dalam lumen intestinal, vagina, dan rongga mulut.[6] E. Faecalis biasa tumbuh pada suhu mulai dari 10 °C hingga 45 °C, tetapi menunjukkan pertumbuhan optimal pada 35 °C (Sherman 1937). Bakteri ini juga dapat bertahan pada pemanasan 60 °C selama 30 menit atau 65 °C selama 10 menit (Freeman et al. 1994, Bradley & Fraise 1996).

Beberapa antibakteri alami dapat digunakan dalam menghambat pertumbuhan E. Faecalis, diantaranya dengan menggunakan:

1. Ekstrak Buah Timun Suri (Herawati et al., 2017)[7]

Timun suri mengandung zat fitokimia yaitu alkaloid yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak buah timun suri dapat menghambat pertumbuhan E. Faecalis dalam kategori resisten menurut klasifikasi tabel CLSI (Clinical Laboratory Standard Institute).

2. Minyak Atsiri

Minyak atsiri mengandung terpene, aldehid, alkohol, ester, fenolik eter dan keton yang mendukung penghambatan pertumbuhan mikroba. Penelitian Hidayati et al. (2020)[8] menunjukkan hambatan pertumbuhan E. faecalis dengan konsentrasi 20% oleh minyak atsiri daun kari yaitu 0,75mm dengan tingkat penghambatan yang lemah dibandingkan dengan penelitian Udawaty et al. (2019)[9] yang menggunakan minyak atsiri serai wangi mengahasilhan daya hambat 24,667mm dengan konsetrasi yang sama.

3. Ekstrak Kayu Manis (Mubarak et al., 2016)[10]

Ekstrak kayu manis mengandung senyawa kimia berupa alkaloid, saponin, tanin, polifenol, flavonoid, kuinon dan triterpenoid yang berfungsi sebagai antibakteri. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak kayu manis memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan E. faecalis dengan konsentrasi 15% sebagai kadar hambat minimun yang menghasilkan koloni sebanyak 299,3 X 104 CFU/ml, namun tidak ditemukan adanya kadar bunuh minimum.

4. Ekstrak Alga Merah (Noviyadri et al., 2018)[11]

Ekstrak alga mampu menghambat perkembangan pembentukan biofilm E. faecalis pada infeksi saluran akar gigi. Pada penelitian ini, semakin tinggi konsentrasi ekstrak, maka semakin tinggi daya hambatnya terhadap perkembangan pembentukan biofilm E. faecalis.

5. Cuka Apel (Djuanda et al., 2019)[12]

Penelitian ini menunjukkan bahwa cuka apel dengan konsentrasi 100% dapat menghambat pertumbuhan E faecalis sebesar 6,47 mm. Bahkan pada konsentrasi minimal 25% sudah mampu membunuh E. faecalis. Semakin tinggi konsentrasinya maka semakin besar pula daya hambatnya.

Virulensi[sunting | sunting sumber]

Virulensi E. Faecalis disebabkan kemampuannya dalam pembentukan kolonisasi pada host, dapat bersaing dengan bakteri lain, resisten terhadap mekanisme pertahanan host, menghasilkan perubahan patogen baik secara langsung melalui produksi toksin atau secara tidak langsung melalui rangsangan terhadap mediator inflamasi.[3] Faktor virulensi yang berperan dalam patogenesis E. Faecalis terdiri dari beberapa komponen, diantaranya Aggregation Substanse (AS), Cytolysin, Surface Adhesins, Lipoteichoic Acid (LTA), Sex Pheromones, Extraceluller Superoxide Production (ESP), Hyaluronidase, dan Gelatinase Lytic Enzyme dan AS-48.[11] Jumlah maksimum E. faecalis pada lumen usus manusia yaitu antara 105 - 108 CFU/g. Namun jika sistem imun menurun atau E. faecalis menjadi resisten, akan menyebabkan berbagai jenis infeksi, seperi infeksi pada saluran kemih, aliran darah, abdomen, endokardium, luka bakar, dan pada rongga mulut.[13]

Enterococcus Faecalis Pada Makanan[14][sunting | sunting sumber]

Enterococcus faecalis termasuk ke dalam bakteri proteolitik yang dapat menyebabkan pembusukan-pembusukan pada makanan yaitu penguraian protein menjadi senyawa berbau busuk, seperti hidrogen sulfida, merkaptan, amina, indol, dan asam lemak. Beberapa bakteri pada kelompok ini melakukan fermentasi asam dan proteolisis secara bersamaan.

Sebagai bakteri proteolitik, Enterococcus faecalis dapat tumbuh pada suhu 40 - 45 °C dalam susu mentah yang telah asam. Ketika Coliform, Enterococcus, Lactobacillus, dan Micrococcus tumbuh dalam susu, mereka menyebabkan penggumpalan, pembentukan gas, proteolisis, dan lipolisis. Pada suhu yang lebih tinggi, dari 37 - 50 °C, Streptococcus thermophilus dan Enterococcus faecalis tumbuh dan menghasilkan asam. Pasteurisasi susu dapat membunuh beberapa bakteri pembentuk asam, tetapi Bakteri asam laktat thermoduric tahan panas seperti E. faecalis dapat bertahan.

Pada daging kemasan dengan vacuum packaging suhu 2 °C, E. faecalis dapat tumbuh bersama bakteri lainnya yang menyebabkan pembusukan ditandai dengan penghijauan produk yang dihasilkan dari aksi E. faecalis dengan produksi H2O2.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b 1975-, Vidana, Roberto, (2015). Origin of intraradicular infection with Enterococcus faecalis in endodontically treated teeth. Karolinska Institutet. ISBN 978-91-7549-875-1. OCLC 941899858. 
  2. ^ Anderson, Annette C.; Jonas, Daniel; Huber, Ingrid; Karygianni, Lamprini; Wölber, Johan; Hellwig, Elmar; Arweiler, Nicole; Vach, Kirstin; Wittmer, Annette (2016-01-11). "Enterococcus faecalis from Food, Clinical Specimens, and Oral Sites: Prevalence of Virulence Factors in Association with Biofilm Formation". Frontiers in Microbiology. 6. doi:10.3389/fmicb.2015.01534. ISSN 1664-302X. 
  3. ^ a b Nurdin, Denny; Satary (2011). "Peranan Enterococcus faecalis Terhadap Persistensi Infeksi Saluran Akar" (PDF). In Prosiding Dies Forum. 52: 69–76. 
  4. ^ Alang, Hasria - (2020-09-29). "Review : Enterocyn from Enterococcus Genus as a Probiotic, Antimicrobial and Biopreservative". Pharmauho: Jurnal Farmasi, Sains, dan Kesehatan. 6 (2): 95. doi:10.33772/pharmauho.v6i2.12276. ISSN 2715-4181. 
  5. ^ Khoir, N. L. M (2018). "Kemampuan Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale rosc var rubrum) sebagai Antibakteri Enterococcus faecalis In Vitro (Perbandingan dengan Bahan Sterilisasi Saluran Akar Gigi Endosepton)" (PDF). Skripsi. Universitas Muhammadiyah Semarang. 
  6. ^ Wardani, Istien; Mahendra, Ilham; Rochyani, Linda (2019-07-05). "DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK IKAN TERI JENGKI (Stolephorus insularis) TERHADAP Enterococcus faecalis". DENTA. 12 (2): 25. doi:10.30649/denta.v12i2.175. ISSN 2615-1790. 
  7. ^ Herawati, Ludya; Noviyandri (2017). "Pengaruh Ekstrak Buah Timun Suri (Cucumis sativus L.) sebagai Antibakteri Alami dalam Menghambat Pertumbuhan Enterococcus faecalis". Journal Caninus Denstistry. 3 (2): 111–116. 
  8. ^ Hidayanti, Nurul; Yusro (2020). "Bioaktivitas Minyak Daun KARI Murraya koenigii L. Spreng Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis dan Salmonella typhimurium". Bioma. 5 (1): 95–102. 
  9. ^ Udawaty, Wis; Yusro (2019). "Identifikasi Senyawa Kimia Minyak Sereh Wangi Klon G3 (Cymbopogon nardus L.) dengan Media Tanam Tanah Gambut dan Potensinya sebagai Antibakteri Enterococcus faecalis". Jurnal Tengkawang. 9 (2): 71–81. 
  10. ^ Mubarak, Zaki; Chismirina (2016). "Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Terhadap Pertumbuhan Enterococcus faecalis". Cakrodonya Dent J. 8 (1): 1–10. 
  11. ^ a b Noviyandri, Putri; Andayani (2018). "Potensi Ekstrak Alga Merah Gracilaria verrucosa sebagai Penghambat Perkembangan Pembenukan Biofilm Enterococcus Faecalis Pada Infeksi Saluran Akar Gigi". Journal of Syiah Kuala Dentistry Society. 3 (1): 6–15. 
  12. ^ Djuanda, Rudy; Helmika, Varin Aulia; Christabella, Fiona; Pranata, Natallia; Sugiaman, Vinna Kurniawati (2019-12-20). "Potensi Herbal Antibakteri Cuka Sari Apel terhadap Enterococcus faecalis sebagai Bahan Irigasi Saluran Akar". SONDE (Sound of Dentistry). 4 (2): 24–40. doi:10.28932/sod.v4i2.2141. ISSN 2685-1822. 
  13. ^ Aurelia, Della (2017). "Efektivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao) Terhadap Enterococcus faecalis". Skripsi. Universitas Trisakti. 
  14. ^ Erkmen, Osman; Bozoglu (2016). Food Microbiology : Principles into Practice. 1. India: Wiley. hlm. 32–120.