Biji kopi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Biji kopi yang masih segar
Biji kopi yang telah digaringkan

Biji kopi adalah biji dari tumbuhan kopi dan merupakan sumber dari minuman kopi. Warna bijinya adalah putih dan sebagian besar berupa endosperma.[1] Setiap buah umumnya memiliki dua biji. Buah yang hanya mengandung satu biji disebut dengan peaberry dan dipercaya memiliki rasa yang lebih baik.[2]

Dua varietas yang paling banyak dibudidayakan yaitu kopi arabika (75%) dan kopi robusta (20%).[1] Kopi arabika mengandung sekitar 0.8-1.4 persen kafeina, sedangkan kopi robusta 1.7-4% kafeina.[3] Kopi merupakan salah satu tanaman perkebunan dan komoditas ekspor utama dari setengah negara berkembang di dunia.[4]

Budi daya[sunting | sunting sumber]

Pohon kopi dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 10 meter. Tumbuhan kopi umumnya ditanam dengan jarak antara pohon sekitar dua meter. Kopi arabika dan robusta masing-masing memiliki kebutuhan lingkungan yang berbeda; kopi arabika mengutamakan termperatur yang lebih dingin dan kopi robusta membutuhkan temperatur yang lebih hangat.[5] Seperti halnya tumbuhan berbuah lainnya, kopi membutuhkan musim kering dan matahari yang cukup banyak ketika mulai berbuah.

Pascapanen[sunting | sunting sumber]

Ketika buah mulai matang, umumnya dipetik dengan tangan dan dibutuhkan ketelatenan petani dalam memilih buah yang benar-benar matang. Selain pemetikan secara selektif, metode lain yaitu petani memetik seluruh buah pada satu cabang, baik buah yang matang maupun tidak, untuk kemudian diseleksi di tempat pengolahan.

Di fasilitas pengolahan kopi, buah kopi melalui proses pemisahan daging buah dari bijinya, lalu direndam dalam air selama dua hari untuk melarutkan sisa daging buah dan pulp yang mungkin masih menempel pada biji. Selain menggunakan metode perendaman, biji kopi juga dapat dijemur di bawah sinar matahari hingga kering untuk memisahkan daging buah dan bijinya.

Nutrisi[sunting | sunting sumber]

Alkaloida[sunting | sunting sumber]

Kafeina (1,3,7-trimethyl-xanthine) merupakan senyawa alkaloida yang paling banyak berada pada biji kopi, segar maupun yang telah digaringkan. Kadarnya bervariasi antara 1 sampai 2.5 persen tergantung jenis. Kadar kafeina biji kopi tidak mengalami perubahan signifikan selama pematangan buah di pohon.[6] Kelarutan kafeina dalam air meningkat seiring peningkatan temperatur dan penambahan asam klorin, asam sitrat, dan asam tartarat, yang semuanya juga berada di dalam biji kopi segar.[7]

Selain kafeina, terdapat juga alkaloida teofilin, teobromin, paraxantin, liberin, dan metilliberin dengan kadar yang rendah. Teofilin juga merupakan alkaloida yang terdapat pada teh hijau, dan kadar alkaloida ini pada biji kopi mengalami penurunan ketika biji kopi digaringkan.[8]

Trigonelin (N-methyl-nicotinate) adalah senyawa turunan dari vitamin B6 dan terdapat dalam biji kopi segar dengan kadar antara 0.6 sampai 1 persen. Penggaringan mengubah sebagian besar trigonelin menjadi niasin.[9] Trigolenin telah diamati memiliki sifat mutagenik.[10]

Protein dan asam amino[sunting | sunting sumber]

Protein terdapat dalam biji kopi kering dengan kadar antara 8 sampai 12 persen.[11] Sebagian besar protein ini terdegradasi menjadi asam amino bebas selama pematangan di pohon dan proses penggaringan.[12] Keasaman, temperatur, dan kadar oksigen tinggi dapat menyebabkan protein dalam biji kopi terdegradasi menjadi peptida dan asam amino. Biji kopi segar yang telah matang mengandung setidaknya 4 miligram asam amino per gram biji kopi untuk kopi robusta, dan 4.5 miligram per gram biji kopi untuk kopi arabika. Pada kopi arabika maupun robusta, alanin adalah asam amino terbanyak dengan kadar 1.2 mg/gram biji kopi arabika dan 0.8 mg/gram biji kopi robusta, diikuti asparagin dengan kadar 0.66 mg/gram biji kopi arabika dan 0.36 mg/gram per biji kopi robusta.[13][14] Asam amino yang bersifat hidrofobik seperti isoleusin, leusin, valin, tirosin, dan fenilalanin menyebabkan rasa yang tidak mantap pada kopi.[15] Meski demikian, sebagian besar asam amino bebas tidak terdapat pada kopi yang digaringkan karena telah terdegradasi melalui proses Maillard, dan produk dari asam amino hidrofobik tersebut seperti diketopiperazin merupakan kontributor utama rasa pahit pada kopi.[16]

Karbohidrat[sunting | sunting sumber]

Karbohidrat menyumbang sekitar 50 persen dari berat kering biji kopi segar. Karbohidrat terutama dihasilkan dari polisakarida arabinogalaktan, galaktomanan, dan selulosa, dan cenderung tidak memiliki rasa.[17] Monosakarida bebas seperti sukrosa terdapat dalam biji kopi dengan warna kulit yang kekuningan dengan kadar 9000 mg per gram biji kopi arabika dan 4500 mg per gram biji kopi robusta. Selan itu juga terdapat fruktosa, galaktosa, dan D-mannitol.[18]

Lipid[sunting | sunting sumber]

Lipid yang terdapat pada biji kopi diantaranya asam linoleat, asam palmitat, asam oleat, asam stearat, asam arachidat, terpena, trigliserida, ester, dan amida. Total lipid pada biji kopi kering yaitu antara 11.7 hingga 14 gram per 100 gram biji kopi.[19] Lipid terbanyak berada di kulit biji kopi dan merupakan bagian dari lapisan pulp pembungkus biji kopi.[20] Pada kopi arabika, lipid terdapat pada kadar yang lebih tinggi.[21]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b "Arabica and Robusta Coffee Plant". Coffee Research Institute. Diakses tanggal 25 August 2011. 
  2. ^ http://www.hypecoffee.com/content/what-is-a-peaberry[pranala nonaktif permanen]
  3. ^ "Botanical Aspects". International Coffee Organization. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-03. Diakses tanggal 25 August 2011. 
  4. ^ "The Story of Coffee". International Coffee Organization. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-03. Diakses tanggal 25 August 2011. 
  5. ^ "Ecology". International Coffee Organization. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-03-26. Diakses tanggal 25 August 2011. 
  6. ^ Clifford, MN, and Kazi, M (1987). "The influence of coffee bean maturity on the content of chlorogenic acids, caffeine, and trigonelline". Food Chemistry. 26: 59–69. doi:10.1016/0308-8146(87)90167-1. 
  7. ^ The Merck Index, 13th Edition
  8. ^ WEIDNER, M, and MAIER, HG; 1999, Seltene Purinalkaloide in Roestkaffee, Lebensmittelchemie, Vol 53, 3, p.58
  9. ^ POISSON, J, 1979, Aspects chimiques et biologiquesde la composition du café vert; 8th International Colloquium Chemicum Coffee, Abidjan, 28. Nov to 3. December 1988, published by ASIC 1979, p 33-37; http://www.asic-cafe.org
  10. ^ Wu X, Skog K, Jägerstad M (July 1997). "Trigonelline, a naturally occurring constituent of green coffee beans behind the mutagenic activity of roasted coffee?". Mutat. Res. 391 (3): 171–7. doi:10.1016/s1383-5718(97)00065-x. PMID 9268042. 
  11. ^ "Revista Brasileira de Fisiologia Vegetal - Seed storage proteins in coffee". Scielo.br. Diakses tanggal 2013-12-08. 
  12. ^ Montavon P, Duruz E, Rumo G, Pratz G (April 2003). "Evolution of green coffee protein profiles with maturation and relationship to coffee cup quality". J. Agric. Food Chem. 51 (8): 2328–34. doi:10.1021/jf020831j. PMID 12670177. 
  13. ^ DOI:10.1007/BF01192946
    Rujukan ini akan diselesaikan secara otomatis dalam beberapa menit. Anda dapat melewati antrian atau membuat secara manual
  14. ^ Murkovic M, Derler K (November 2006). "Analysis of amino acids and carbohydrates in green coffee". J. Biochem. Biophys. Methods. 69 (1-2): 25–32. doi:10.1016/j.jbbm.2006.02.001. PMID 16563515. 
  15. ^ TEUTSCH, IA, 2004, Einfluss der Rohkaffeeverarbeitung auf Aromastoffveränderungen in gerösteten Kaffeebohnen sowie im Kaffeebetränk, PhD Thesis, Department of Chemistry, Technical University Munich, Germany; www.deposit.ddb.de/cgi-bin/dokserv?idn=97339305x& dok_var=d1&dok_ext=pdf&filename=97339305x.pdf
  16. ^ GINZ, M (2001). "Bittere Diketopiperazine und chlorogensäurederivate in Roestkaffee". PhD-thesis, Technical University Carolo-Wilhelminia, Brunswig, Germany
  17. ^ Redgwell RJ, Curti D, Rogers J, Nicolas P, Fischer M (June 2003). "Changes to the galactose/mannose ratio in galactomannans during coffee bean (Coffea arabica L.) development: implications for in vivo modification of galactomannan synthesis". Planta. 217 (2): 316–26. doi:10.1007/s00425-003-1003-x. PMID 12783340. 
  18. ^ TRESSEL, R, HOLZER, M and KAMPERSCHROER, H, 1983, Bildung von Aromastoffenin Roestkaffee in Abhaengigkeit vom Gehalt an freien Aminosaeren und reduzierenden Zuckern; 10th International Colloquium Chemicum Coffee, Salvador, Bahia 11 October to 14 Oct; ASIC publication 1983, p279-292
  19. ^ ROFFI, J, CORTE DOS SANTOS, A, MEXIA, JT, BUSSON, F, and MIAGROT, M, 1973, Café verts et torrefiesde l Angola. Etude chimique, 5th International Colloquium Chemicum Coffee, Lisboa, 14 June to 19 June 1971; published by ASIC 1973, pp 179-200
  20. ^ Clifford MN (1985). "Chemical and physical aspects of green coffee and coffee products". Dalam Clifford MN, Wilson KC. Coffee: botany, biochemistry, and production of beans and beverage. London: Croom Helm AVI. hlm. 305–74. ISBN 0-7099-0787-7. 
  21. ^ Lee KJ, Jeong HG (September 2007). "Protective effects of kahweol and cafestol against hydrogen peroxide-induced oxidative stress and DNA damage". Toxicol. Lett. 173 (2): 80–7. doi:10.1016/j.toxlet.2007.06.008. PMID 17689207.