Lompat ke isi

Closeted

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Closeted (Bahasa Indonesia: bersembunyi; tertutup) dan in the closet (Bahasa Indonesia: bersembunyi dalam lemari) adalah metafora bagi orang LGBTQ yang belum mengungkapkan Identitas gender dan orientasi seksual mereka ke orang lain dan/atau khalayak umum (dikenal pula sebagai melela).

Metafora closeted belum disulih-suarakan, sehingga mungkin masih terdengar asing di telinga masyarakat awam. Oleh sebab itu pula, istilah ini belum memiliki padanan yang umum digunakan dan disepakati bersama di Indonesia. Istilah lain yang lebih umum digunakan dalam budaya kwir Indonesia adalah "tertutup/menutup diri", "berpura-pura", atau "discreet" sebagai lawan dari "terbuka/membuka diri", "menjadi diri sendiri", atau "open" — yang lebih menitikberatkan pada pengelolaan performativitas individu sebagai lesbian, biseksual, gay, transgender, dan kwir di depan publik dan/atau di depan komunitas LGBTQ, dibandingkan dengan istilah "closeted" dan "melela"/"coming out" yang berkenaan dengan pengakuan identitas diri ke khalayak luas.[1]

Sebagian individu LGBTQ memilih untuk tetap closeted dan/atau "hidup dalam kepura-puraan", diantaranya karena perasaan takut atas keamanan dan keselamatan dirinya, memiliki homofobia dan transfobia terinternalisasi, ataupun hidup di lingkungan yang tidak ramah LGBTQ.[2] Menurut penelitian dari Yale School of Public Health, estimasi orang LGBT yang tidak melelakan orientasi seksual mereka adalah sebanyak 83 persen.[3]

Etimologi

[sunting | sunting sumber]

D. Travor Scott mengklaim bahwa frasa "coming out of closet" (Bahasa Indonesia: melela dari dalam lemari), bersamaan dengan makna turunannya, yakni "coming out" dan "closeted" memiliki asal muasal dari dua metafor yang berbeda. "Coming out" mulanya merupakan istilah yang digunakan pada abad ke-20 untuk memperkenalkan perempuan muda dari kalangan kelas atas yang telah mencapai usia kedewasaan ke masyarakat umum secara resmi dalam acara debutante. Selain itu, di masa lampau, kata "closet" memiliki makna "kamar tidur", yang memetaforakan persembunyian seksualitas seseorang yang tidak boleh ditampilkan di luar kamar. Kemudian di tahun 1960-an, idiom "skeleton in the closet" (Bahasa Indonesia: tengkorak di lemari) digunakan untuk menyebut rahasia yang disembunyikan karena tabu dan stigma sosial, serta digunakan pula untuk menyebut identitas gender dan seksual seseorang yang tidak ingin disingkapkan. Sehingga, mengungkap identitas LGBTQ+ seseorang yang sebelumnya disembunyikan atau dirahasiakan sama saja dengan mengeluarkan si tengkorak (the skeleton) dari dalam lemari (to come out of the closet).[4]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Boellstorff, Tom (2009). The gay archipelago: seksualitas dan bangsa di Indonesia. s.l.: Q-Munity. ISBN 978-602-95248-0-2.
  2. ^ "First, Do No Harm: Reducing Disparities for Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Queer and Questioning Populations in California" (PDF). California Pan-Ethnic Health Network. Diakses tanggal 18 March 2025. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  3. ^ Pachankis, John E.; Bränström, Richard (13 June 2019). "How many sexual minorities are hidden? Projecting the size of the global closet with implications for policy and public health". PLOS ONE. 14 (6): e0218084. Bibcode:2019PLoSO..1418084P. doi:10.1371/journal.pone.0218084. PMC 6564426. PMID 31194801.
  4. ^ Scott, D. Travers (2018-07-03). "'Coming out of the closet' – examining a metaphor". Annals of the International Communication Association. 42 (3): 145–154. doi:10.1080/23808985.2018.1474374. ISSN 2380-8985. S2CID 149561937.