Bioinsektisida

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Struktur Nikotin (Nicotiana tabacum)yang merupakan salah satu Bioinsektisida dan telah diproduksi secara komersial di beberapa negara.

Bioinsektisida adalah bahan-bahan alami yang bersifat racun serta dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, memengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak, dan aktivitas lainnya yang dapat memengaruhi organisme pengganggu tanaman.[1] Penggunaan bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif penggunaan insektisida sintetik yang sering disebut pestisida nabati atau bioinsektisida. Alternatif ini dianggap perlu karena kandungan residu insektisida sintetik yang dianggap dapat berakibat fatal, bukan hanya terhadap kesehatan tetapi juga merugikan perdagangan karena ditolaknya produk pertanian yang diekspor.[2] Tumbuhan yang dikenal terlebih dahulu berfungsi sebagai bioinsektisida dan telah diproduksi secara komersial diberbagai negara adalah Chrysanthemum cenerariaefolium (piretrin), Nicotiana tabacum (nikotin), dan Derris spp. (rotenon).[3]

Potensi Bioinsektisida[sunting | sunting sumber]

Bioinsektisida dapat dijadikan sebagai solusi pemecahan masalah penggunaan insektisida sintetik .[4] Hal ini dikarenakan aplikasi bioinsektisida pada umumnya tidak menimbulkan residu sehingga aman bagi kesehatan manusia.[4] Selain itu konsumen dalam negeri maupun luar negeri banyak yang mensyaratkan bahwa produk yang mereka beli harus bebas dari pengaruh insektisida sintetik.[4] Peningkatan permintaan terhadap bahan organik ini tidak ditentukan oleh pendapatan konsumen melainkan kesadaran akan pentingnya komoditas organik Hal inilah yang menjadi keunggulan bioinsektisida.[4]

Bahan tanaman yang dapat digunakan sebagai bioinsektisida[sunting | sunting sumber]

Beberapa bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber bioinsektisida adalah daun mimba (Azadirachta indica), daun paitan (Tithonia diversifolia), daun sirih (Piper betle Linn.), akar philodendron (Philodendron martianum.), akar philodendron jari (Philodendron bipinnatifidum), akar monstera (Monstera deliciosa), dan akar tuba (Derris elliptica) yang mengandung metabolit sekunder pada bagian akar (Anton Muhibuddin, dkk., 2009). Getah Pepaya juga dapat menjadi salah satu bahan bioinsektisida.[5] Pada umumnya,tumbuhan menghasilkan senyawa primer dan sekunder melalui lima jalur biosintesis yaitu metabolisme gula, lintasan asetat malonat, lintasan asetat mevalonat, lintasan sikimat, dan metabolisme asam amino.[6] Senyawa primer dan sekunder ini pada tumbuhan dalam bentuk yang berbeda-beda.[6] Getah merupakan salah satu senyawa primer yang dihasilkan tumbuhan yang berupa suatu materi hasil fotosintesis dan keluar pada saat tanaman mengalami luka.[7] Getah biasanya berupa cairan kental berwarna putih susu dan lengket dengan berat jenis 1,038 g/cm3, kadar air 82,02% dan kandungan aktivitas proteolitiknya 307,8 MCU.[7] Pada umumnya seluruh bagian tanaman pepaya mengandung getah, namun bagian yang paling banyak mengandung getah adalah pada bagian buahnya[5] Menurut Anton Muhibuddin, 2009, secara sederhana, cara pembuatan bio insektisida dari bahan-bahan di atas adalah: pertama akar philodendron, monstera, dan tuba serta daun sirih, mimba, pepaya dan paitan ditimbang sebanyak 40 g, dicuci bersih dan selanjutnya dibilas dengan alkohol 70% selama 3 menit. Selanjutnya akar ataupun daun dipotong sektar 0,5 cm dan direndam dalam 200 ml aquades yang diletakkan dalam botol yang tertutup rapat. Rendaman akar atau daun ini disimpan selama 24 jam pada suhu kamar dengan tujuan mengeluarkan senyawa kimia dari organ tanaman. Setelah 24 jam larutan disaring menggunakan kertas saring dan ditempatkan pada botol plastik steril. Pemanasan adalah salah satu cara ekstraksi yang juga dilakukan. Proses awal sebelum pemanasan bahan tanaman sama dengan cara mendapatkan ekstrak tanaman melalui proses perendaman. Aquades yang ditambahkan sebanyak 250 ml. Penambahan jumlah aquades bertujuan mengantisipasi penguapan air. Pemanasan tanaman dilakukan di atas kompor selama 10 menit dimulai setelah campuran mendidih. Selanjutnya larutan disaring menggunakan kertas saring dan ditempatkan pada botol plastik steril.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ (Inggris)Agrios. 1998. Plant Pathologi.Hlmn: 262. ISBN 0-12-044565-4. New York: Academic Press.
  2. ^ Kardinan. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi.Halmn 6-7. ISBN 979-3357-29-0. Jakarta: Penebar Swadaya
  3. ^ Prijono D. 1999. Prospek dan strategi pemanfaatan insektisida alami dalam PHT. Di dalam: Nugroho BW, Dadang dan Prijono D, editor. Bahan Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida alami, Bogor 9-13 Agustus 1999. Bogor: pusat Kajian PHT IPB. Halaman 1-7.
  4. ^ a b c d Hamijaya MZ dan Asikin A. 2005. Teknologi ”Indiggenous” dalam mengendalikan hama padi di Kalimantan Selatan. Dalam Simposium Nasional, Ketahanan dan Keamanan Pangan pada Era Otonomi dan Globalisasi. Bogor 22 November 2005.
  5. ^ a b Kalie MB. 1996. Bertanam Pepaya. Hlmn 92-93. ISBN 979-489-389-7. Jakarta: Penebar Swadaya
  6. ^ a b (Inggris)Moore TC. 1989. Biochemistry and Physiology of Plant Hormones. Edisi-2. New York: Springer-Verlag
  7. ^ a b Sabari SD, Broto W, Mulyani T, Yuni S, Pratikno S. 2001. Perbaikan teknologi penyadapan dan pengawetan getah pepaya segar untuk produksi papain. Jurnal Hortikultura 11 (3):196-206.