Dinamika kelompok

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dinamika kelompok adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang memiliki hubungan psikologis secara jelas antara anggota satu dengan yang lain dan berlangsung dalam situasi yang dialami.[1]

Dinamika kelompok berasal dari kata dinamika dan kelompok. Dinamika berati interaksi atau interdependensi antara kelompok satu dengan yang lain, sedangkan Kelompok adalah kumpulan individu yang saling berinteraksi dan mempunyai tujuan bersama.[2]

Fungsi[sunting | sunting sumber]

Fungsi dari dinamika kelompok itu antara lain:[3]

  1. Membentuk kerja sama saling menguntungkan dalam mengatasi persoalan hidup.
  2. Memudahkan pekerjaan.
  3. Mengatasi pekerjaan yang membutuhkan pemecahan masalah dan mengurangi beban pekerjaan yang terlalu besar sehingga selesai lebih cepat, efektif dan efisien. Salah satunya dengan membagi pekerjaan besar sesuai bagian kelompoknya masing-masing atau sesuai keahlian.
  4. Menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat dengan memungkinkan setiap individu memberikan masukan, berinteraksi, dan memiliki peran yang sama dalam masyarakat.

Jenis kelompok sosial[sunting | sunting sumber]

Kelompok sosial adalah kesatuan sosial yang terdiri dari dua atau lebih individu yang mengadakan interaksi sosial serta ada pembagian tugas, struktur dan norma yang ada.[1]

Kelompok Primer[sunting | sunting sumber]

Merupakan kelompok yang di dalamnya terjadi interaksi sosial yang anggotanya saling mengenal dekat dan berhubungan erat dalam kehidupan.[1] Sedangkan menurut Goerge Homans kelompok primer merupakan sejumlah orang yang terdiri dari beberapa orang yang sering berkomunikasi dengan lainnya sehingga setiap orang mampu berkomunikasi secara langsung (bertatap muka) tanpa melalui perantara.[4] Misalnya: keluarga, RT, kawan sepermainan, kelompok agama, dan lain-lain.[1]

Kelompok Sekunder[sunting | sunting sumber]

Jika interaksi sosial terjadi secara tidak langsung, berjauhan, dan sifatnya kurang kekeluargaan.[1] Hubungan yang terjadi biasanya bersifat lebih objektif.[1] Misalnya: partai politik, perhimpunan serikat kerja dan lain-lain.

Kelompok Formal[sunting | sunting sumber]

Pada kelompok ini ditandai dengan adanya peraturan atau Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART) yang ada. Anggotanya diangkat oleh organisasi.[1] Contoh dari kelompok ini adalah semua perkumpulan yang memiliki AD/ART.

Kelompok Informal[sunting | sunting sumber]

Merupakan suatu kelompok yang tumbuh dari proses interaksi, daya tarik, dan kebutuhan-kebutuhan seseorang. Keanggotan kelompok biasanya tidak teratur dan keanggotaan ditentukan oleh daya tarik bersama dari individu dan kelompok Kelompok ini terjadi pembagian tugas yang jelas tapi bersifat informal dan hanya berdasarkan kekeluargaan dan simpati. Misalnya: kelompok arisan

Geng Motor Salah Satu Bentuk Kelompok Sosial

Ciri[sunting | sunting sumber]

Suatu kelompok dapat dinamakan kelompok sosial, apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut:[1]

  1. Memiliki motif yang sama antara individu satu dengan yang lain.[1] (menyebabkan interkasi atau kerjasama untuk mencapai tujuan yang sama)[1]
  2. Terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan antara individu satu dengan yang lain[1] (akibat yang ditimbulkan tergantung rasa dan kecakapan individu yang terlibat)[1]
  3. Adanya penugasan dan pembentukan struktur atau organisasi kelompok yang jelas dan terdiri dari peranan serta kedudukan masing-masing.[1]
  4. Adanya peneguhan norma pedoman tingkah laku anggota kelompok yang mengatur interaksi dalam kegiatan anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama.[1]

Pembentukan Kelompok[sunting | sunting sumber]

Pembentukan kelompok diawali dengan adanya perasaan atau persepsi yang sama dalam memenuhi kebutuhan.[1] Setelah itu akan timbul motivasi untuk memenuhinya, sehingga ditentukanlah tujuan yang sama dan akhirnya interaksi yang terjadi akan membentuk sebuah kelompok.[5]

Pembentukan kelompok dilakukan dengan menentukan kedudukan masing-masing anggota (siapa yang menjadi ketua atau anggota).[1] Interaksi yang terjadi suatu saat akan memunculkan perbedaan antara individu satu dengan lainnya sehingga timbul perpecahan (konflik) [6] Perpecahan yang terjadi bisanya bersifat sementara karena kesadaran arti pentingnya kelompok tersebut, sehingga anggota kelompok berusaha menyesuaikan diri demi kepentingan bersama. Akhirnya setelah terjadi penyesuaian, perubahan dalam kelompok mudah terjadi.

Langkah proses pembentukan Tim diawali dengan pembentukan kelompok, dalam proses selanjutnya didasarkan adanya hal-hal berikut:[7]

Pembagian kelompok didasarkan pada tingkat kemampuan intelegensi yang dilihat dari pencapaian akademis.[1] Misalnya terdapat satu atau lebih punya kemampuan intelektual, atau yang lain memiliki kemampuan bahasa yang lebih baik.[1] Dengan demikian diharapkan anggota yang memiliki kelebihan tertentu bisa menginduksi anggota lainnya.[1]

Pembagian kekuatan yang berimbang akan memotivasi anggota kelompok untuk berkompetisi secara sehat dalam mencapai tujuan kelompok.[1] Perbedaan kemampuan yang ada pada setiap kelompok juga akan memicu kompetisi internal secara sehat.[1] Dengan demikian dapat memicu anggota lain melalui transfer ilmu pengetahuan agar bisa memotivasi diri untuk maju.[1]

Terbentuknya kelompok karena memiliki tujuan untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas kelompok atau individu.[1]

Pengorganisasian dilakukan untuk mempermudah koordinasi dan proses kegiatan kelompok. Dengan demikian masalah kelompok dapat diselesaikan secara lebih efisien dan efektif.[1]

Kebebasan merupakan hal penting dalam dinamika kelompok.[1] Kebebasan di sini merupakan kebebasan setiap anggota untuk menyampaikan ide, pendapat, serta ekspresi selama kegiatan.[1] Namun kebebasan tetap berada dalam tata aturan yang disepakati kelompok.[1]

Interaksi merupakan syarat utama dalam dinamika kelompok, karena dengan interaksi akan ada proses transfer ilmu dapat berjalan secara horizontal yang didasarkan atas kebutuhan akan informasi tentang pengetahuan tersebut.[1]

Pertumbuhan dan Perkembangan Kelompok[sunting | sunting sumber]

Indikator yang dijadikan pedoman untuk mengukur tingkat perkembangan kelompok adalah sebagai berikut:

1. Adaptasi Proses adaptasi berjalan dengan baik bila: a) Setiap individu terbuka untuk memberi dan menerima informasi yang baru[1] b) Setiap kelompok selalu terbuka untuk menerima peran baru sesuai dengan dinamika kelompok tersebut.[1] c) Setiap anggota memiliki kelenturan untuk menerima ide, pandangan, norma dan kepercayaan anggota lain tanpa merasa integritasnya terganggu.[1]

2. Pencapaian tujuan Dalam hal ini setiap anggota mampu untuk:[1] a) menunda kepuasan dan melepaskan ikatan dalam rangka mencapai tujuan bersama [1] b) membina dan memperluas pola [1] c) terlibat secara emosional untuk mengungkapkan pengalaman, pengetahuan dan kemampuannya.[1]

Selain hal diatas, perkembangan kelompok dapat ditunjang oleh bagaimana komunikasi yang terjadi dalam kelompok.[1] Dengan demikian perkembangan kelompok dapat dibagi menjadi tiga tahap, antara lain:[8]

1. Tahap pra afiliasi Merupakan tahap permulaan, diawali dengan adanya perkenalan semua individu akan saling mengenal satu sama lain.[1] Kemudian hubungan berkembang menjadi kelompok yang sangat akrab dengan saling mengenal sifat dan nilai masing-masing anggota.[1]

2. Tahap fungsional Ditandai dengan adanya perasaan senang antara satu dengan yang lain, tercipta homogenitas, kecocokan, dan kekompakan dalam kelompok.[1] Pada akhirnya akan terjadi pembagian dalam menjalankan fungsi kelompok.[1]

3. Tahap disolusi Tahap ini terjadi apabila keanggotaan kelompok sudah mempunyai rasa tidak membutuhkan lagi dalam kelompok.[1] Tidak ada kekompakan maupun keharmonisan yang akhirnya diikuti dengan pembubaran kelompok.[1]

Keunggulan dan Kelemahan dalam Kelompok[sunting | sunting sumber]

Dalam proses dinamika kelompok terdapat faktor yang menghambat maupun memperlancar proses tersebut yang dapat berupa kelebihan maupun kekurangan dalam kelompok tersebut.[9]

1. Kelebihan Kelompok

  • Keterbukaan antar anggota kelompok untuk memberi dan menerima informasi & pendapat anggota yang lain.[2]
  • Kemauan anggota kelompok untuk mendahulukan kepentingan kelompoknya dengan menekan kepentingan pribadi demi
  • Kemampuan secara emosional dalam mengungkapkan kaidah dan telah disepakati kelompok.[2]

2. Kekurangan Kelompok, kelemahan pada kelompok bisa disebabkan karena waktu penugasan, tempat atau jarak anggota kelompok yang berjauhan yang dapat memengaruhi kualitas dan kuantitas pertemuan.[2]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am an ao ap (Inggris) Theodore M. Mills, 1967. The Sociology of Small Groups. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Page. 3-35
  2. ^ a b c d (Inggris) Fred R. Kerlinger, 1964. Foundations of behavioral research. New York: Holt Rinehart and Winston.page. 20-35
  3. ^ Kamanto Sunarto. 1992. Sosiologi Kelompok. Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia. Hlm. 56
  4. ^ George C. Homans, The Human Group (New York: Harcourt, Brace and Company, 1950), hlm. 23
  5. ^ Alvin A Goldberg,.1985. Komunikasi kelompok. Jakarta: UI-Press.Hlm. 19
  6. ^ Hidayat, AAA. 2004. Pengantar Konsep Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Hlm.76
  7. ^ Slamet. Santosa, 1992. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.Hlm. 43
  8. ^ P. Robbins, Stephen. 1983. Organization Theory: Structure, Design, and Application. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Hlm 67
  9. ^ Soerjono. Soekanto, 1986. Pengetahuan Sosiologi Kelompok. Bandung: Penerbit Remadja Karya CV. Hlm. 34