Delapan Panji

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Delapan Panji
Negara Dinasti Qing
Tipe unitAngkatan darat, divisi administratif
PertempuranInvasi Jin Akhir ke Joseon

Penaklukan Ming oleh Qing

Invasi Qing ke Joseon
Pemberontakan Tiga Bawahan
Sepuluh Kampanye Besar Militer
Perang Candu Pertama
Perang Candu Kedua
Pemberontakan Taiping
Pemberontakan Boxer

Revolusi Xinhai
Delapan Panji 八旗
Nama Manchu
Manchu: ᠵᠠᡴᡡᠨ ᡤᡡᠰᠠ

Delapan Panji atau Delapan Bendera (dalam Manchu: ᠵᠠᡴᡡᠨ
ᡤᡡᠰᠠ
jakūn gūsa, Hanzi: 八旗; Pinyin: bāqí) adalah divisi administratif/militer di bawah Dinasti Qing yang ke dalamnya seluruh keluarga Manchu ditempatkan. Dalam perang, Delapan Panji berfungsi sebagai tentara, namun sistem panji juga merupakan kerangka organisasi dasar dari semua masyarakat Manchu. Dibentuk pada awal abad ke-17 oleh Nurhaci, tentara panji memainkan peran penting dalam penyatuan orang Jurchen yang tercerai-berai (yang kelak akan berganti nama menjadi orang Manchu di bawah putra Nurhaci, Hong Taiji) dan dalam penaklukan Dinasti Qing terhadap Dinasti Ming.

Ketika pasukan Mongol dan Han digabungkan ke dalam pembentukan militer Qing yang sedang tumbuh, Delapan Panji Mongol dan Delapan Panji Han dibentuk bersama dengan panji-panji asli Manchu. Tentara panji dianggap pasukan elite militer Qing, sementara sisa pasukan kekaisaran dimasukkan ke dalam Tentara Standar Hijau. Keanggotaan di panji bersifat turun-temurun, dan prajurit panji diberikan tanah dan penghasilan. Setelah kekalahan Dinasti Ming, para kaisar Qing terus mengandalkan Delapan Panji dalam kampanye militer mereka selanjutnya. Setelah Sepuluh Kampanye Militer Besar Kaisar Qianlong, kualitas pasukan panji secara bertahap menurun, dan pada abad ke-19 tugas mempertahankan kekaisaran telah banyak jatuh kepada tentara regional seperti Tentara Xiang. Seiring waktu, Delapan Panji menjadi identik dengan identitas Manchu bahkan ketika kekuatan militer mereka lenyap.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Pembentukan[sunting | sunting sumber]

Awalnya, pasukan Nurhaci diorganisasi ke dalam kelompok-kelompok pemburu kecil yang terdiri atas selusin pria yang memiliki ikatan darah, perkawinan, klan, atau tempat tinggal, seperti kebiasaan Jurchen yang khas. Pada 1601, dengan jumlah prajurit di bawah komandonya meningkat, Nurhaci mereorganisasi pasukannya menjadi kompi-kompi yang terdiri dari 300 keluarga. Lima kompi membentuk satu batalion, dan sepuluh batalion membentuk satu panji. Empat panji yang dibentuk pada awalnya: Kuning, Putih, Merah, dan Biru, masing-masing diberi nama sesuai warna benderanya. Pada tahun 1614, jumlah kompi telah berkembang menjadi sekitar 400.[1] Pada tahun 1615, jumlah panji digandakan melalui pembentukan panji "berbatasan". Pasukan dari masing-masing empat panji awal akan dibagi antara panji biasa dan berbatasan.[2][3] Varian yang berbatasan dari masing-masing bendera adalah memiliki sebuah batas merah, kecuali untuk Panji Merah Berbatasan, yang memiliki sebuah batas putih sebagai gantinya.

Pasukan panji berkembang pesat setelah serangkaian kemenangan militer di bawah Nurhaci dan para penerusnya. Dimulai pada akhir tahun 1620-an, Jurchen mengintegrasikan suku-suku Mongol yang bersekutu dan ditaklukkan ke dalam sistem Delapan Panji. Pada tahun 1635, Hong Taiji, putra Nurhaci, mengganti nama rakyatnya dari Jurchen ke Manchu. Pada tahun yang sama suku-suku Mongol dipisahkan menjadi Delapan Panji Mongol (Manchu: ᠮᠣᠩᡤᠣ
ᡤᡡᠰᠠ
, monggo gūsa; Hanzi: 八旗蒙古; Pinyin: bāqí ménggǔ).[3]

Invasi ke Korea[sunting | sunting sumber]

Di bawah Hong Taiji, pasukan panji turut serta dalam dua invasi ke Korea yang berada di bawah dinasti Joseon, pertama pada tahun 1627 dan kedua pada tahun 1636. Sebagai akibatnya, Korea dipaksa untuk mengakhiri hubungan sebelumnya dengan dinasti Ming dan menjadi sebuah negara pembayar upeti kepada Qing sebagai gantinya.

Penaklukan Ming[sunting | sunting sumber]

Awalnya, pasukan Tiongkok diintegrasikan ke dalam Panji Manchu yang ada. Ketika Hong Taiji merebut Yongping pada tahun 1629, satu rombongan prajurit artileri menyerah padanya. Pada tahun 1631, pasukan-pasukan ini diorganisasi menjadi apa yang disebut Tentara Han Lama di bawah komandan Tionghoa, Tong Yangxing.[4] Unit artileri ini digunakan secara meyakinkan untuk mengalahkan pasukan jenderal Ming Zu Dashou dalam pengepungan Dalinghe pada tahun yang sama.[5][6] Pada 1636, Hong Taiji memproklamasikan berdirinya Dinasti Qing.

Antara tahun 1637 dan 1642,[7][8] Tentara Han Lama, sebagian besar terdiri dari penduduk asli Liaodong yang telah menyerah di Yongping, Fushun, Dalinghe, dan lain-lain, diorganisasikan ke dalam Delapan Panji Tionghoa Han (Manchu: ᠨᡳᡴᠠᠨ
ᠴᠣᠣᡥᠠ
nikan cooha or ᡠᠵᡝᠨ
ᠴᠣᠣᡥᠠ
ujen cooha; Hanzi: 八旗汉军; Pinyin: bāqí hànjūn). Delapan Panji paling awal kemudian disebut sebagai Delapan Panji Manchu (Manchu: ᠮᠠᠨᠵᡠ
ᡤᡡᠰᠠ
, manju gūsa; Hanzi: 八旗满洲; Pinyin: bāqí mǎnzhōu). Meskipun masih disebut dengan nama "Delapan Panji", secara efektif telah ada dua puluh empat tentara panji, masing-masing delapan untuk tiga kelompok etnis utama.[3]

Di antara senjata-senjata mesiu Panji, seperti senapan lontak dan artileri, secara spesifik dipegang oleh Panji Tionghoa.[9]

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Wakeman 1986, hlm. 53–54.
  2. ^ Wakeman 1986, hlm. 54.
  3. ^ a b c Elliott 2001, hlm. 59.
  4. ^ Wakeman 1986, hlm. 168–169.
  5. ^ Wakeman 1986, hlm. 182–183.
  6. ^ Elliott 2006, hlm. 43.
  7. ^ Frederic Wakeman (1 January 1977). Fall of Imperial China. Simon and Schuster. hlm. 84–. ISBN 978-0-02-933680-9. 
  8. ^ Evelyn S. Rawski (15 November 1998). The Last Emperors: A Social History of Qing Imperial Institutions. University of California Press. hlm. 61–. ISBN 978-0-520-92679-0. 
  9. ^ Di Cosmo 2007, p. 23.

Referensi[sunting | sunting sumber]

 Artikel ini memuat teks dari The Manchus: or The reigning dynasty of China; their rise and progress, oleh John Ross, publikasi dari tahun 1880, sekarang berada pada domain umum di Amerika Serikat.

Bacaan lebih lanjut[sunting | sunting sumber]

  • Crossley, Pamela Kyle (1989), "The Qianlong Retrospect on the Chinese-martial (hanjun) Banners", Late Imperial China, 10 (2): 63–107, doi:10.1353/late.1989.0004 
  • —— (1999), A Translucent Mirror: History and Identity in Qing Imperial Ideology, University of California Press, ISBN 0-520-92884-9 
  • Crossley, Pamela Kyle (2010), Kagan, Kimberly, ed., The Imperial Moment, Paul Bushkovitch, Nicholas Canny, Pamela Kyle Crossley, Arthur Eckstein, Frank Ninkovich, Loren J. Samons, Harvard University Press, ISBN 0674054091 
  • Enatsu, Yoshiki (2004), Banner Legacy: The Rise of the Fengtian Local Elite at the End of the Qing, University of Michigan, ISBN 978-0-89264-165-9 
  • Im, Kaye Soon. "The Development of the Eight Banner System and its Social Structure," Journal of Social Sciences & Humanities (1991), Issue 69, pp 59–93
  • Lococo, Paul (2012), "The Qing Empire", dalam Graff, David A.; Higham, Robin, A Military History of China (edisi ke-2nd), University Press of Kentucky, hlm. 115–133, ISBN 978-0-8131-4067-4 
  • Rawski, Evelyn S. (1998), The Last Emperors: A Social History of Qing Imperial Institutions, University of California Press, ISBN 0-520-92679-X