Disforia gender

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Disforia gender adalah penderitaan yang dirasakan oleh seseorang sebagai akibat dari seks dan gender yang diberikan kepada mereka saat mereka lahir. Dalam kasus ini, gender dan seks yang diberikan kepada orang tersebut tidak sesuai dengan identitas gender mereka, dan orang awam hanya tahu penderita gangguan ini hanya seorang transgender tapi sebenarnya orang bukan transgender juga menghidap gangguan ini. Terdapat bukti bahwa saudara kembar yang mengidentifikasi diri sebagai gender yang berbeda dari seks yang diberikan saat lahir melakukan hal tersebut tidak hanya karena alasan psikologis atau perilaku, tetapi juga karena alasan biologis yang terkait dengan genetik atau paparan hormon sebelum lahir.[1]

Diperkirakan persentase orang yang memiliki identitas transgender bervariasi dari 1:2000 (atau sekitar 0,05%) di Belanda dan Belgia[2] hingga 0,5% orang dewasa di Massachusetts[3] dan 1,2% siswa SMA Selandia Baru.[4] Jumlah tersebut didasarkan pada jumlah orang yang menganggap dirinya sebagai seorang transgender. Diperkirakan sekitar 0,005% hingga 0,014% orang yang dianggap sebagai laki-laki saat lahir dan 0,002% hingga 0,003% orang yang dianggap sebagai perempuan saat lahir akan mendapat diagnosis disforia gender berdasarkan kriteria diagnosis 2013, walaupun persentase ini dianggap terlalu rendah[5] Menurut penelitian, terdapat kemungkinan tiga kali lebih besar bahwa orang yang sedang menjalani transisi pada usia dewasa merupakan seseorang yang dianggap sebagai laki-laki saat lahir, tetapi rasio pada orang-orang yang melakukan transisi pada masa kecil hampir mendekati 1:1.[6]

Disforia gender digolongkan sebagai penyakit dengan nama "transvestisme peran ganda" dalam ICD-10 CM tahun 2017.[7] Sementara itu, "penyakit identitas gender" diklasifikasikan ulang sebagai "disforia gender" oleh DSM-5.[8] Beberapa kelompok dan peneliti transgender mendukung deklasifikasi disforia gender karena diagnosis tersebut dianggap mempatologisasi variasi gender, memaksakan konsep dua gender,[9] dan dapat mengakibatkan stigmatisasi kaum transgender.[8] Reklasifikasi resmi disforia gender dalam DSM-5 dapat membantu menyelesaikan masalah-masalah ini, karena istilah "disforia gender" hanya berlaku untuk penderitaan yang dialami oleh seseorang akibat masalah identitas gender.[8] American Psychiatric Association sebagai penerbit DSM-5 menyatakan bahwa "nonkonformitas gender sendiri bukan penyakit kejiwaan. Unsur penting dalam disforia gender adalah keberadaan penderitaan yang signifikan secara klinis yang terkait dengan keadaan tersebut."[10]

Pendekatan psikiatrik terbaik untuk menangani orang-orang yang didiagnosis mengalami disforia gender adalah psikoterapi atau dukungan terhadap gender yang diinginkan oleh seseorang melalui terapi hormon atau operasi.[11]

Diagnosis[sunting | sunting sumber]

Pengalaman yang dialami seseorang biasanya berperan penting dalam penentuan diagnosis disforia gender. Berdasarkan DSM-5 terbitan Asosiasi Psikiatris Amerika (APA), terdapat sejumlah kriteria berbasis pengalaman serta ekspresi gender dan jenis kelamin saat lahir, di antaranya:

  • Hasrat maupun dorongan untuk menjadi gender yang lain dari apa yang ditentukan saat lahir.
  • Preferensi berpakaian atau mode di luar standar sosial, misalnya memakai rok bagi laki-laki, gaya potongan rambut pendek bagi perempuan, dan sebagainya.
  • Preferensi dalam memilih mainan dan aktivitas terlepas dari stereotipe sosial.
  • Preferensi teman bermain dari kelompok gender lain yang dianggap lebih bersinergis.
  • Permasalahan dengan pandangan karakteristik seksual primer atau sekunder; hal ini dapat berupa keinginan memiliki karakteristik seksual primer atau sekunder dari gender lain atau ketidaknyamanan terhadap arakteristik seksual primer atau sekunder milik diri sendiri.
  • Hasrat maupun dorongan ingin diperlakukan seperti gender yang lain.
  • Keyakinan memiliki perasaan, reaksi, hingga persepsi yang serupa dengan gender lain[5].

Namun, patokan ini tidak menjadi diagnosis pasti dari disforia gender. Perlu adanya tinjauan lebih lanjut secara personal ke seseorang yang terindikasi memiliki disforia gender. Seseorang perlu dievaluasi pengalaman serta dokumentasi prasangka dan diskriminasi terhadap identitas gender, bagaimana pun ini sebuah faktor stres kecil yang berpengaruh pada kesehatan mental. Selain itu, terdapat penelusuran dukungan dari lingkungan terdekat entah keluarga maupun rekan[12].

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Heylens, G; De Cuypere, G; Zucker, K; Schelfaut, C; Elaut, E; Vanden Bossche, H; De Baere, E; T'Sjoen, G (2012). "Gender Identity Disorder in Twins: A Review of the Case Report Literature". The Journal of Sexual Medicine. 8 (3): 751–757. doi:10.1111/j.1743-6109.2011.02567.x. 
  2. ^ Olyslager, Femke; Conway, Lynn (2008). "Transseksualiteit komt vaker voor dan u denkt. Een nieuwe kijk op de prevalentie van transseksualiteit in Nederland en België". Tijdschrift voor Genderstudies (dalam bahasa Dutch). Amsterdam: Amsterdam University Press. 11 (2): 39–51. ISSN 1388-3186. Diakses tanggal August 27, 2013. RingkasanHow Frequently Does Transsexualism Occur?. …it is safe to assume that the lower limit for the inherent prevalence of transsexualism in the Netherlands and Flanders is on order of 1:2000 to 1:1000 for transgender females and on the order of 1:4000 to 1:2000 for transgender males. 
  3. ^ Conron, KJ; Scott, G; Stowell, GS; Landers, S (January 2012), "Transgender Health in Massachusetts: Results from a Household Probability Sample of Adults", American Journal of Public Health, American Public Health Association, 102 (1): 118–222, doi:10.2105/AJPH.2011.300315, ISSN 1541-0048, OCLC 01642844, diakses tanggal August 28, 2013, Between 2007 and 2009, survey participants aged 18 to 64 years in the Massachusetts Behavioral Risk Factor Surveillance System (MA-BRFSS; N = 28 662) were asked: "Some people describe themselves as transgender when they experience a different gender identity from their sex at birth. For example, a person born into a male body, but who feels female or lives as a woman. Do you consider yourself to be transgender?" […] We restricted the analytic sample to 28176 participants who answered yes or no to the transgender question (excluding n=364, 1.0% weighted who declined to respond. […] Transgender respondents (n=131; 0.5%; 95% confidence interval [CI]=0.3%, 0.6%) were somewhat younger and more likely to be Hispanic than were nontransgender respondents. 
  4. ^ Clark, Terryann C.; Lucassen, Mathijs F.G.; Bullen, Pat; Denny, Simon J.; Fleming, Theresa M.; Robinson, Elizabeth M.; Rossen, Fiona V. (2014). "The Health and Well-Being of Transgender High School Students: Results From the New Zealand Adolescent Health Survey (Youth'12)". Journal of Adolescent Health. 55 (1): 93–9. doi:10.1016/j.jadohealth.2013.11.008. PMID 24438852. Whether a student was transgender was measured by the question, "Do you think you are transgender? This is a girl who feels like she should have been a boy, or a boy who feels like he should have been a girl (e.g., Trans, Queen, Fa’faffine, Whakawahine, Tangata ira Tane, Genderqueer)?" […] Over 8,000 students (n = 8,166) answered the question about whether they were transgender. Approximately 95% of students did not report being transgender (n=7,731; 94.7%), 96 students reported being transgender (1.2%), 202 reported not being sure (2.5%), and 137 did not understand the question (1.7%). 
  5. ^ a b Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5. American Psychiatric Association. 2013. hlm. 454. ISBN 978-0-89042-555-8. 
  6. ^ Landen, M; Walinder, J; Lundstrom, B (1996). "Prevalence, incidence and sex ratio of transsexualism". Acta Psychiatrica Scandinavica. 93 (4): 221–223. doi:10.1111/j.1600-0447.1996.tb10638.x. PMID 8712018. On average, the male [to female]:female [to male] ratio in prevalence studies is estimated to be 3:1. However […] the incidence studies have shown a considerably lower male [to female] predominance. In Sweden and England and Wales a sex ratio of 1:1 has been reported. In the most recent incidence data from Sweden there is a slight male [to female] predominance among the group consisting of all applicants for sex reassignment, while in the group of primary [early onset] transsexuals there is no difference in incidence between men and women. 
  7. ^ "Gender identity disorder in adolescence and adulthood". ICD10Data.com. Diakses tanggal July 3, 2011. 
  8. ^ a b c Fraser, L; Karasic, D; Meyer, W; Wylie, K (2010). "Recommendations for Revision of the DSM Diagnosis of Gender Identity Disorder in Adults". International Journal of Transgenderism. 12 (2): 80–85. doi:10.1080/15532739.2010.509202. 
  9. ^ Newman, L (1 July 2002). "Sex, Gender and Culture: Issues in the Definition, Assessment and Treatment of Gender Identity Disorder". Clinical Child Psychology and Psychiatry. 7 (3): 352–359. doi:10.1177/1359104502007003004. 
  10. ^ "Gender Dysphoria" (PDF). American Psychiatric Publishing. Diakses tanggal December 24, 2016. 
  11. ^ "Standards of Care for the Health of Transsexual, Transgender, and Gender-Nonconforming People, Version 7" (PDF). International Journal of Transgenderism. Routledge Taylor & Francis Group. 13: 165–232. 2011. doi:10.1080/15532739.2011.700873. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal August 2, 2014. Diakses tanggal August 30, 2014. 
  12. ^ "Gender Dysphoria". Mayo Clinic. Diakses tanggal 20 Maret 2023. 

Bacaan lanjut[sunting | sunting sumber]