Cuckold

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
The Jealous Husband, lukisan karya Cornelius Krieghoff menggambarkan suami cuckold

Cuckold adalah sebuah panggilan untuk suami dari istri yang berselingkuh, sedangkan sebutan istri dari suami yang berzina adalah cuckquean. Dalam biologi, cuckold merujuk pada laki-laki yang tanpa sadar merawat anak yang secara genetik bukan keturunannya.[1] Seorang suami yang menyadari dan mentolerir perselingkuhan istrinya kadang-kadang disebut wittol atau wittold.[2]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

c. 1815 Sebuah satir tentang cuckoldry, yang menunjukkan pria dan wanita memakai tanduk

Kata cuckold berasal dari burung cuculidae, mengacu pada habitatnya yang bertelur di sarang burung lain.[3][4] Persamaan ini umum dalam cerita rakyat abad pertengahan, sastra, dan ikonografi.

Penggunaan ke dalam bahasa Inggris pertama kali muncul sekitar tahun 1250 dalam puisi debat abad pertengahan.[5] Tulisan Shakespeare sering merujuk pada cuckold, dengan beberapa karakternya mencurigai mereka telah berselingkuh.[4]

Kata itu sering kali menyiratkan bahwa sang suami tertipu; dia tidak menyadari ketidaksetiaan istrinya dan mungkin tidak tahu sampai kedatangan atau pertumbuhan seorang anak yang jelas bukan miliknya (seperti burung kukuk).[6][7]

Pada 1520 menandakan pertama kalinya kemunculan kata wittol, yang mengacu pada seorang pria yang sadar dan berdamai dengan ketidaksetiaan istrinya.[8]

Istilah 'cuckold' kini semakin banyak digunakan oleh pasangan gay untuk menyebut pria gay yang pasangan atau suaminya melakukan aktivitas seksual dengan pria atau wanita lain. Alat lain seperti pengurung penis yang dapat dikunci dapat diterapkan oleh pasangan kepada pasangan yang selingkuh dan terbukti tidak setia sering disebut 'pengurung cuckold'.

Kecenderungan akan Cuckold[sunting | sunting sumber]

Berbeda dengan definisi tradisional dari istilah tersebut, dalam fetish seksual penggunaan cuckold (juga dikenal sebagai "cuckolding fetish")[9][10] dan terlibat dalam "perselingkuhan" seksual pasangannya; istri yang senang "cuckolding" suaminya disebut "cuckolddress" jika laki-laki lebih penurut.[11][halaman dibutuhkan][12][13][14] Pria dominan yang terlibat dengan pasangan cuckold disebut "bull".[12][15]

Jika pasangan dapat menjaga fantasi di ranjang, atau mencapai kesepakatan di mana selingkuh dalam kenyataan tidak merusak hubungan, mereka dapat mencobanya. Seperti tindakan seksual lainnya kecenderungan ini dapat meningkatkan hubungan seksual antar pasangan.[16] Namun, pendukung utamanya keseluruhan selalu orang yang dipermalukan. Para cuckold meyakinkan kekasihnya untuk berpartisipasi dalam fantasi agar dapat menyenangkan mereka, meskipun "cuckold" lain mungkin lebih memilih kekasih mereka yang memulai terlebih dahulu. Fantasi tidak bekerja sama sekali jika cuckold dipermalukan di luar keinginan mereka.[17]

Psikologi menganggap fetishisme cuckold sebagai varian dari sadomasokisme, dengan cuckold memperoleh kesenangan karena dipermalukan.[18][19] Melalui bukunya berjudul Masokisme dan Diri, psikolog Roy Baumeister mengajukan analisis Teori Diri bahwa cuckolding (atau secara khusus, semua masokisme) adalah cara melarikan diri dari kesadaran diri, pada saat kesadaran diri menjadi beban, seperti munculnya ketidakmampuan untuk peka. Menurut teori ini, rasa sakit fisik atau mental dari masokisme menjauhkan perhatian dari diri, yang diinginkan pada saat "rasa bersalah, kecemasan, dan ketidakamanan", atau pada saat lain ketika kesadaran diri menjadi tidak menyenangkan.[20]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Steven M. Platek; Todd K. Shackelford, ed. (2006). Female Infidelity and Paternal Uncertainty: Evolutionary Perspectives on Male Anti-Cuckoldry Tactics. New York: Cambridge University Press. ISBN 9781139458047. 
  2. ^ Davidson, Thomas. "Whitlow to Wyvern". Chambers's Twentieth Century Dictionary 1908. 
  3. ^ "Online Etymology Dictionary". Diakses tanggal 19 December 2016. 
  4. ^ a b Williams, Janet (4 July 2009). "Cuckolds, Horns and Other Explanations". BBC News. Diakses tanggal 11 February 2013. 
  5. ^ Geoffrey Hughes (26 March 2015). An Encyclopedia of Swearing: The Social History of Oaths, Profanity, Foul Language, and Ethnic Slurs in the English-speaking World. Taylor & Francis. hlm. 191–. ISBN 978-1-317-47677-1. 
  6. ^ Coleman, Julie (1 January 1999). Love, Sex, and Marriage: A Historical Thesaurus. Rodopi. ISBN 9042004339. Diakses tanggal 22 November 2016 – via Google Books. 
  7. ^ Williams, Gordon (13 September 2001). A Dictionary of Sexual Language and Imagery in Shakespearean and Stuart Literature: Three Volume Set Volume I A-F Volume II G-P Volume III Q-Z. A&C Black. ISBN 9780485113938. Diakses tanggal 22 November 2016 – via Google Books. 
  8. ^ Oxford English Dictionary
  9. ^ Elizabeth Weiss (2017-08-09). "The Cuckolding Fetish Explained: Why Some Men Actually *Want* to Be Cheated On". Marie Claire Magazine (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-06-27. 
  10. ^ Calhoun, Ada (2012-09-14). "You May Call It Cheating, but We Don't". The New York Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2022-06-27. 
  11. ^ Ley, David (2009). Insatiable Wives: Women Who Stray and the Men Who Love Them. Rowman & Littlefield. ISBN 978-1-4422-0031-9. 
  12. ^ a b Kort, Joe (13 September 2016). "The Expanding Phenomenon Of Cuckolding: Even Gay Men Are Getting Into It". Huffington Post. Diakses tanggal 19 December 2016. 
  13. ^ Harris, Lynn (5 September 2007). "What do you call a female cuckold?". Salon. Diakses tanggal 19 December 2016. 
  14. ^ Hyde, Janet Shibley; Oliver, Mary Beth (2000), Travis, Cheryl Brown; White, Jacquelyn W., ed., "Gender differences in sexuality: Results from meta-analysis.", Sexuality, society, and feminism. (dalam bahasa Inggris), Washington: American Psychological Association, hlm. 57–77, doi:10.1037/10345-003, ISBN 978-1-55798-617-7, diakses tanggal 2022-10-22 
  15. ^ Lehmiller, Justin J.; Ley, David; Savage, Dan (2018). "The Psychology of Gay Men's Cuckolding Fantasies". Archives of Sexual Behavior (dalam bahasa Inggris). 47 (4): 999–1013. doi:10.1007/s10508-017-1096-0. ISSN 0004-0002. PMID 29285655. 
  16. ^ "A consequence of cuckoldry: More (and better) sex?". American Psychological Association. 2011. Diakses tanggal 2022-10-22. 
  17. ^ Klein, Donald C. (1 Dec 1999). "The humiliation dynamic: An overview". The Journal of Primary Prevention. 12 (2): 93–121. doi:10.1007/BF02015214. PMID 24258218. 
  18. ^ Rufus, Anneli (July 29, 2010). "The Intellectual Sex Fetish". The Daily Beast. Diakses tanggal November 20, 2021. 
  19. ^ Betchen, Stephen J. (November 18, 2014). "Sexually Dominant Women and the Men Who Desire Them, Part II". Magnetic Partners blog post. Psychology Today. Cuckolding can also be mixed with other non-monogamous relationship arrangements with which it has substantial overlap such as swinging, open relationships, and polyamory. Again, it is distinguished from these concepts in that cuckold's thrill in their partner's acts is specifically masochistic 
  20. ^ Baumeister, Roy (2014). Masochism and the Self. New York: Psychology Press. ISBN 978-1138876064. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]