Dampak dari perubahan iklim terhadap kesehatan mental

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Asap di CBD Sydney dari kebakaran besar hutan (pada tahun 2019), memengaruhi kesehatan mental secara langsung kepada individu-individu tertentu. Kemungkinan terjadinya kebakaran hutan semakin meningkat dikarenakan adanya perubahan iklim.

Dampak dari perubahan iklim dapat berakibat buruk kepada diri maupun kesehatan mental manusia, terutama pada kelompok individu yang rentan terhadap perubahan tersebut dan pada mereka yang sebelumnya mengalami gangguan pada kesehatan mental. Terdapat tiga cara bagaimana dampak ini bisa terjadi, yaitu: dampak yang terjadi secara langsung, dampak yang terjadi secara tidak langsung, dan dampak yang terjadi dengan kewaspadaan. Dampak secara langsung meliputi kondisi stress yang diakibatkan oleh post traumatic stres disorder (PTSD). Penelitian ilmiah telah menghubungkan antara kesehatan mental dengan beberapa dampak paparan iklim seperti contohnya panas, tingkat kelembapan, curah hujan, kebakaran dan banjir yang diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi.

Beberapa dari kesehatan mental telah diukur melalui beberapa studi dengan menggunakan beberapa indikator seperti penerimaan pasien rumah sakit jiwa, tingkat kematian, tingkat penyakitan diri sendiri dan tingkat/jumlah bunuh diri yang terjadi. Masyarakat yang rentan terdiri dari mereka yang memiliki penyakit mental yang telah ada sebelumnya,

Tanggapan emosional terhadap ancaman perubahan iklim dapat meliputi kecemasan akan lingkungan, kesedihan yang berhubungan dengan ekologis, dan kemarahan akan lingkungan. Meskipun tidak menyenangkan, emosi seperti itu seringkali tidak berbahaya, dan dapat menjadi respons rasional terhadap degradasi terhadap dunia, yang pada akhirnya memotivasi tindakan yang bersifat adaptif.[1]

Mengevaluasi dampak dari perubahan iklim kepada kesehatan mental itu cukup sulit; meningkatnya suhu panas secara ekstrim dapat menimbulkan dampak kepada kesehatan mental yang berbentuk meningkatnya penerimaan pasien penyakit jiwa di rumah sakit dan tingkat bunuh diri yang juga meningkat.

Jalur di Jalanan[sunting | sunting sumber]

Banjir di Daerah pinggiran Brisbane pada tahun 2011, mempengaruhi kesehatan mental dari penduduk (banjir di Queensland diprediksi akan menjadi lebih sering dan parah karena perubahan iklim)
Jalan yang tergenang banjir di pinggiran kota Brisbane, Yeronga pada tahun 2011.
Orang-orang melihat lapisan es beku yang berpecahan di air dengan pemandangan gunung (proses ini akan dipercepat karena penurunan laut es Arktik ).

Kesehatan mental adalah sebuah kondisi dimana sebuah kesejahteraan seorang individu dalam memahami apa yang mereka lakukan, seperti dalam kemampuan dalam menghadapi stres dalah hidup sehari-hari, produktivitas di tempat kerja dan kontribusi yang mereka berikan kepada komunitasnya. Dalam beberapa kasus, manusia dapat terpengaruh oleh beberapa cara sekaligus. Beberapa studi dengan menggunakan tatanama yang berbeda untuk menggambarkan 3 jalur dampak yaitu beberapa menerapkan jalur"kewaspadaan" dengan mengggunakan istilah "dampak yang tidak langsung", sedangkan mengelompokan "dampak tidak langsung" lewat finansial dan gangguan sosial dibawah kata "psikososial".

Dampak langsung[sunting | sunting sumber]

Dampak langsung meliputi kondisi stres yang disebabkan oleh paparan terhadap peristiwa cuaca ekstrem, seperti contohnya gelombang panas, kekeringan, banjir, dan kebakaran hutan. Kondisi ini dapat mengakibatkan trauma, seperti dislokasi bencana alam akibat perubahan iklim, seperti trauma akibat banjir atau kebakaran, trauma akibat kehilangan teman dan keluarga, atau peristiwa-peristiwa traumatis lainnya. Dampk dari peristiwa tersebut dapat menimbulkan penyakit gangguan kesehatan mental seperti gangguan stres pasca trauma dan gangguan stres akut, depresi, dan gangguan kecemasan secara umum .[2][3] Dampak ini dapat terjadi secara bersamaan, maupun sendirian.[4] Ada banyak literatur membahas mengenai hubungan antara terjadinya bencana dan hubungannya dengan terganggunya kesehatan mental (tanpa secara eksplisit menghubungkan antara terjadinya peningkatan tingkat frekuensi dan keparahan akan perubahan iklim).[5]

Dampak yang paling umum dapat berupa stres jangka pendek, dimana mayoritas orang dapat melakukan pemulihan dengan cepat. Tetapi terkadang terjadi sebuah kondisi kronis , khususnya bagi mereka yang telah terpapar berbagai peristiwa-peristiwa ekstrim, seperti stres pasca trauma, gangguan somatoform, atau kecemasan yang terjadi untuk jangka panjang. Respon yang cepat dari pihak berwenang untuk dapat memulihkan rasa ketertiban dan keamanan secara substansial dapat mengurangi risiko dampak psikologis jangka panjang bagi mayoritas orang yang terkena. Walaupun bagi beberapa individu-individu yang sebelumnya sudah memiliki masalah kesehatan mental, terutama psikosis, mungkin memerlukan perawatan yang lebih intensif, yang dapat menjadi sebuah tantangan jika pertolongan untuk pelayanan bagi kesehatan mental lokal terganggu oleh kondisi cuaca ekstrem yang terjadi.[6][7][8]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Ojala, Maria; Cunsolo, Ashlee; Ogunbode, Charles A.; Middleton, Jacqueline (18 October 2021). "Anxiety, Worry, and Grief in a Time of Environmental and Climate Crisis: A Narrative Review". Annual Review of Environment and Resources. 46 (1): 35–58. doi:10.1146/annurev-environ-012220-022716. ISSN 1543-5938. Diakses tanggal 5 January 2022. 
  2. ^ Berry, Helen; Kathryn, Bowen; Kjellstrom, Tord (2009). "Climate change and mental health: a causal pathways framework". International Journal of Public Health. 55 (2): 123–132. doi:10.1007/s00038-009-0112-0. PMID 20033251. 
  3. ^ Clemens, Vera; von Hirschhausen, Eckart; Fegert, Jörg M. (2020). "Report of the intergovernmental panel on climate change: implications for the mental health policy of children and adolescents in Europe—a scoping review". European Child & Adolescent Psychiatry (dalam bahasa Inggris). doi:10.1007/s00787-020-01615-3. ISSN 1018-8827. PMID 32845381. 
  4. ^ Young, Chelsea A. (2021). "42.1 the Impacts of Climate Change on Children's Mental Health". Journal of the American Academy of Child & Adolescent Psychiatry. 60 (10): S61–S62. doi:10.1016/j.jaac.2021.07.263. 
  5. ^ Charlson, Fiona; Ali, Suhailah; Benmarhnia, Tarik; Pearl, Madeleine; Massazza, Alessandro; Augustinavicius, Jura; Scott, James G. (2021). "Climate Change and Mental Health: A Scoping Review". International Journal of Environmental Research and Public Health (dalam bahasa Inggris). 18 (9): 4486. doi:10.3390/ijerph18094486. ISSN 1660-4601. PMC 8122895alt=Dapat diakses gratis Periksa nilai |pmc= (bantuan). PMID 33922573 Periksa nilai |pmid= (bantuan).  Text was copied from this source, which is available under a Creative Commons Attribution 4.0 International License
  6. ^ Doherty, Susan; Clayton, Thomas J (2011). "The psychological impacts of global climate change". American Psychologist. 66 (4): 265–276. doi:10.1037/a0023141. PMID 21553952. 
  7. ^ Fritze, Jessica G.; Blashki, Grant A.; Burke, Susie; Wiseman, John (2008). "Hope, despair and transformation: Climate change and the promotion of mental health and wellbeing". International Journal of Mental Health Systems. 2 (13): 13. doi:10.1186/1752-4458-2-13. PMC 2556310alt=Dapat diakses gratis. PMID 18799005. 
  8. ^ World Health Organization. "Climate change and health". World Health Organization. World Health Organization. Diakses tanggal 27 February 2018.