Energi terbarukan di Indonesia

Energi terbarukan di Indonesia memiliki potensi energi yang besar dan tersebar di seluruh wilayahnya yang mencapai 443 GW untuk sektor ketenagalistrikan. Potensi energi terbarukan di Indonesia terutama bersumber dari energi surya, tenaga air dan tenaga angin. Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia mulai berkomitmen dalam mendukung penerapan energi terbarukan dengan menerbitkan kebijakan tentang energi ramah lingkungan.
Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi yang mewajibkan pemerintahan untuk menggunakan energi terbarukan di daerah kewenangannya masing-masing. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yang menargetkan penggunaan energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 dan sebesar 31% pada tahun 2050.
Pada tahun 2017, persentase penggunaan energi terbarukan di Indonesia berkisar 6% dari bauran energi nasional. Energi terbarukan telah dimanfaatkan untuk kebutuhan pembangunan desa di Indonesia yang memiliki keterbatasan terhadap ketersediaan sumber energi tidak terbarukan. Pada tahun 2019, potensi energi terbarukan di Indonesia yang telah dimanfaatkan secara komersial sekitar 7 GW dan kapasitasnya sebagian besar mengandalkan tenaga air dan energi panas bumi.
Potensi dan jenis
[sunting | sunting sumber]Potensi sumber daya energi terbarukan di Indonesia relatif besar dan tersebar di seluruh wilayahnya. Sumber energi terbarukan yang tersedia di Indonesia meliputi energi biomassa, energi panas bumi, energi surya, energi air dan mikrohidro, energi angin, dan energi gelombang laut.[1] Provinsi di Indonesia yang memiliki potensi energi terbarukan terbesar yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Papua. Masing-masing provinsi tersebut memiliki potensi energi terbarukan minimal sebesar 20 GW.[2]
Indonesia memiliki potensi energi terbarukan mencapai 443 GW untuk sektor ketenagalistrikan. Potensi energi terbarukan untuk ketenagalistrikan di Indonesia berasal dari energi panas bumi, energi air dan mikro-mini hidro, energi surya, energi angin, dan energi gelombang laut. Ketenagalistrikan di Indonesia terutama bersumber dari energi surya dengan potensi energi lebih dari 207 MW dan disusul dengan tenaga air dan tenaga angin.[3]
Kebijakan pemerintah dan pangsa pasar
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia mulai berkomitmen dalam mendukung penerapan energi terbarukan dengan menerbitkan kebijakan tentang energi ramah lingkungan.[4] Pemerintah Indonesia mulai memasukkan persoalan energi terbarukan dalam kebijakan pemerintah sejak harga bahan bakar minyak di Indonesia mengalami kenaikan hingga mendekati harga keekonomiannya. Kebijakan Pemerintah Indonesia untuk energi terbarukan diterbitkan dalam bentuk undang-undang dan peraturan pemerintah.[5]
Pada tahun 2007, Pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi untuk mengatur persoalan penyediaan energi di Indonesia. Dalam undang-undang tersebut diamanatkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintahan daerah wajib meningkatkan penyediaan energi baru dan energi terbarukan sesuai dengan kewenangannya masing-masing.[6]
Pangsa pasar dalam bauran energi di Indonesia tidak mencapai 4% dari total pangsa pasar untuk energi di Indonesia pada tahun 2007.[5] Berlandaskan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi, Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam peraturan tersebut, Pemerintah Indonesia mengatur target spesifik atas penggunaan energi baru dan energi terbarukan pada tahun 2025 dan 2050 asalkan nilai ekonomi untuk pemenuhannya tercukupi. Target pencapaian penggunaan energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada tahun 2025 minimal sebesar 23%. Sedangkan target pencapaian penggunaan energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada tahun 2050 minimal sebesar 31%.[6]
Pada tahun 2015, Indonesia merupakan salah satu dari 195 negara anggota dalam Persetujuan Paris. Selain itu, Indonesia kemudian menjadi salah satu dari 164 negara yang telah menandatangani ratifikasi Persetujuan Paris. Salah satu komitmen nasional yang menjadi target Indonesia dalam Persetujuan Paris ialah konsistensi dalam mengembangkan energi terbarukan terkhusus pada sektor ketenagalistrikan.[7] Pada tahun 2017, persentase penggunaan energi terbarukan di Indonesia berkisar 6% dari bauran energi nasional.[1]
Pemanfaatan
[sunting | sunting sumber]Energi terbarukan telah dimanfaatkan untuk kebutuhan pembangunan desa di Indonesia yang memiliki keterbatasan terhadap ketersediaan sumber energi tidak terbarukan.[8] Daerah pedesaan di Indonesia telah menggunakan teknologi energi terbarukan dengan pembangkit listrik sederhana yang pembangunannya mudah dan murah. Jenis pembangkit listriknya yaitu pembangkit listrik tenaga pikohidro atau pembangkit listrik tenaga mikrohidro. Pembangkit listrik mikrohidro yang dimanfaatkan oleh satu desa di Indonesia dengan daya listrik sebesar 8 kW dapat menyediakan kebutuhan listrik untuk 85 rumah tangga. Sedangkan Pembangkit listrik mikrohidro dengan daya listrik sebesar 10 kW dapat digunakan pada desa yang memiliki kebutuhan listrik untuk sedikitnya 90 rumah tangga.[9] Pada tahun 2019, potensi energi terbarukan di Indonesia yang telah dimanfaatkan secara komersial sekitar 7 GW dan kapasitasnya sebagian besar mengandalkan tenaga air dan energi panas bumi.[10]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]- Kendaraan listrik di Indonesia
- Mobil listrik
- Industri otomotif di Indonesia
- Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU)
- Kebijakan energi di Indonesia
Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ a b IESR 2017, hlm. 2.
- ^ Tampubolon dan Adiatma 2019, hlm. 2.
- ^ IESR 2017, hlm. 4.
- ^ Sitompul 2013, hlm. 2.
- ^ a b Sitompul 2013, hlm. 1.
- ^ a b IESR 2017, hlm. 5.
- ^ IESR 2017, hlm. 3.
- ^ de Vries, P., dkk. 2010, hlm. 1.
- ^ de Vries, P., dkk. 2010, hlm. 599.
- ^ Tampubolon dan Adiatma 2019, hlm. 1.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- de Vries, P., dkk. (2010). Panduan Energi yang Terbarukan (PDF). Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan. ISBN 1-885203-29-2. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) Pemeliharaan CS1: Ref menduplikasi bawaan (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- Institute for Essential Services Reform (Mei 2017). Energi Terbarukan: Energi untuk Kini dan Nanti (PDF). Jakarta Selatan: Institute for Essential Services Reform. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- Sitompul, Rialima F. (2013). Hartiningsih, Risma Wahyu (ed.). Analisis Kebijakan dan Aspek Regulasi dalam Pengembangan MIkrohidro di Indonesia. Jakarta: LIPI Press. ISBN 978-979-799-686-4. Pemeliharaan CS1: Ref menduplikasi bawaan (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- Tampubolon, A. P., dan Adiatma, J. C. (Maret 2019). Tumiwa, F., dan Giwangkara, J. (ed.). Laporan Status Energi Bersih Indonesia: Potensi, Kapasitas Terpasang, dan Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Energi Terbarukan 2019 (PDF). Jakarta: Institute for Essential Services Reform. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)