D.N. Aidit

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Dipa Nusantara Aidit)
D.N. Aidit
D.N. Aidit, c. 1963
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara ke-1
Masa jabatan
15 September 1960 – 1 Oktober 1965
Menjabat bersama Idham Chalid, Ali Sastroamidjojo dan Wilujo Puspojudo
PresidenSukarno
KetuaChairul Saleh
Sebelum
Pendahulu
Jabatan dibentuk
Pengganti
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Masa jabatan
4 Maret 1956 – 5 Juli 1959
Sebelum
Pendahulu
Konstituensi dibentuk
Pengganti
Legislatif dibubarkan
Sebelum
Daerah pemilihanJawa Tengah
Sekretaris Jenderal Komite Sentral Partai Komunis Indonesia
Masa jabatan
Januari 1951 – 22 November 1965
Wakil Ketua PertamaM.H. Lukman
Wakil Ketua KeduaNjoto
Sebelum
Pendahulu
Alimin
Pengganti
Sudisman
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir
Achmad Aidit

(1923-07-30)30 Juli 1923
Tanjungpandan, Billiton, Hindia Belanda
Meninggal22 November 1965(1965-11-22) (umur 42)
Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia
Sebab kematianEksekusi kilat di sumur tua Batalyon 444 Boyolali[1][2]
Partai politikPartai Komunis Indonesia
Suami/istri
Soetanti
(m. 1948)
Anak5, termasuk Ilham Aidit
Orang tuaAbdullah Aidit
Nyi Ayu Mailan Aidit
PendidikanMiddestand Handel School
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Dipa Nusantara Aidit (30 Juli 1923 – 22 November 1965)[3] adalah seorang politikus komunis Indonesia, yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis Indonesia (PKI) dari tahun 1951 hingga eksekusi kilatnya pada saat pembantaian di Indonesia 1965-1966. Lahir dengan nama Achmad Aidit di Pulau Belitung, ia akrab dipanggil "Amat". Aidit dididik dalam sistem pendidikan kolonial Belanda.

Biografi

Kehidupan awal

Ia dilahirkan dengan nama Achmad Aidit di Belitung, dan dipanggil "Amat" oleh orang-orang yang akrab dengannya. Ia merupakan anak Abdullah Aidit, yang pernah memimpin gerakan pemuda di Belitung melawan kekuasaan kolonial Belanda, dan setelah merdeka sempat menjadi anggota DPRS mewakili rakyat Belitung. Abdullah Aidit juga pernah mendirikan sebuah perkumpulan keagamaan, "Nurul Islam", yang berorientasi kepada Muhammadiyah.

Adapun ibu D.N. Aidit bernama Mailan.[4] Sang ibu berasal dari keluarga ningrat Belitung, putri dari Ki Agus Haji Abdul Rachman dan Nyayu Aminah. Ki Agus dikenal sebagai peneroka kampung Batu Itam sekaligus tuan atas tanah yang dibukanya.[5] Asal-usul Aminah masih belum jelas, tetapi sumber sekunder menyebut leluhur ibu Aidit datang dari Nagari Maninjau, Sumatera Barat.[5][6]

Aidit merupakan anak sulung dari empat bersaudara. Sang ayah meninggal selagi Aidit masih kecil sehingga ia dibesarkan oleh ayah tiri.[6] Aidit memiliki dua saudara tiri, yaitu Asahan dan Sobron.

Setelah menamatkan pelajaran HIS di Bangka, ia bertolak ke Jawa. Ia dititipkan oleh sang ibu pada orang sekampungnya, Maninjau, yang telah lama merantau dan menetap di Bandung, yakni Isa Anshari. Selama hampir empat tahun, Aidit tinggal bersama keluarga Isa Anshari sehingga mereka sudah layaknya adik-kakak.[6] Hubungan pribadi Aidit dan Isa tetap terpelihara sampai kelak mereka menjadi lawan politik. Mereka masih rutin bertemu, bahkan Aidit pernah membawakan buku tentang komunisme untuk putra sulung Isa Anshary, Endang Saifuddin Anshari.[7]

Menjelang dewasa, Achmad Aidit mengganti namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit.[8] Ia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang menyetujuinya begitu saja.

Karier politik

D.N. Aidit berbicara dalam kampanye PKI pada Pemilu 1955

Pada 1940, ia mendirikan perpustakaan "Antara" di daerah Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat. Setelah itu, Aidit dan teman seindekosnya yang bernama Mochtar mengusahakan sebuah penjahitan yang juga diberi nama "Antara". Lokasinya yang strategis menjadikannya tempat mangkal aktivis pada masa itu, seperti Adam Malik dan Chaerul Saleh. Di sini, berkumpul pula para seniman yang terkenal dengan nama seniman Senen. Sebagian besar terdiri atas para pendatang dari Minangkabau yang banyak berjualan dan membuka restoran.[9]

Kemudian Aidit masuk ke Sekolah Dagang ("Handelsschool"). Ia belajar teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda (yang belakangan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia). Dalam aktivitas politiknya itu pula ia mulai berkenalan dengan orang-orang yang kelak memainkan peranan penting dalam politik Indonesia. Menurut sejumlah temannya, Mohammad Hatta mulanya menaruh banyak harapan dan kepercayaan kepadanya, dan Aidit menjadi anak didik kesayangan Hatta. Namun belakangan mereka berseberangan jalan dari segi ideologi politiknya.[butuh rujukan]

Meskipun ia seorang Marxis dan anggota Komunis Internasional (Komintern), Aidit menunjukkan dukungan terhadap paham Marhaenisme Sukarno[10] dan membiarkan partainya berkembang tanpa menunjukkan keinginan untuk merebut kekuasaan. Sebagai balasan atas dukungannya terhadap Sukarno, ia berhasil menjadi Sekjen PKI, dan belakangan Ketua. Di bawah kepemimpinannya, PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia, setelah Uni Soviet dan Tiongkok. Ia mengembangkan sejumlah program untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lekra, dan lain-lain.

Dalam kampanye Pemilu 1955, Aidit dan PKI berhasil memperoleh banyak pengikut dan dukungan karena program-program mereka untuk rakyat kecil di Indonesia. Dalam dasawarsa berikutnya, PKI menjadi pengimbang dari unsur-unsur konservatif di antara partai-partai politik Islam dan militer. Berakhirnya sistem parlementer pada tahun 1957 semakin meningkatkan peranan PKI, karena kekuatan ekstra-parlementer mereka. Ditambah lagi karena koneksi Aidit dan pemimpin PKI lainnya yang dekat dengan Presiden Sukarno, maka PKI menjadi organisasi massa yang sangat penting di Indonesia.[butuh rujukan]

Peristiwa G-30-S

D.N. Aidit saat memberikan sambutan pada ulang tahun ke-5 Partai Persatuan Sosialis Jerman (Sozialistische Einheitspartei Deutschlands) di Berlin (1958).

Pada 1965, PKI menjadi salah satu partai politik terbesar di Indonesia, dan menjadi semakin berani dalam memperlihatkan kecenderungannya terhadap kekuasaan. Pada tanggal 30 September 1965 terjadilah tragedi nasional yang dimulai di Jakarta dengan diculik dan dibunuhnya enam orang jenderal dan seorang perwira. Peristiwa ini dikenal sebagai Peristiwa G-30-S.[butuh rujukan]

Aidit dituduh sebagai dalang peristiwa ini. Dan dia akhirnya dihukum mati oleh militer.[butuh rujukan]

Kematian dan kontroversi

Ada beberapa versi tentang kematian D.N. Aidit ini. Menurut versi pertama, Aidit tertangkap di Jawa Tengah, lalu dibawa oleh sebuah batalyon Kostrad ke Boyolali. Kemudian ia dibawa ke dekat sebuah sumur dan disuruh berdiri di situ. Kepadanya diberikan waktu setengah jam sebelum "diberesi". Waktu setengah jam itu digunakan Aidit untuk membuat pidato yang berapi-api. Hal ini membangkitkan kemarahan semua tentara yang mendengarnya, sehingga mereka tidak dapat mengendalikan emosi mereka. Akibatnya, mereka kemudian menembaknya hingga mati. versi yang lain mengatakan bahwa ia diledakkan bersama-sama dengan rumah tempat ia ditahan. Betapapun juga, sampai sekarang tidak diketahui di mana jenazahnya dimakamkan.[butuh rujukan]

Tulisan

D.N. Aidit banyak menuliskan pikiran-pikirannya dalam sejumlah buku dan tulisan. Sebagian daripada buku dan tulisannya adalah:

  • Sedjarah gerakan buruh Indonesia, dari tahun 1905 sampai tahun 1926 (1952)
  • Perdjuangan dan adjaran-adjaran Karl Marx (1952)
  • Menempuh djalan rakjat: pidato untuk memperingati ulangtahun PKI jang ke-32 - 23 Mei 1952 (1954)
  • Tentang Tan Ling Djie-isme: referat jang disampaikan pada kongres nasional ke-V PKI (1954)
  • Djalan ke Demokrasi Rakjat bagi Indonesia: (Pidato sebagai laporan Central Comite kepada Kongres Nasional ke-V PKI dalam bulan Maret 1954 (1955) / bahasa Inggris: The road to people's democracy for Indonesia (1955)
  • Untuk kemenangan front nasional dalam pemilihan umum, dan kewadjiban mengembangkan kritik serta meninggikan tingkat ideologi Partai: Pidato dimuka sidang pleno Central Comite ke-3 PKI pada tanggal 7 Agustus 1955 (1955)
  • Pertahankan Republik Proklamasi 1945!: Perdjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan nasional, perdamaian dan demokrasi sesudah pemilihan parlemen (1955)
  • Menudju Indonesia baru: Pidato untuk memperingati ulang-tahun PKI jang ke-33 (1955)
  • Perjuangan dan adjaran-adjaran Karl Marx (1955)
  • Revolusi Oktober dan rakjat2 Timur (1957)
  • 37 tahun Partai Komunis Indonesia (1957)
  • Masjarakat Indonesia dan revolusi Indonesia: (soal² pokok revolusi Indonesia) (1958)
  • Sendjata ditangan rakjat (1958)
  • Kalahkan konsepsi politik Amerika Serikat (1958)
  • Visit to five socialist states: talk by D.N. Aidit at the Sports Hall in Djakarta on 19th September (1958)
  • Konfrontasi peristiwa Madiun (1948) - Peristiwa Sumatra (1956) (1958)
  • Ilmu pengetahuan untuk rakjat, tanahair & kemanusiaan (1959)
  • Pilihan tulisan (1959)
  • Introduksi tentang soal2 pokok revolusi Indonesia kuliah umum (1959)
  • Untuk demokrasi dan kabinet gotong rojong (laporan umum Comite Central Partai Komunis Indonesia kepada Kongres Nasional ke-VI) (1959)
  • Dari sembilan negeri sosialis: kumpulan laporan perlawatan kesembilan negeri sosialis (1959)
  • Peladjaran dari sedjarah PKI (1960)
  • Indonesian socialism and the conditions for its implementation (1960)
  • Memerangi liberalisme (1960)
  • 41 tahun PKI (1961)
  • PKI dan MPRS (1961)
  • Perkuat persatuan nasional dan persatuan komunis!: laporan politik ketua CC PKI kepada Sidang Pleno ke-III CC PKI pada achir tahun 1961 (1961)
  • Anti-imperialisme dan Front Nasional (1962)
  • Setudju Manipol harus setudju Nasakom (1962)
  • Pengantar etika dan moral komunis (1962)
  • Tentang Marxisme (1962)
  • Untuk demokrasi, persatuan dan mobilisasi laporan umum atas nama CC PKI kepada Kongres Nasional ke-VI (1962)
  • Indonesian communists oppose Malaysia (1962)
  • Berani, berani, sekali lagi berani: laporan politik ketua CC PKI kepada sidang pleno I CC PKI, disampaikan pada tanggal 10 Februari 1963 (1963)
  • Hajo, ringkus dan ganjang, kontra revolusi: pidato ulangtahun ke-43 PKI, diutjapkan di Istana Olah Raga "Gelora Bung Karno" pada tanggal 26 Mei 1963 (1963)
  • Langit takkan runtuh (1963)
  • Problems of the Indonesian revolution (1963)
  • Angkatan bersendjata dan penjesuaian kekuasaan negara dengan tugas² revolusi; PKI dan Angkatan Darat (1963)
  • PKI dan ALRI (SESKOAL) (1963)
  • PKI dan AURI (1963)
  • PKI dan polisi (1963)
  • Dekon dalam udjian (1963)
  • Peranan koperasi dewasa ini (1963)
  • Dengan sastra dan seni jang berkepribadian nasional mengabdi buruh, tani dan pradjurit (1964)
  • Aidit membela Pantjasila (1964)
  • PKI dan Angkatan Darat (Seskoad) (1964)
  • Aidit menggugat peristiwa Madiun: pembelaan D.N. Aidit dimuka pengadilan Negeri Djakarta, Tgl. 24 Februari 1955 (1964)
  • "The Indonesian revolution and the immediate tasks of the Communist Party of Indonesia" (1964)
  • Untuk bekerdja lebih baik dikalangan kaum tani (1964)
  • Dengan semangat banteng merah mengkonsolidasi organisasi Komunis jang besar: Djadilah Komunis jang baik dan lebih baik lagi! (1964)
  • Kobarkan semangat banteng! - Madju terus, pantang mundur! Laporan politik kepada sidang pleno ke-II CCPKI jang diperluas dengan Komisi Verifikasi dan Komisi Kontrol Central di Djakarta tanggal 23-26 Desember 1963 (1964) / bahasa Inggris: Set afire the banteng spirit! - ever forward, not retreat! - political report to the second plenum of the Seventh Central Committee Communist Party of Indonesia, enlarged with the members of the Central, 1963 (1964)
  • Kaum tani mengganjang setan-setan desa: laporan singkat tentang hasil riset mengenai keadaan kaum tani dan gerakan tani Djawa Barat (1964)
  • Perhebat ofensif revolusioner di segala bidang! Laporan politik kepada sidang pleno ke-IV CC PKI jang diperluas tanggal 11 Mei 1965 (1965)
  • Politik luarnegeri dan revolusi Indonesia (kuliah dihadapan pendidikan kader revolusi angkatan Dwikora jang diselenggarakan oleh pengurus besar Front Nasional di Djakarta) (1965)
  • Selain itu, sebagian dari tulisan-tulisannya juga diterbitkan di Amerika Serikat dengan judul The Selected Works of D.N. Aidit (2 vols.; Washington: US Joint Publications Research Service, 1961).

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ Zulkifli & Hidayat 2010, hlm. 77.
  2. ^ Roosa 2006, hlm. 69.
  3. ^ Ricklefs, M. C. (1991). A History of Modern Indonesia since c.1300 (edisi ke-2nd). MacMillan. hlm. 288. ISBN 0-333-57689-6. 
  4. ^ Aidit: dua wajah Dipa Nusantara. Kepustakaan Populer Gramedia. 2010. ISBN 978-979-9102-79-9. 
  5. ^ a b Aidit, Murad (2005). Aidit, Sang legenda. Panta Rei. ISBN 978-979-98443-3-0. 
  6. ^ a b c Rosamona (1967). Matinja Aidit, Marsekal Lubang-Buaja. Inkopak-Hazera. 
  7. ^ Pandoe, Marthias Dusky (2001). A nan takana (apa yang teringat): memoar seorang wartawan. Kompas. ISBN 978-979-709-002-9. 
  8. ^ Zulkifli & Hidayat 2010, hlm. 24-25.
  9. ^ Aidit, Murad (2005). Aidit, Sang legenda. Panta Rei. ISBN 978-979-98443-3-0. 
  10. ^ lib.monash.edu.au

Bacaan terkait

  • Cribb, Robert (1985). "The Indonesian Marxist Tradition". Dalam Mackerras, Colin; Knight, Nick. Marxism in Asia. Croom Helm. ISBN 9780709917458. 
  • Ricklefs, M.C. (2001). A History of Modern Indonesia Since c. 1200 (edisi ke-3rd). Palgrave Macmillan. ISBN 9781403990242. 
  • Zulkifli, Arif; Hidayat, Bagja, ed. (2010). Aidit, Dua Wajah Dipa Nusantara. Seri Buku Tempo. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 9789799109187. 

Pranala luar