Drittwirkung

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Drittwirkung (Indonesia: efek terhadap orang ketiga) adalah sebuah doktrin hukum yang menyatakan bahwa individu dapat menuntut individu atau kelompok lain apabila terjadi pelanggaran terhadap hak asasi manusia mereka yang dijamin oleh undang-undang dasar negara. Konsep ini berasal dari Jerman dan semenjak itu telah diadopsi oleh yurisdiksi-yurisdiksi lain, termasuk Mahkamah Eropa untuk Hak Asasi Manusia dalam perkara X and Y v. The Netherlands.[1]

Drittwirkung dapat dibagi menjadi dua, yaitu mittelbare (langsung) dan unmittelbare (tidak langsung). Mittelbare Drittwirkung berarti bahwa hak asasi manusia dapat langsung diterapkan dalam hubungan perdata, dan pengadilan-pengadilan akan mempertimbangkan HAM dalam perkara-perkaranya.[2] Sementara itu, unmittelbare berarti bahwa hak asasi manusia dapat diterapkan langsung oleh pihak perorangan untuk menuntut pihak lain di pengadilan.[3]

Drittwirkung terkait dengan konsep "kewajiban untuk melindungi" bagi negara, yang berarti negara memiliki kewajiban positif untuk melindungi hak asasi manusia, termasuk dengan menindak pihak-pihak perorangan yang melakukan pelanggaran HAM.[4]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Kamber 2017, hlm. 37.
  2. ^ Kamber 2017, hlm. 37-38.
  3. ^ Clapham 1993.
  4. ^ Kamber 2017, hlm. 38.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

  • Clapham, Andrew (1993). Human Rights in the Private Sphere. Oxford. 
  • Kamber, Kresimir (2017). Prosecuting Human Rights Offences: Rethinking the Sword Function of Human Rights Law. Brill.